Mohon tunggu...
Jaka Sandara
Jaka Sandara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas || Digital Marketing || Publishing || Edittor ||

Suka Nulis | Baca | Ngedit | Photoshop | Jurnalistik | Otak-Atik Komputer | Musik | Publishing | Internet Marketing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Legenda Sanggadiraja

9 November 2021   10:20 Diperbarui: 10 November 2021   20:20 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi, Sumber: Pixabay

Sebuah perkampungan yang terkunci karena dikelilingi oleh perbukitan- perbukitan yang tinggi dan hijau juga dilengkapi dengan kekayaan-kekayaan alam yang alami, setiap mata yang memandang tampak indah, setiap tubuh yang terbaring akan merasakan kenyaman dan kesejukan, dialah Negeri Sisangga.

Tidak hanya alamnya yang indah, namun kesaktian masyarakat Sisangga telah dikenal luas, disana  terdapat seorang pendekar dan juga seorang pemimpin yang gagah dan kuat, dia adalah Sanggaraja.

Sanggaraja merupakan keturunan dari dua kerajaan Besar, Ibu Dekak dari Kerajaan Saruyung, ayah Beluis dari kerajaan Indahrupo. Sanggaraja merupakan pemuda yang suka berkelana mencari Ilmu bela diri, sehingga kesaktian Sanggaraja tidak pernah diragukan lagi, dari perkelanaanya ia Jatuh hati kepada seorang Gadis  Sisangga yang ada di Timur yaitu Ratu Bulan merupakan putri dari Sigindo salah seorang pemimpin di Negeri Sangga.

Karena Sanggaraja memiliki kesaktian yang luar biasa dan juga merupakan keturunan yang terpandang dari dua kerajaan yaitu, oleh Sigindo dijadikan lah ia menantu dan menikah dengan Ratu Bulan, kisah cinta mereka terjalin sangat indah.

Hidup di Negeri Sangga dengan Alam yang begitu indah dan bersahabat, membuat Sanggaraja tidak hanya mencintai istrinya saja tetapi juga jatuh cinta kepada alam Negeri Sangga, kesaktian Negeri Sangga merasuk ke tubuhnya hingga ia dan Negeri Sangga bagaikan satu wujud yang tak bisa terpisahkan, ini lah alam yang tak pernah ia temui sebelumnya. Ia pandai dengan masyarakat, bahkan pintar dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul di Masyarakat.

Atas persetujuan dari tanah keturunannya, ia diangkat menjadi Pemimpin di Negeri Sangga. Kini tanggungjawab yang besar ada dipundak Sanggaraja tanggungjawab menjaga Negeri Sangga dari gangguan dan peperangan dari daerah lain serta bertanggungjawab terhadap rakyat serta kesejahteraannya karena ia merupakan salah satu pimpinan tertinggi.

Setiap hari Sanggaraja tak lupa berlatih agar kesaktiannya bertambah dan bertambah, kekuatannya semakin hari semakin meningkat, hingga nama Sanggaraja termasyhur hingga ke wilayah luar.

"Suamiku, istirahatlah dulu, lemang telah masak tersaji. Mari kita makan". Ucap Istrinya sambil memanggil Sanggaraja yang terlihat berlatih dengan keris kesayangan miliknya.

Lemang merupakan makanan kesukaan Sanggaraja, apalagi jika lemang tersebut dimasak oleh Istri tercinta, semakin lahap ia memakannya.

"tak pernah aku merasakan lemang selezat ini, engkau sangat pandai untuk memasak". Puji Sanggaraja membuat istrinya tersenyum-senyum.

Hari berlalu kesaktian Sanggaraja semakin sempurna, tidak ada yang berani mengusik tanah kekuasaan Sanggaraja, suatu ketika Sanggaraja mengutus beberapa dubalangnya untuk menyampaikan pesan dan surat kepada Pusat Kerajaan Indah Rupo supaya mengirimkan "Kain Kebesaran Raja" untuknya, agar bukan  hanya kesaktiannya saja yang tampak sempurna, namun fisiknya juga akan terlihat sempurna dengan Kain kebesaran Raja dari kerajaan Indahrupo.

