Pertengahan tahun 2020 lalu, dunia tak terkecuali Indonesia digemparkan dengan permainan online Among Us, dimana permainan ini mencari siapa si Impostor dalam kelompok tersebut. Impostor disini bertugas sebagai karakter penipu, memanipulasi permainan, serta membunuh karakter lain tanpa diketahui.
Fenomena ini tak luput dari munculnya istilah Impostor Syndrome yang belum banyak diketahui orang-orang.
Apakah Game Among Us membuat pemainnya mempunyai Impostor Syndrome?
Jawabannya tentu tidak. Impostor Syndrome sendiri adalah sebuah kondisi psikologis yang menyebabkan seseorang untuk memiliki kepercayaan yang kuat bahwa diri sendiri tidak kompeten meskipun pencapaian, prestasi, dan pengakuan dari orang-orang disekitarnya membuktikan yang sebaliknya.
Ciri-ciri Impostor Syndrome
Terdapat beberapa ciri dari individu dengan Impostor Syndrome, sebagai berikut:
- Perilaku Tidak biasa. Disini individu yang mengalami merasa bahwa pencapaian yang diperoleh hanyalah sebuah tipuan dan kebetulan belaka. Sebenernya mereka mempunyai bakat dan juga prestasi yang didapat hasil dari kerja keras dirinya.
- Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas. Individu yang mengalami seringkali merasakan rasa cemas dan takut yang berlebihan terhadap kemungkinankemungkinan kegagalan dalam mencapai ekspetasi yang tidak realistis atau kemungkinan terbongkar akan ketidakmampuannya di depan orang-orang disekitarnya.
- Memiliki gejala Kecemasan. Individu-individu ini akan merasa cemas, memiliki tekanan psikologis, depresi, emotional burnout, memiliki keraguan terhadap dirinya, yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
- Menimbulkan perilaku Maladaptif. Individu dengan impostor syndrome dapat dikenali lewat karakteristik seperti mereka adalah orang-orang yang biasanya memulai pekerjaan lebih awal, akan tetapi proses penyelesainnya lama karena terlalu berlebihan dalam proses persiapan.
Hubungan kecemasan dengan Impostor Syndrome
Menurut Clance dan Imes (1984 dalam (Wulandari & Tjundjing, 2007) mengatakan bahwa individu impostor yaitu mereka yang memiliki pencapaian akademik tinggi. Orang-orang dengan prestasi akademik yang tinggi cenderung memiliki kecemasan yang tinggi pula, dikarenakan banyaknya harapan tinggi yang dibebankan pada dirinya, serta memiliki rasa takut bila mengecewakan orang lain.
Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan (Kumar & Jagacinski, 2006), menyatakan adanya hubungan impostor syndrome dengan kecemasan dan juga keraguan diri. Seharusnya, individu dengan pencapaian akademik yang tinggi akan memiliki keyakinan kuat akan dirinya, namun hal ini tidak berlaku pada individu impostor.
Mereka akan semakin ragu terhadap diri sendiri ketika mendapat keberhasilan. Kecemasan dan keraguan diri ini akan menyebabkan dampak pada kesejahteraan psikologi pengidapnya. Tak hanya itu, bagi individu impostor penilaian akan dirinya menjadi hal yang penting.
Penyebab individu mengalami Impostor syndrome
Terdapat sejumlah faktor yang menimbul individu tersebut terkena impostor syndrome :
- Sosialisasi keluarga pada anak yang dimulai sejak usia dini dan diperkuat ketika si anak tumbuh pada masa remaja hingga dewasa.
- Orang tua sering membandingkan bakat dari masing-masing anggota keluarga.
- Selain membandingkan, orang tua juga kurang memberikan feedback positif terhadap apa yang telah dicapai si anak.
- Orang tua menanamkan persepsi kepada anak terkait pentingnya kemampuan intelektual dan keberhasilan.
- Lingkungan yang kompetitif
- Memiliki peran atau posisi baru
Diketahui dari 4 faktor diatas, otomatis anak cenderung untuk menyesuaikan diri dengan standart yang telah ditanamkan oleh keluarga (orangtua). Tentu saja hal itu memiliki tujuan, yaitu agar mendapatkan feedback yang positif dan meningkatkan harga dirinya dalam keluarga.
Bila si anak tidak mendapat feedback yang positif, dan tidak konsisten, muncul-lah perasaan malu, tidak berharga, dan tidak mengesankan dalam dirinya. Hal ini bila terjadi terus menerus hingga ia dewasa, akan menimbulkan impostor syndrome.
Selain penyebab oleh polah asuh orang tua, individu juga dapat terkena impostor syndrome bila ia berada pada lingkungan yang kompetitif. Lingkungan yang selalu produktif, yang menerapkan hustle culture, dan juga dikelilingi oleh orang-orang yang cerdas.
Jika digabungkan dari ke-enam dampak yang telah dijelaskan diatas, maka akan memperburuk individu tersebut terkena impostor syndrome. Tumbuh dengan orang tua yang memberikan penilaian, membanding-bandingkan anak, sangat kurang dalam memberikan support (feedback positif), ditambah individu tersebut baru saja naik level menjadi manajer di tempatnya bekerja, dengan lingkungan yang sangat-sangat kompetitif, serta di kelilingi oleh orang-orang cerdas.
