Mungkin kita pernah mendengar kisah pemain bola kita terpaksa menjadi kuli akibat kompetisi berhenti. Mereka terpaksa melakukan itu karena keahlian mereka hanya sebagai pemain bola. Jikapun sekarang ada turnamen Torabika Soccer Championship (TSC), itu sifatnya hanya segelintir klub elit dan jumlah pemain yang tertampung hanya ratusan orang.
Tidakkah para pengambil kebijakan di negara ini punya hati nurani, memikirkan nasib sesama anak bangsa yang terancam kelaparan, anaknya putus sekolah dan yang paling parah hilang kepercayaan terhadap Negara.
Atau ada orang atau kelompok yang ingin situasi ini berlanjut agar dia bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan nasib puluhan ribu jiwa. Karena kita memahami kalau pengurus PSSI tidak digaji, tapi ada putaran uang dalam jumlah besar yang memungkin mereka menjadi raja tega.
Kita pencinta bola di Indonesia harus bergerak, bukan untuk membela salah seorang atau klub yang kita cintai. Tapi kita bergerak untuk membela nasib sesama anak bangsa yang diantara mereka sudah mengorbankan separuh hidupnya untuk kejayaan Indonesia.
Terhentinya kompetisi kasta tertinggi di Tanah Air tersebut juga berdampak batal bergulirnya kasta-kasta di bawah LSI, seperti Divisi Utama 2015, Liga Nusantara, LSI U-21, dan Piala Suratin.
Selain LSI dan LSI U-21, jumlah pemain Divisi Utama juga bisa dihitung. DU 2015 rencananya diikuti 56 klub, yang terbagi enam wilayah. Jika tiap klub mendaftarkan 25 pemain maka total pemain yang beraksi di DU 2015 setidaknya mencapai 1.400 pemain.
Yang agak sulit penghitungannya ialah jumlah tim peserta dan pemain di ajang Liga Nusantara (Linus) dan Piala Suratin, di mana kedua kompetisi tersebut masih berstatus amatir.
Tak bergulirnya kompetisi berjenjang di Tanah Air juga mengancam pembinaan di level usia muda. Padahal, LSI U-21 dan Piala Suratin sejatinya menjadi jembatan pemain muda menuju level senior.
Kalaupun ada, ajang untuk usia muda hanya berlangsung di level kecil atau tak berskala nasional. Menurut penghitungan Tabloid BOLA, jumlah pemain muda di Indonesia mencapai sekitar 31,5 persen dari total pemain di Tanah Air.
Berdasarkan data-data di atas, bisa dibayangkan seberapa suramnya masa depan sepak bola nasional jika kisruh ini tetap berlarut-larut.
Â