Sanggaraja berpesan pada dubalangnya" berangkatlah ke Kerajaan Indah Rupo, serta sampaikan surat  ini kepada kerajaan, jika nanti dititipkan Kain Kebesaran Raja, bawa Kain tersebut tanpa ada cacat sedikitpun. Sebab Kain Kebesaran Raja tidak bisa dipermainkan". Pesan Sanggaraja dengan tegas kepada Dubalangnya dan ia pun memberikan banyak persiapan makanan selama diperjalanan.

Dubalangnya pun berangkat, hari demi hari melewati jalan penuh semak dan hutan melewati rintangan, terkadang mereka beristirahat dan mencari tempat untuk berteduh, perjalan masih jauh. Lelah diperjalanan tidak dihiraukan demi seorang Pemimpin yang baik dan demi martabat masyarakat. Sesampainya di Kerajaan Indahrupo, mereka disambut dengan hangat dan sangat baik, nama Sanggaraja memang sudah termasyhur dan ia sangat disegani, ia memang tak bisa dipisahkan dengan kerajaan Indahrupo yang telah ikut membesarkan dirinya.

Oleh kerjaan Indahrupo diperlihatkanlah empat helai kain yang nantinya akan dibawa untuk Sanggaraja. Kain kebesaran tersebut terlihat Indah dan berwibawa, bukan sekedar Kain biasa tapi Kain  dipersembahkan hanya untuk Sanggaraja Raja di Negeri Sangga.

Disimpan lah kain itu sebaik mungkin, untuk dibawa pulang ke Negeri Sangga, karena menempuh perjalanan yang jauh, para Dubalang tidak bisa berlama-lama berada di Kerajaan Indahrupo, sehingga berpamitanlah mereka untuk pulang ke Negeri Sangga, bukan hanya Kain Kebesaran Raja yang diberi, Kerajaan Indahrupo juga menitipkan banyak barang dan makanan sebagai cendra mata untuk masyarakat di Negeri Sangga.

Mereka pulang masih melewati hutan belantara dan semak belukar, berhari-hari. Sesampai di Pertengahan Jalan tepatnya sebuah Negeri Limpur Selatan, mereka beristirahat Sejenak. Saat beristirahat terihatlah oleh penjaga kerajaan Limpur Selatan yang sedang berjaga-jaga, melihat orang asing dengan membawa barang yang banyak, dubalang dari Negeri Sangga ditahan dan dibawa menghadap ke Raja Limpur Selatan.

Raja J Limpur Selatan  bertanya:

"Kalian dari mana dan hendak kemana? Sebagai seorang raja aku peduli jika ada pendatang yang terlihat kelelahan". Ucap Raja Limpur Selatan.

"Kami adalah utusan dari Raja Sanggaraja Di Negeri Sangga wahai raja Limpur Selatan, dan kami dari kerajaan Indahrupo hendak pulang ke Negeri Sangga". Ucap salah satu dubalang.

"lantas, ada tujuan apa jauh-jauh menuju Indarupo?'. Raja Limpur Selatan kembali menanyakan dengan raut wajah yang penasaran, karena Indahrupo bukanlah wilayah yang dekat dari Negeri Sangga.

"kami diutus meminta dan menjemput Kain kebesaran Raja untuk Negeri Sangga".

Mendengar kata Kain Kebesaran Adipati, Raja Limpur Selatan langsung meminta kepada Dubalang dari Negeri Sangga untuk menyerahkan Kain tersebut kepadanya, dengan alasan Raja Limpur Selatan sendiri yang akan mengantar ke Negeri Sangga sebagai tanda persahabatan dan Raja Limpur Selatan bermaksud dengan cara ini ia dapat menguasai daerah Negeri Sangga masuk dalam wilayah kekuasaannya.

Oleh dubalang dari Negeri Sangga menolaknya mentah-mentah, mereka ingat akan pesan Sanggaraja agar membawa kain tersebut kepadanya tanpa ada cacat sedikitpun.

Raja Limpur Selatan mengambilnya secara Paksa, apa daya malang tidak dapat ditolak. Kerajaan Limpur Selatan lebih besar dari pada dubalang itu, lagi pula jika tidak, tentu nyawa para dubalang dari Negeri Sangga akan terancam bahkan akan tewas.

