Harus Bermain Lepas.
Dua kekalahan terakhir di Piala Asia U-23 menjadi factor mengapa melawan Guenia Indonesia sama sekali tidak diunggulkan. Banyak yang menduga Indonesia belum memiliki mental juara. Belum mampu memikul beban harapan yang begitu besar dari masyarakat Indonesia, yang menginginkan timnas Indonesia bermain di Olimpiade.
Timnas Indonesia sebenarnya sedang membangun kepercayaan diri, bahwa mereka bisa berkembang. Mental barrier selama ini menjadi kendala untuk berkembang. Mental inferior karena prestasi dan fisik juga menjai faktor.
Meskipun target 8 besar sudah tercapai, bahkan mampu sampai ke empat besar, Garuda Muda malah terbebani. Karena dianggap mampu terbang lebih tinggi, tanpa melihat kondisinya.
Setelah menang lawan Korea Selatan semua pemain kelelahan, senyum Witan yang seringkali muncul setelah berlari kencang atau mendapat tackle lawan, hilang. Marcelino demikian juga, kehilangan senyum manisnya, kakinya yang lincah seperti layu, akibatnya keahliannya seperti hilang.
Pemain lain juga demikian, meskipun mereka terlihat berusaha keras, terlihat tak mampu menyembunyikan kelelahan mental dan fisik.
Satu hal yang positif anak-anak Garuda ini mampu selalu mencetak gol lebih dahulu.
Timnas mampu mencetak gol di setiap pertandingan kecuali melawan Qatar, bahkan Korea yang jaringnya tak tersentuh mampu dirobek Rafael Struik dua kali. Di Semi final Ferari juga mampu mengoyak gawang Uzbekistan yang masih “clean” meski terjadi kontroversi penganulirannya, tetapi gol tetap gol. Indonesia mempunyai kemampuan mencetak gol yang baik.
Pada pertandingan memperebutkan peringkat 3, Ivar Jenner juga mampu melesakkan bola dengan indah ke gawang Irak, dan Indonesia unggul lebih dahulu, tetapi di dua pertanding terakhir Garuda Muda tak mampu mempertahankan kemenangan karena kelelahan.
Empat pertandingan sebelumnya, melawan Qatar, Australia, Jordania, dan Korea Selatan, mereka mampu bermain spartan, segala kemampuannya seolah dihabiskan.
“Soal Keberuntungan”
Keberuntungan mungkin akan selalu menjadi perdebatan dalam sepak bola. Apakah ia menjadi factor yang menentukan, atau hanya sebuah sublimasi/pengalihan jika sebuah tim kalah tetapi tim bermain baik.
Pada sepak bola modern saat ini menurut saya, keberuntungan menjadi faktor yang bisa menjadi penentu sebuah tim menang atau tidak, tetapi syaratnya bahwa sebuah tim harus bermain baik. Tak ada tim yang lemah, atau level berada di bawahnya cuma berharap keberuntungan untuk menang, tanpa menunjukkan kerja keras, dan kemauan.
Saat ini sepak bola memiliki beberapa factor yang mempengaruhi keberuntungan. Pertama dan mungkin ini akan terus menjadi perdebatan adalah VAR. Subjektifitas wasit yang memang sudah besar, saat ini ditentukan oleh subjektifitas wasit VAR, meskipun wasit VAR posisinya adalah asisten, tapi pada kenyataannya seringkali mempengaruhi keteguhan wasit yang memimpin pertandingan.
Padahal wasit diberikan subjektifitas untuk menolak usulan asisten wasit di VAR. Seorang pemain yang mencetak gol saat ini tidak lagi nyaman merayakan, sebelum keputasan final wasit setelah melihat VAR.
Jika wasit VAR tidak berpendapat maka itulah keberuntungan, meskipun memang ada gol-gol yang dapat diperdebatkan.
Barangkali gol Roger Miller (Cameron) ke gawang Rumania pada Piala Dunia 1990, bisa teranulir oleh VAR, karena Rogger Milla meloncat dari jarak sekita 1,5 meter menabrak pemain belakang Rumania untuk bisa menguasai bola dan mencetak gol. Itulah juga keberuntungan, karena belum ada VAR.
