literasi negara kita memang rendah. Mau atau tidak menyadari, begitulah faktanya.
Sudah tidak usah diceritakan lagi, tingkatTidak usah memungkiri dengan mengatakan bahwa netizen kita rajin baca medsos. Kalau hanya untuk menghibur diri mungkin membaca medsos bisa dimasukkan kategori literasi.
Tapi kategori literasi yang bagaimana? Karena mayoritas netizen kita suka menghujat duluan. Hal ini terlihat manakala suatu isu selalu ditanggapi dengan nada negatif bahkan cibiran.
Andaikan ada proses membaca tentu akan ada proses berpikir. Minimal merasa apa yang dirasa orang yang sedang kesusahan, tidak malah mencaci-makinya di medsos.
Penghujat tak pernah berpikir andaikan kejadian yang sama menimpa yang bersangkutan. Bagaimana rasa dan perasaan jika sudah dalam kondisi kesusahan ditambah dengan hujatan.
Jika memang netizen benar-benar membaca tentu ada kegiatan telaah. Dimana orang tidak langsung menghakimi, dikarenakan selalu berpikir dari berbagai sisi.
Hasilnya mereka akan berkomentar secara proporsional melihat situasi, kondisi dan keadaan yang terjadi. Sehingga meminimalisir kata hujatan yang tambah menimbulkan gaduh dan perpecahan.
Memperhatikan gejala realita seperti itu sepertinya ada beberapa hal yang sekiranya patut kita cermati bersama agar angka buta aksara di negeri kita bisa berkurang:
Pertama, tidak ada budaya sejak dini untuk menanamkan kebiasaan membaca. Hal ini sangat berbahaya, karena tidak ada suatu upaya untuk mewariskan kebiasaan para kaum intelektual.
Boleh dilihat bagaimana cara orang tua modern agar anak tidak rewel? Bisa dipastikan bahwa orang tua akan memberi anak tersebut mainan Gadget. Mudah memang tapi hal instan pasti ada dampaknya.
Dampaknya anak menjadi ketagihan jika dibiarkan berlebihan. Tapi melarangpun sebenarnya juga serba salah, mengingat anak disekitar juga sudah banyak yang bermain game dalam gawai.