Sebagai orang tua yang bisa kita lakukan bermain gawai tapi juga tetap menanamkan kecintaan untuk terbiasa membaca. Salah satunya menyediakan sumber bacaan yang cukup bagi si kecil.
Hal kedua yang patut menjadi perhatian bersama adalah minimnya fasilitas pendidikan. Pemahaman orang tua yang masih membatasi alat pendidikan hanya boleh berupa buku, pulpen, penghapus, dan pensil turut membuat ruang lingkup pendidikan makin menyempit.
Padahal jauh hari, Ki Hajar Dewantara pernah berpesan bahwa semua orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah.
Berdasarkan pernyataan Bapak pendidikan kita itu, sudah seharusnya kita mulai memanfaatkan semua yang ada disekitar sebagai sarana prasarana untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kita mendidik generasi kita untuk menggunakan gawai sebijak mungkin. Tidak hanya mempergunakan untuk bermain tapi juga belajar. Orang tua berperanan penting dalam mewujudkan hal itu.
Jika semua sudah berbuat dengan tujuan untuk belajar, kegiatan membaca dan menulis akan tumbuh menjadi kebiasaan. Harapannya, posisi literasi di negara kita akan diperhitungkan. Sehingga lahirlah sebuah generasi yang kritis tanpa mendiskreditkan pihak manapun. Â Â
Satu lagi tradisi yang perlu ditambahkan di negeri ini, yakni berwisata ke perpustakaan. Tradisi ini perlu didukung teknologi baru agar tidak ada kesan membosankan di perpustakaan.
Dengan begitu kemampuan membaca netizen di medsos dapat diasah menjadi ketrampilan untuk membaca dunia. Agar betul-betul kecakapan dan kemampuan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sebagai salah satu kompetensi literasi digital terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H