Solusi
Timnas sebaiknya memang tidak ke-pede-an menganggap speed-nya tidak berbeda dengan Argentina, langsung  bermain dengan kecepatan tinggi tanpa melakukan penjajagan. Akibatnya kalau ternyata pemain Argentina lebih cepat dalam serangan balik  timnas bisa dihukum dengan gol.
Solusinya tentu saja adalah menjajagi : pertama seberapa cepat  mereka bereaksi dengan pressure cepat dan ketat. Kedua seberapa cepat mereka mengalirkan bola, apakah bola bisa diintersep atau tidak passingnya, jika tidak berarti kecepatan reaksinya kalah level. Ketiga ajak adu lari satu-lawan satu, seberapa cepat bisa mengimbangi lari lawan, akan menunjukkan seberapa cepat lawan yang dihadapi. Penjajagan akan menghasilkan indikator, dari sisi kecepatan kalah atau menang, meskipun tim-tim yang sudah matang  justru sebaliknya  mampu mengontrol permainan untuk mengukur kecepatan lawan.
        Strategi
Jika sudah mengetahui seberapa cepat lawan, strategi segera harus diputuskan mana yang terbaik terutama untuk mengungguli lawan. Jika lawan lebih cepat berpikir juga harus lebih cepat, tidak main tebas lawan yang membawa bola, delay dengan cara mengikuti alur berlari, jika sudah dekat baru intercep atau tackling.Â
Jika kecepatan reaksi lebih tinggi, tentu harus pressure lebih cepat, akurasi passing harus bagus, dan selalu bergerak jika menerima umpan, tentu saja jemput bola harus mengerahkan lari lebih cepat, kalau tidak akan kesulitan menguasai bola, dan akan jadi bulan-bulanan lawan.
Yang terpenting jika kalah kecepatan harus tetap percaya diri dan bekerja keras, untuk berlari lebih dari kecepatan yang dimilikinya. STY mengistilahkan mau berkorban lebih, jangan cepat menyerah. Bola bulat, artinya segala kemungkinan bisa terjadi jika bekerja keras, begitu filosofinya.
Pemain-pemain Indonesia dikenal memiliki start pendek yang lebih cepat dibandingkan pemain-pemain top Asia dan Eropa. Jika ini mau digunakan sebagai strategi serangan balik cepat, pemain Indonesia harus memperbaiki  akurasi eksekusi saat berhadapan dengan penjaga gawang. Juga menutup kelemahan retreat, gerakan mundur. Pemain Indonesia tergolong lambat, dan sering kehabisan bensin kalau harus adu lari mundur.
Power
Secara kasat mata pemain-pemain Indonesia kalah kekar, dan kontruksi tulang dari Argentina. STY pernah mengeluhkan bahwa pemain Indonesia sangat lemah secara fisik terutama massa otot yang kurang, sehingga tidak memiliki power untuk bermain cepat terus menerus. Hal ini disebabkan habit gizi saat  masih kecil, dan latihan fisik yang terlambat, U-14  pembinaan massa otot memang sudah dimulai, tetapi volume yang kurang, dan fasilitas latihan tidak memadai menyebabkan kapasitas massa otot tak terbentuk, pemain nampak langsing dan kurang berotot. Klub juga menetapkan standar fisik yang rendah sehingga kemampuan fisik terutama power  tidak terlalu baik.
Berangsur fisik dan massa otot  memang  membaik, setelah STY menggenjot  latihan 3 kali, dan menambah  melalui latihan di gym. Beberapa pelatih protes, karena olah fisik membutuhkan TC lebih lama. Tetapi hasilnya luar biasa pemain menjadi lebih berotot dan kuat, dan mampu bermain dengan terus berlari sepanjang  90 menit. Hal positifnya beberapa pemain rupanya berhasil terprovokasi, meskipun sudah tak dipanggil timnas mereka tetap membangun fisiknya secara mandiri. Fajar Faturrahman dan Irfan Jauhari terlihat sangat berotot  saat main di timnas U-22, dan penampilannya meningkat pesat.