Bisa Berimbas ke Timnas Senior
Saya lebih suka menyoroti 3 kekalahan beruntun timnas U-23 daripada kegagalan meraih tiket Olimpiade Paris 2024.
Setelah 3 kekalahan yang menyakitkan 0-2 lawan Uzbekistan, 1-2 melawan Irak, dan 0-1 melawan Guenia seolah menyadarkan kepada kita, bahwa timnas U-23 masih memiliki banyak kelemahan.
Kelemahan ini mungkin juga menjadi indikasi kelemahan di timnas senior.
Meskipun sudah berjuang sangat keras, mereka tak mampu keluar dari factor kelelahan setelah perandingan berat  melawan Korea Selatan. Selatan bukan satu-satunya lawan yang menjadikan kelelahan, 3 pertandingan sebelumnya melawan Qatar (0-2), lawan Australia (1-0), dan 3-1 melawan Yordania sudah menguras begitu banyak energi.
Kekalahan 0-2 atas Qatar yang dibumbui keputusan wasit yang kontroversial, dan 1-0 melawan Australian adalah juga pertandingan pembuktian bahwa tim sebagus Australia bisa dikalahkan. Kemenangan telak 3-1 atas Yordania membuat timnas U-23 segar kembali, dan melawan Korea Selatan tampila "fresh" kemudian seolah-olah tenaga dihabiskan, untuk pertandingan pembuktian kedua, mengalahkan Korsel, akibatnya pertandingan semi-final melawan permainan Indonesia seperti habis bensin. Â Dua pertandingan berikutnya melawan Irak dan Guenia, seperti tidak bisa bangkit lebih kuat lagi.
Meskipun perlu diapresiasi setelah mencapai semi final AFC U-23, tiga  kekalahan beruntun tersebut sebenarnya menguntungkan bagi STY, karena ia menjadi tahu tim ini masih jauh dari sempurna, dan beberapa hal perlu diperbaiki.
Hal ini harus dilakukan karena akan berimbas pada timnas senior, yang menurut saya lebih punya peluang lolos ke babak ketiga Penyisihan Piala Dunia 2026, dan mungkin melangkah jauh di babak ke-4 menuju Piala Dunia.
Inilah 5 kelemahan tersebut.
1. Fisik
STY tentu sudah mempersiapkan fisik pemain sejak mereka ada di timnas U-19, dengan menaikkan massa otot, dan speed endurance. Persiapan yang relatif pendek praktis hanya 7 hari efektif, tak mampu meningkatkan kemampuan fisik lebih kuat lagi untuk turnamen sebesar Piala Asia.
Persiapan tim juga diganggu oleh keputusan klub yang enggan melepas pemain karena bukan agenda FIFA, akibatnya pasti latihan fisik yang dilakukan tidak mencapai target untuk sampai pertandingan semi final.
Menurut saya fisik hanya mampu bertahan pada 3 pertandingan saja. Pertandingan ke-4 melawan Korea Selatan sebenarnya sudah memaksa melebihi kemampuannya. Akibatnya melawan Uzbekistan dan Irak tak bisa bangkit. Melawan Irak sebenarnya timnas U-23 punya kans menang, tetapi keunggulan 1-0, tak mampu dipertahankan, karena tak bisa recovery dengan sempurna. Sayangnya STY tak berani memainkan pemain-pemain yang lebih segar fisiknya.
2. Akurasi Tembakan dan Heading
Tembakan ke arah gawang dan heading adalah senjata utama mencetak gol, tetapi
hal tersebut  justru menjadi kelemahan mendasar bagi semua jenjang timnas Indonesia. Kelemahan tersebut terutama muncul saat seorang pemain melakukan tembakan dan heading dalam tekanan lawan.
Banyak faktor mengapa kedua skill ini lemah. Yang pertama tentu teknik dasar  yang salah, yang tak kunjung diperbaiki, dan dianggap cukup untuk melawan tim yang levelnya di bawahnya, sehingga saat lawan memiliki level lebih tinggi sering gugup, seperti hanya menembak atau heading  saja tanpa memperhatikan kualitasnya. Akibatnya tembakan tak terarah, lemah, atau terkena blok lawan.
Yang lebih parah adalah heading, hanya beberapa pemain depan yang memiliki teknik dasar heading yang baik, mereka sering melakukan dengan buruk  jika dalam tekanan.
Teknik heading memiliki kerumitan sendiri untuk mencetak gol. Secara teknik  heading menggunakan lompatan, teknik membenturkan kepala ke bola, kelenturan  badan bagian bahu ke bawah, untuk mendapatkan titik temu yang tepat antara "jidat dan bola"dan mengarahkan bola ke gawang yang sulit dijangkau kiper.
Pemain Indonesia banyak yang tekniknya lemah, seringkali kepala tidak mencari bola untuk dibenturkan, tetapi bola sudah keburu membentur kepalanya, sehingga tak lagi bisa mengarahkan ke target.
Saya melihat ada usaha keras pelatih Indonesia di timnas seperti Fakhri Husaini sampai STY berusaha untuk memperbaiki heading. Hasilnya memang ada perbaikan tetapi masih sangat kurang kemampuannya terutama pada bola-bola hidup atau jalan.
Saat bola mati, atau passing dari pemain sayap, pemain kita juga kurang dapat berpikir cepat dan mengambil keputusan untuk heading-duel dengan lawan, hasilnya seringkali tidak maksimal jika harus berebut kecepatan dengan lawan atau kiper.
Mestinya pemain sadar betul bahwa ia akan melakukan heading, sehingga  bisa melakukan scanning dalam sepersekian detik untuk menentukan target yang melumpuhkan lawan. Ini bukan soal tinggi badan, tapi bagaimana pemain mampu bergerak lebih cepat menjemput bola.