"Wahai utusan dari Negeri Sangga, pulanglah dengan selamat. Sampaikan kepada Sanggaraja, kain kebesaran adipati dari Indahrupo biar Raja Limpur Selatan Sendiri yang mengantarkan ke Negeri Sangga". Ucap Raja Limpur Selatan.

Dengan kekecewaan dan kekesalan dan dibalut oleh rasa takut karena tidak bisa menjaga Kain kebesaran Adipati sesuai dengan pesan Sanggaraja. Dengan berat hati mereka pulang ke Negeri Sangga dengan tangan hampa, hanya membawa beberapa makanan dan cendra mata dari kerajaan Indahrupo.

***

Sedangkan di Negeri Sangga Adipati Sanggaraja sudah tidak sabar menunggu kedatangan dubalangnya yang diutus ke Indahrupo, ia juga sudah tidak sabar untuk memakai kain kebesaran Raja tersebut, Karena kain tersebut hanya untuk pimpinan tertinggi. Semakin gagah dan berwibawa jika kain tersebut sampai kepadanya jauh-jauh dari kerajaan Indahrupo.

Lama menunggu, terlihatlah dubalangnya sampai ke Negeri Sangga dan langsung saja menghadap Sanggaraja. Terlihat senyuman di Wajah Sanggaraja, saat kedatangan Dubalangnya, namun pada wajah dubalangnya tidak ada sedikitpun wajah tersenyum, yang ada hanyalah wajah yang begitu murung.

"selamat datang dubalangku, ceritakan bagaimana perjalalan jauh kalian dari Indahrupo, serta letakkan terlebih dahulu kain kebesaran Raja di sebelah kananku". Ucap Sanggaraja penuh harap.

"Maafkan kami Adipati Sanggaraja ". Ucap dubalangnya sambil menundukkan kepalanya. "Kami tidak bisa membawa Kain Kebesaran Raja dengan selamat menuju Negeri Sangga".

"apa yang terjadi?...". Tanya Sanggaraja dengan nada suara yang sudah agak meninggi, senyum di wajahnya tadi tiba-tiba saja hilang dalam sekejap.

"empat helai kain kebesaran Raja sebenarnya sudah kami jaga dengan sangat baik, namun setiba kami  di Limpur Selatan, kami ditahan oleh Raja Limpur Selatan dan mengambil kain kebesaran Adipati tersebut, dengan maksud Raja Limpur Selatan nantinya yang akan mengantarkan ke Negeri Sangga". Ucap Dubalangnya dengan wajah yang Gugup.

Benar saja, mendengar cerita tersebut  Sanggaraja sangat marah besar, dan marahnya langsung memuncak. Tak pernah ia semarah itu, ia merasa diremehkan oleh Raja Limpur Selatan yang mempermainkan Kain Kebesarannya. Langsung saja ia mengangkat kerisnya dan berkata dengan nada yang begitu keras serta wajah yang begitu merah membuat orang disekelilingnya tertunduk tak karuan, begitulah marahnya Sanggaraja

"Kalau terlihat Jantung Pisang menghadap ke Arah Limpur Selatan akan aku tebas batangnya, dan jika aku dengar ayam berkokok menghadap Limpur Selatan akan aku pancung hidup-hidup". Ucap Sanggaraja saking marahnya telah memuncak, bahkan seekor ayam pun berkokok ke Arah Limpur Selatan akan ia pancung lehernya.

Tidak perlu berlama-lama, Sanggaraja mengumumkan Ancaman untuk perang dengan Limpur Selatan. Jika tidak ada balasan dari Limpur Selatan, maka Sanggaraja akan menuju Limpur Selatan dan menghancurkan kerajaan Limpur Selatan.

Mendengar kabar tersebut, Raja Limpur Selatan tertantang dan merasa diremehkan pula oleh Sanggaraja yang kekuasaannya baru sekecil ibu Jari. Merasa lebih besar sebagai Raja, Raja Limpur Selatan mengutuskan jenang yang 40 untuk berangkat ke Negeri Sangga.

"Wahai, Dubalangku..  Pergilah ke Negeri Sangga dengan senjata yang kita miliki. Tangkap Sanggaraja dalam keadaam Mati atau Hidup, setidaknya bawa kepalannya menuju Limpur Selatan, karena kita ini adalah kerajaan yang besar dan tidak bisa diremehkan". Ucap Raja Limpur Selatan kepada utusan perangnya.

