Peran besar NU sudah tampak bukan pada saat setelah kemerdekaan tapi justru saat sebelum itu. Sejarah mencatat telah banyak tokoh yang lahir dari organisasi ini yang mengambil peran besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Jika mau buktinya, lihatlah bagaimana eksistensi pesantren dari masa ke masa. Masa sebelum ada nama Indonesia bahkan setelah Indonesia telah berdiri sampai sekarang masih terus eksis.
Tanpa mengubah ciri khas pesantren itu sendiri di tengah masyarakat global, nyatanya pesantren terus mampu mengambil peran dalam mendidik generasi mudanya. Generasi yang pada masa sekarang mulai menempati ruang kepemimpinan baik lokal maupun nasional.
Satu misal pendidikan di Pondok Pesantren Mojosari, Nganjuk yang sudah berusia 313 tahun. Artinya pendidikan model di pondok ini tentu sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka.
Dari sini kita dapat melihat bahwa pesantren tentu telah banyak melahirkan tokoh pemikiran pembaruan. Ada beberapa tokoh dari pesantren yang terlibat aktif dalam membidani lahirnya kemerdekaaan.
Nama KH Abdul Wahid Hasyim tercatat dengan jelas sebagai salah satu anggota BPUPKI dan juga PPKI. Ada juga nama KH Masykur yang merupakan anggota BPUPKI sekaligus berperan serta dalam merumuskan Pancasila sebagai dasar negara.
Selain itu ada KH Zainul Arifin berjasa dalam pembentukan pasukan semi militer Hizbullah dan pernah menjadi perdana menteri. Pernah juga menjadi anggota Komisi Nasional Indonesia Pusat.
KH Idham Chalid pernah tercatat sebagai wakil perdana menteri pada kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Pernah juga menjabat sebagai ketua MPR dan DPR pada masa-masa awal.
KH Syam'un adalah anggota PETA yang merupakan cikal bakal dari pasukan TNI. Debut pertama beliau berawal tahun 1944 menjabat Komandan Batalion PETA berpangkat mayor, memimpin 567-600 orang pasukan.
Sejak 5 Oktober 1945, beliau juga dipercaya menjadi kolonel TKR, Komandan Divisi l TKR dengan memimpin 10.000 orang pasukan. Setelah itu di tahun 1948, pangkat beliau diangkat menjadi brigadir jenderal dan dipercaya memimpin perang gerilya di daerah Banten.
Telah banyak ulama kharismatik yang lahir dari pesantren-pesantren yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut merupakan hasil tempaan pendidikan pesantren yang selalu bertranformasi menyesuaikan perubahan zaman tanpa mengubah ciri khasnya.
Sebagaimana dikutip dari nu.or.id bahwa tujuan NU didirikan tahun 1926 adalah untuk menjadi wadah bagi usaha mempersatukan dan menyatukan langkah para ulama pesantren.
Lebih jauh lagi, penyatuan dilakukan dalam rangka tugas pengabdian yang tidak lagi terbatas pada soal kepesantrenan dan kegiatan ritual keagamaan semata.
Tetapi lebih ditingkatkan lagi pada kepekaan terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi, dan persoalan kemasyarakatan pada umumnya.
Berdiri pada tahun 1926, ada tenggang jarak kurang lebih 19 tahun masa berdiri NU dengan sebelum Indonesia merdeka. Sehingga kemerdekaan sedikit banyak merupakan hasil usaha bersama dari para kalangan pesantren, meski banyak juga yang membantu dari kalangan non pesantren.
Ibarat sebuah pabrik kendaraan, NU adalah penyedia suku cadang terbesar. Di mana semua kadernya menempati tempat untuk kemerdekaan dan kemajuan dalam bernegara.
Dulu, tokoh tersebut menjadi lokomotif penggerak perjuangan kemerdekaan. Pada masa sekarang mengisinya dengan semangat besar para muassis-muassis NU.
Sebagaimana dawuh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar "Allah akan mengirim setiap awal dan akhir 100 tahun seorang pemimpin yang akan menyegarkan kembali kekeroposan. Sama halnya dalam tubuh jam'iyah, Allah akan mengirimkan kader terbaik untuk menyegarkan kembali organisasi yang dirintis oleh muassis NU,".
Jadi dengan adanya kegiatan 1 abad NU dengan jumlah massa yang besar adalah masa awal keemasan. Mereka adalah kader militan NU yang dari dulu memperjuangkan negara yang memang sebelumnya tidak berkesempatan untuk menampakkan eksistensinya.
Sebagai bentuk moderasi beragama, penulis meyampaikan selamat dan sukses 1 Abad Nahdlatul Ulama, merawat Jagad membangun Peradapan.
Sumber bacaan: website nu.or.idÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H