Pemain Jepang, dan pemain Timur Tengah jauh lebih bagus dalam akurasi tembakan dan heading, terutama dalam ruang-ruang sempit. Pemain Jepang menurut saya patut menjadi referensi karena akurasi tembakan, dan heading ke gawang sangat bagus.
Lemparan ke dalam Pratama Arhan yang bagus, seringkali mentah karena akurasi dan heading yang buruk, padahal peluang sangat banyak.
Saat ini mungkin keberanian menembak lebih baik, tidak terburu-buru, tetapi seringkali akhirnya tidak berani menembak, karena sadar tembakannya tidak terlalu  bagus, maka lebih baik tidak menembak dari pada tidak tepat sasaran, tentu ini merugikan produktifitas serangan.
3. Recieve Passing
Usaha Shin Tae Yong memperbaiki  teknik passing atau mengoper bola, sudah membaik secara signifikan, kesalahan passing sudah berkurang, meskipun masih ada kesalahan, tapi tidak dihukum gol lawan. Aliran bola sudah lebih baik, karena aliran dan akurasi passing juga lebih baik.
Satu kelemahan yang tertinggal dalam passing , justru pada saat menerima passing. Sangat gampang di-intersep atau dipotong, terutama pagi penerima passing dalam penjagaan lawan.
Seorang pemain mestinya mampu menganalisa seberapa kuat dan cepat lawan. Jika lawan lebih kuat dan cepat, seorang pemain harus menjemput bola passing dengan bergerak maju, untuk mengurangi jarak sehingga tidak mudah diambil lawan.
Scanning sebelum bola umpan sampai,  juga sangat penting dalam pengambilan keputusan,  ketika menerima umpan, apakah  akan melakuan wall-pass, keeping ball, back pass atau berbalik badan, tentu saja  supaya penguasaan bola tetap di tangan.
Kalau terlalu sering kehilangan bola, juga berakibat buruk, karena bisa menggerus kepercayaan diri.
4. Kedalaman Skuad
STY begitu galau ketika banyak kehilangan pemain kunci yang selalu diturunkan. Kepercayaan yang terlalu tinggi kepada pemain-pemain tertentu tentu harus dikurangi. Sehingga tidak menurunkan kepercayaan diri tim.
Meskipun STY selalu memunculkan pemain baru tetapi menurut saya, hal itu harus disertai keberanian STY untuk memainkan pemain-pemain cadangan, sehingga mentalnya akan lebih kuat, dan akan berguna dan berimbas jika menghadapi pertandingan-pertandingan yang krusial, seperti 3 pertandingan terakhir yang penuh dengan masalah.
Kedalaman skuad harus ditingkatkan, artinya bagaimana membentuk pemain bisa menghadapi segala situasi dengan sama baiknya, entah itu pemain yang regular tampil, atau cadangan.
Kalau bisa tidak ada gap antara yang tampil regular dengan yang menit bermainnya minim, sehingga tidak perlu "galau" pada pertandingan-pertandingan penting.
5. Pelanggaran
Kerasnya kompetisi di semua level di Indonesia, sedikit banyak mempengaruhi kemampuan melakukan pelanggaran terhadap lawan. Masih terlalu emosional ketika melanggar lawan, sehingga wasit mudah mengambil keputusan untuk memberikan hukuman yang berat yang berbuntut kartu kuning, merah, bahkan penalty.
Beberapa pemain yang main di Eropa sudah lebih baik, dalam ekspresi pelanggaran. Bukan bermaksud bahwa pemain harus sedikit berakting untuk mengelabuhi wasit-wasit yang murah kartu dan menghukum dengan berat.
Pelanggaran injak kaki di Piala Dunia 2022 jarang yang berbuah kartu merah, bahkan kartu kuning pun dan yang tidak, karena cara melakukan pelanggaran tidak menunjukkan kekerasan mencederai lawan.
Sebisa mungkin, meskipun pelanggaran tetap buruk, Â tentu melakukan pelanggaran yang baik pun bisa dilakukan, yaitu pelanggaran yang tidak berbuah hukuman berat.
Apakah ada caranya ?
Kita bisa lihat kembali  pemain Jepang, mereka juga berbuat pelanggaran, tetapi jarang fatal. Biasanya pelanggaran yang membuat wasit gampang membuat keputusan,  adalah pelanggaran yang langsung.
Pemain Jepang sangat pintar dalam melakukan pelanggaran. Mereka melakukan dengan dua tahap, yang pertama benturan fisik baru melakukan pelanggaran, ini bisa mengelabui wasit karena pelanggaran terlihat tidak terlalu keras, karena terbagi konsentrasinya.
Kemudian jarak antar pemain juga menentukan. Jangan membuat pelanggaran dengan posisi yang berjarak dengan lawan, karena ini akan terlihat sangat keras oleh wasit, dan lawan bisa berakting karena menerima pelanggaran keras.
Pelanggaran Ramadhan Sananta,berbuah kartu merah, karena jaraknya terlalu jauh dan posisinya di belakang lawan.
Tentu saja bukan hanya 5 kelemahan itu yang menyebabkan kita kalah. Pemain dan tim harus selalu berpikir positif, dan mulai belajar soal mental juara, bukan hanya mental kemenangan. Semoga STY bisa memperbaikinya di Timnas Senior, yang sejauh ini juga masih jauh dari sempurna, sebab untuk bisa lolos ke babak ketiga, apalagi lolos ke babak ke-4 dan lolos Piala Dunia 2026, dibutuhkan permainan tim yang sempurna dari segala aspek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H