Siapa saja yang dapat terkena impostor syndrome
Penelitian pertama kali dilakukan oleh (Clance & Imes, 1978), terdapat hasil bahwa impostor syndrome terjadi pada perempuan yang sukses di bidangnya. Oleh karena itu, syndrome ini untuk menggambarkan beberapa kalangan wanita yang memiliki prestasi tinggi dan merasa seperti penipu akan prestasinya.
Selanjutnya terdapat penelitian oleh (Langford & Clance, 1993) yang menunjukkan bahwa, impostor syndrome tidak hanya dialami oleh perempuan saja, melainkan laki-laki juga dapat mengalami perasaan impostor pada tingkat yang sebanding.
Dari penelitian tersebut, ditarik kesimpulan bahwa jenis kelamin bukanlah faktor yang berperan terhadap munculnya impostor syndrome. Jadi, perempuan maupun laki-laki dapat mengalami impostor syndrome.
Cara mengatasi impostor syndrome
Meskipun ini bukan jenis penyakit mental, impostor syndrome jika dibiarkan berlarut-larut dapat menyebabkan gangguan kecemasan, bahkan depresi, karena efek yang ditimbulkannya.
Terdapat beberapa cara untuk mengatasi impostor syndrome ini, diantaranya :
- Akui Perasaan Kamu. Hal pertama yang dapat kamu lakukan ialah dengan menyadari dan mengakui perasaan apa saja yang sedang kamu rasakan. Kamu bisa dengan menuliskan apa saja yang membuatmu ragu serta perasaan tidak mampu dan juga tidak nyaman secara spesifik di sebuah buku atau note hp.
- Lawan Pikiran Negatif. Jika kamu memiliki pikiran negatif, cobalah untuk melawannya dengan self-talk yang positif, misalnya, upaya apa yang telah kamu lakukan untuk mencapai kesuksesan kamu saat ini. Ini akan membantu menetralisir pikiran negatif yang mengganggu kamu sepanjang waktu.
- Bicarakan Perasaan Kamu. Kamu dapat menceritakan tentang perasaanmu kepada orang yang menurut kamu penting dan dapat dipercaya, misal keluarga, sahabat, dll. Melalukan ini tentunya bermanfaat bagi kamu, dengan kamu berbicara, dan juga berbagi pengalaman serta sudut pandang. Jadi kamu lebih dapat berfikir positif dan tetap stabil.
- Kenali Kekuatan dan Kelemahan Diri. Dapat memahami terkait kelemahan dan kekuatan diri merupakan hal yang sangat penting, karena dapat membantu untuk menghadapi impostor syndrome. Kamu bisa lebih berfikir positif.
- Nikmati Kesuksesan Kamu dan Akui. Impostor syndrome juga dapat dilawan. Setiap kali kamu berhasil, biasakan untuk mengakui bahwa kesuksesan merupakan hasil dari usaha, kecerdasan, serta keterampilan yang kamu miliki. Kamu juga dapat merayakan keberhasilan tersebut, misal self-reward, atau main dan mentraktir teman-teman. Selain itu, kamu dapat berlatih untuk menerima pujian dari orang lain, agar kamu lebih bisa menghargai setiap usaha yang kamu lakukan.
- Berkonsultasi dengan yang Ahli. Selain melalukan dengan diri sendiri, kamu juga dapat datang ke psikolog atau professional kesehatan mental lainnya.
Daftar Pustaka
Ati, E. S., Kurniawati, Y., & Nurwanti, R. (2015). PERAN IMPOSTOR SYNDROME DALAM MENJELASKAN KECEMASAN AKADEMIS PADA MAHASISWA BARU. JURNAL MEDIAPSI, 1-9.
Clance, & Imes. (1978). The impostor phenomenon in high achieving women dynamics and therapeutic intervention. Psychotherapy Theory, Research and Practice, 1-8.
Fandrayani, A., Tanudjaja, B. B., & Kurniawan, D. (2021). Perancangan Model Website Interaktif Untuk Meningkatkan Pengetahuan dan Kesadaran Terhadap Impostor Syndrome. Buku Abstrak Seminar Nasional “Memperkuat Kontribusi Kesehatan Mental dalam Penyelesaian Pandemi Covid 19: Tinjauan Multidisipliner”, 90-102.
Ika. (2020). Psikolog UGM Paparkan Fakta Impostor Syndrome. ugm.ac.id. Diakses pada 25 Desember 2021.
Kumar, S., & Jagacinski, C. M. (2006). Imposters have goals too: The imposter phenomenon and its relationship to achievement goal theory. Personality and Individual Differences, 147-157.
Langford, J., & Clance, P. R. (1993). The impostor phenomenon: recenr research findings regarding dynamics, personality and family patterns and their implications for treatment. Psychotherapy, 496-501.
Nareza, M. (2021). Mengenal Impostor Syndrome dan Cara Menghadapinya. alodokter.com. Diakses pada 25 Desember 2021.
Wulandari, A. D., & Tjundjing, S. (2007). Impostor Phenomenon, Self-Esteem, dan Self-Efficacy. Anima, Indonesian Psychological Journal, 63-73.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H