Kedua adalah pelanggaran, menjadi hal yang sangat subjektif, yang justru disarankan oleh wasit VAR. Penyebab kartu merah behamburan dalam satu pertandingan atau turnamen, termasuk pada ajang FIFA atau AFC.
Pada Piala Dunia 2020, pelanggaran injak kaki menjadi trend, wasit hanya mengganjar kartu kuning, tetapi di Piala Asia U-23, atau diajang lain yang levelnya di bawah Piala Dunia wasit justru menghukum dengan keras sampai kartu merah. Jadi seorang pemain juga memerlukan keberuntungan yang datang dari keputusan wasit di tengah lapangan, maupun usulan wasit VAR, meskipun itu bisa saja ditolak.
Saya hanya melihat wasit yang memimpin Indonesia di Piala Asia U-23, yang memiliki sikap teguh, dan tidak terlalu “terprovokasi” wasit VAR adalah Majed Al Shamrani asal Arab Saudi, bukan karena Indonesia menang lawan Australia, tapi pertandingan yang keras berjalan mulus dan enak ditonton. Wasit ini sangat “Pede” pada keputusannya, dan tak terpengaruh VAR.
Bagaimana Indonesia Bisa Menang ?
Keunggulan Guenia sebagai lawan Indonesia di babak Play-off Olimpiade Paris 2024, sudah banyak dikupas oleh banyak pengamat, termasuk Anthoni Jama Ballah pemain asal Liberia yang pernah main di PSM, PSIS, dan Persita. Guenia unggul fisik, determinasi, Teknik, dan skill bermain.
Menurut Jama Ballah jangan biarkan permainan Guenia berkembang, artinya Indonesia harus menekan sepanjang pertandingan jika mau menang, termasuk jangan banyak bikin pelanggaran, pemain Afrika sangat jago bermain bola mati, kebanyak memiliki tendangan sangat keras.
Rasanya memang terdengar sangat sulit menghadapi Guenia, sepak bola Afrika dipandang lebih kuat dari Asia, kecuali Jepang dan Korea Selatan yang sudah sering menang dengan tim-tim Afrika.
Pesimis ?
Tentu tidak. Jika pesimis akan membenamkan Indonesia ke jurang kekalahan. Pertandingan akan berjalan keras dan cepat. Oleh karena itu Indonesia butuh tenang dan fokus. Bermain lepas, dan lupakan Olimpiade, meskipun ini pertandingan Olimpiade yang sesungguhnya. Olimpiade menjadi beban negative buat Indonesia, toh target sudah tercapai.
Diperkirakan perandingan yang keras tentu akan terjadi banyak pelanggaran. Di sinilah keberuntungan akan bermain. Indonesia mungkin akan mendapat banyak hukuman, bisa mengarah penalty atau kartu merah, tetapi Guenia juga bisa mendapat itu, tinggal mana yang lebih beruntung.
Soal permainan rasanya kita tak perlu khawatir lagi semenjak timnas ditangani Shin Tae Yong, tetapi kondisi normal harus dimilik tim, artinya recovery baik, mental tidak terbebani.
Marcelino-Witan
Saya memperkirakan Marcelino dan Witan akan menjadi target pelanggaran. Marcelino semoga segera pulih mentalnya setelah dihujat netizen. Witan biasanya semakin tertekan semakin kencang berlari, dan banyak akal.
Kembali ke soal keberuntungan, wasit pasti dari FIFA, tapi memang apakah wasit akan memberi keberuntungan buat Guenia atau Indonesia. Hanya saja memang sebaiknya Indonesia bisa keluar dari ancaman wasit yang sangat subjektif, artinya Indonesia harus bermain sangat baik sampai-sampai wasit tak bisa menghukumnya, itulah keberuntungan.
Ada keberuntungan tanda kutip.
Pemenang Guenia vs Indonesia akan tergabung dengan satu Grup dengan Perancis. Belum-belum Perancis sudah khawatir dengan kedua tim. Tapi menjadi keuntungan buat Indonesia karena Perancis kurang suka, dan kurang beruntung melawan tim-tim Afrika.
Jika demikian apakah Perancis akan mempengaruhi wasit untuk memberi keuntungan Indonesia? Mungkin tidak.
Lebih baik Indonesia menang dengan mengusahakan keberuntungannnya sendiri, dibangun dari kerja keras, permainan yang sportif, dan tidak emosional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H