Para utusan Raja Limpur Selatan pun berangkat ke Negeri Sangga dengan persenjataan yang lengkap berharap Sanggaraja dapat ditangkap dan dibawa ke Raja Limpur Selatan. Sesampai di Negeri Sangga saat mengadakan penangkapan oleh para utusan Raja Limpur Selatan, dengan kesaktiannya Sanggaraja berkelahi dengan seorang Diri ditemani dengan kerisnya hingga semua utusan Raja Limpur Selatan disapu bersih oleh Sanggaraja, dan sebagian mereka ada yang tewas dan tidak sedikit yang terluka.

Utusan yang terluka berhasil kembali ke Limpur Selatan dan memberitahukan Raja bahwa kesaktian Sanggaraja sangat luar biasa, sehingga banyak dari mereka yang tewas dalam aksi penangkapan tersebut.

Raja Limpur Selatan tidak mengalah begitu saja, masih banyak pasukan hebat yang ia miliki, hingga untuk serangan yang kedua ia mengutus lagi jenang yang 40 dari Limpur Selatan Sembilan Lurah, ini adalah dubalang terbaiknya dan besar kemungkinan Sanggaraja dapat ditangkap oleh utusannya.

Namun anehnya, utusan terbaik dan ternama dari Limpur Selatan Sembilan Lurah saat melakukan aksi penangkapan Sanggaraja, semuanya hilang tanpa kabar berita lagi semuanya terkubur di Negeri Sangga, betapa Saktinya Sanggaraja dan Kerisnya. Tidak ada yang mampu menangkapnya mengalahkan kekuatannya apalagi menangkapnya.

***

Malam telah tiba ditandai dengan terbenamnya matahari, suara kesunyian hadir dikala itu. Duduklah Sanggaraja bersama Istrinya, masih terbayang saja kejadian siang tadi saat ia menghabisi utusan perang dari Limpur Selatan. Tak ada sedikitpun goresan ditubuh Sanggaraja dan tak mengurangi sedikitpun kesaktian yang ia miliki.

"Suamiku, aku cemas dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini. Sepertinya Raja Limpur Selatan tidak akan diam saat dubalang-dubalang tewas terkubur disini". Ucap istrinya Ratu Bulan.

"jangan cemas istriku, kesaktianku tak akan berkurang dan tak ada yang bisa membunuhku selagi keris ini ada ditanganku, jika nanti datang lagi dubalang dari Limpur Selatan untuk menangkapku, tentu akan ku lenyapkan tanpa tersisa". Jawab Sanggaraja sambil memperlihatkan Kerisnya yang ia jaga baik-baik.

Ratu Bulan pun yakin akan kesaktian suaminya, ia percaya suaminya bisa menjaga diri dan memimpin negeri ini dengan baik dari serangan-serangan yang mungkin saja terjadi.

***

Disisi lain, Raja Limpur Selatan merasa kewalahan karena setiap utusan terbaiknya berangkat ke Negeri Sangga untuk menangkap Sanggaraja semuanya lenyap tanpa kabar berita. Sepertinya Sanggaraja tidak bisa disepelekan begitu saja, perlu adanya rapat kerajaan secara matang dan strategis untuk penangkapan Sanggaraja, Jika Raja Limpur Selatan tidak berhasil menangkap Sanggaraja tentu derajat dan nama Baiknya sebagai raja Limpur Selatan akan tercoreng.

Hari itu Raja Limpur Selatan mengadakan Rapat di kerajaan dengan dihadiri semua staf yang ada di kerajaan dan dubalang-dubalang terbaik dari Limpur Selatan yang masih tersisa. Raja Limpur Selatan memimpin rapat dengan serius perihal strategi penangkapan Sanggara jadi Negeri Sangga.

"siapa diantara kalian, yang bisa menangkap Sanggaraja yang selama ini sulit ditaklukkan?". Tanya Raja Limpur Selatan kepada seluruh hadirin ketika itu.

Salah seorang Ahli diplomat kerajaan yang memiliki sikap bijaksana menunjuk tangan dan ia juga seorang cendikiawan, kecerdikannya tidak diragukan lagi oleh kerajaan, dialah Pangeran Tanjung.

