Kata maaf dan terimakasih adalah dua kata sederhana yang sering terlupakan dalam dunia politik kita. Meskipun mudah diucapkan, namun seringkali sulit untuk dipraktekkan dengan tulus dan mendalam. Banyak dari kita mungkin telah mendengar ucapan-ucapan ini, tetapi sayangnya, seringkali itu hanya dilakukan di dunia maya melalui media sosial. Jarang atau kemungkinan tidak ada yang berani mengakui kesalahan didepan orangnya langsung.
Sebagai seorang kepala negara, adalah tugas utama untuk memberikan teladan yang baik kepada semua warga negaranya. Seorang pemimpin yang namanya selalu dihubungkan dengan kepemimpinan yang positif dan tingkat kepuasan publik yang tinggi selama masa jabatannya haruslah memahami pentingnya kata maaf dan terimakasih.
Ketika melihat perjalanan rekam jejak seorang pemimpin, kita tidak bisa mengabaikan peran besar partai politik yang telah turut serta dalam membesarkan namanya. Semisal dari awal karir seorang Jokowi sebagai walikota Solo hingga menjadi gubernur Jakarta dan kemudian menjadi presiden dua kali berturut-turut.
Jasa dan kontribusi partai pengusung dalam membesarkan namanya tentu tak terbantahkan. Oleh karena itu, ungkapan terimakasih seharusnya tidak hanya sekadar kata-kata, tetapi juga perbuatan nyata.
Namun tidak hanya seorang Jokowi yang sepertinya harus mempraktekkan ucapan terimakasih. Putra dan mantu yang juga ikut terlibat dalam dunia politik. Sang ayah seharusnya memberi suri tauladan sebagai orang jawa agar tak hilang jawane. Sudah seharusnya menjadi peluang bagi mereka untuk menunjukkan kesopanan dan rasa terima kasih kepada masyarakat dan partai yang telah mengusungnya.
Sayangnya ada satu peristiwa atau mungkin frame media sosial yang menciptakan ketegangan, yakni kurangnya komunikasi elegan. Dalam budaya Indonesia, terutama suku Jawa, kita memiliki tradisi untuk menyampaikan terima kasih dan permintaan maaf kepada yang lebih tua. Hanya dengan mengucapkan kata-kata ini, kita bisa menciptakan suasana yang lebih harmonis dan terhormat dalam politik kita.
Gagasan Politik Santun dan Santuy
Adalah hak setiap warga negara untuk maju dan mencalonkan diri menjadi kandidat pemimpin. Tidak ada yang salah atas semua itu. Hanya cara menuju ke sana yang berbeda-beda.
Di tengah berbagai gejolak politik dan perdebatan sengit, muncul suara yang mendorong politik yang lebih santun dan santuy. Gagasan ini bukanlah sekadar slogan, tetapi sebuah visi yang diterjemahkan oleh tokoh-tokoh muda yang berani berbicara tentang pentingnya etika dalam politik.
Salah satu contoh yang menginspirasi adalah upaya yang dilakukan oleh putra ragil, yang dikenal dengan kesantunannya dalam berpolitik. Dia memahami bahwa politik yang santun adalah cara yang tepat untuk menciptakan harmoni dan kerukunan dalam masyarakat. Tidak hanya berbicara tentang etika, tetapi juga berprilaku dengan tulus dan santun dalam setiap tindakannya.
Selain itu, jika politik yang santun dan santuy menjadi praktik umum, maka tidak akan ada lagi istilah "kacang lupa akan kulitnya." Semua pihak akan menghormati dan menghargai peran masing-masing dalam politik. Tanpa melupakan kontribusi yang telah diberikan oleh semua pihak, terlepas dari perbedaan pandangan politik.
Lebih dari itu, ketika politik santun dan santuy diterapkan dengan konsisten, terbentuklah pola pikir yang mengarah pada kerja sama dan kolaborasi yang lebih baik di antara para pemimpin dan masyarakat. Politik yang harmonis dan etis akan membantu menciptakan suasana yang lebih damai dan produktif, menguntungkan bagi semua warga negara.
Ketika pasangan politik bekerja sama dengan penuh integritas dan etika, masyarakat akan melihat mereka sebagai pasangan Petahana yang sesungguhnya. Artinya, mereka akan dilihat sebagai pemimpin yang layak memimpin dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Jadi, mari kita lebih sering mengucapkan terima kasih dan permintaan maaf dalam politik kita. karena tindakan ini akan menghormati tradisi, menciptakan kedamaian, dan menjaga etika politik kita tetap berjalan.
Ini adalah politik yang santun dan santuy, seperti yang telah digaungkan oleh putranya yang sudah menduduki sebagai ketua partai. Tidak ada alasan untuk melupakan nilai-nilai dasar ini, terutama jika kita ingin menghindari konflik dan menciptakan suasana politik yang lebih positif. Bukan sekedar menggagas makan siang istana untuk 3 paslon capres.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H