"Aku Wahai Raja, akulah yang bisa menangkap Sanggaraja". Ucap Pangeran Tanjung sambil menunjuk tangan dengan sikap yang meyakinkan.

"apakah engkau yakin wahai Pangeran Tanjung?". Tanya Raja kembali dengan tatapan penuh harapan.

"Yakin wahai Raja, tapi dengan dua syarat. Pertama berikan kepadaku Baju Kebesaran Kerajaan yang terbuat dari sutra dan bersulamkan benang emas sehingga silaulah mata bagi yang memandangnya dan kedua  beri aku beberapa dubalang-dubalang terbaik dan Kuat, sebab telah aku fikirkan jauh-jauh hari bahwa Sanggaraja dengan keris saktinya tidak mudah dilumpuhkan, orang sakti itu hanya bisa dilumpuhkan dengan tipuan muslihat". Ucap Pangeran Tanjung panjang lebar.

Kedua persyaratan dari Pangeran Tanjung dikabulkan oleh Raja Limpur Selatan yang terpenting bagaimana Sanggaraja bisa tertunduk lemah dihadapannya.

Setelah beberapa persiapan disiapkan, ia bungkus baju Kebesaran yang bersulam emas itu dengan sangat baik dan istimewa, berangkatlah Pangeran Tanjung beserta dubalang-dubalang yang kuat dari Limpur Selatan menuju ke Negeri Sangga. Melewati Hutan dan semak lebat, hingga sebelum tiba di Negeri Sangga Pangeran Tanjung berhenti di suatu bukit yang sangat lengang dan pergi menuju puncak untuk melakukan pertapaan dengan sangat menjiwai, dalam hatinya berkata: "Jika berhasil ia menangkap Sanggaraja nantinya nyerpihlah (terbelahlah) bukit ini". dengan kosentrasi yang kuat ia ulangi kata-kata tersebut dalam hati dan fikirannya, sehingga nyerpihlah bukit itu, sebagai tanda Pangeran Tanjung akan berhasil menangkap Sanggaraja.

Ia semakin sangat yakin, berangkatlah ia bersama dubalang-dubalangnya ke Negeri Sangga. Setibanya di Negeri Sangga Pangeran Tanjung mengutus beberapa dubalangnya untuk menghadap Sanggaraja,

"Berapa orang lagi yang akan tewas ditanganku?". Ucapnya kepada dubalang yang menghadap kepadanya.

"maaf tuan, kedatangan kami disini tidak ingin untuk mengangkat senjata, namun kedatangan kami adalah untuk berunding dan mendapatkan kata mufakat dari tuan, karena kami yakin tuan tak akan terkalahkan". Ucap Dubalang dari Limpur Selatan dengan penuh rayuan.

"jika kami datang tampak muka, dan kami akan kembali tampak punggung izinkan kami mempersembahkan Baju Kerajaan yang terbuat dari sutra dan bersulamkan kain emas, atas kesaktian tuan, kami akui tuan menjadi Raja yang dikenal sebagi Raja disegala penjuru". Ucap dubalang sambil menunjukan baju kerajaan Tersebut.

Mendengar kata dan pengakuan beberapa Dubalang tersebut berbesar hatilah Sanggaraja karena diakui menjadi Raja, siapa yang tak ingin menjadi Raja. Apalagi diakui oleh berbagai daerah.

Dengan wajah tersenyum bahagia, Sanggaraja mengambil Baju kebesaran tersebut dan menyorongkan ketubuhnya dan langsung dibantu oleh para Dubalang, saat mata SanggarajaTertutup oleh kain, maka Pangeran Tanjung memberikan isyarat kepada Dubalang untuk menangkap Sanggaraja. Apa hendak dikata, keris tiada di tangan, mata telah tertutup, ia diringkus oleh dubalang yang kuat itu dan dibawa secara cepat menuju tempat yang lengang untuk diikat dan dikroyok.

Dalam perjalan ke Limpur Selatan Sanggaraja disiksa penuh dendam dan diikat dibawah rakit melewati sungai, namun Sanggaraja tetap sehat-sehat saja. Setiba di Limpur Selatan betapa senangnya Raja Limpur Selatan melihat Sanggaraja disiksa dan dalam keadaan Hidup.

Di kerajaan Limpur Selatan Sanggaraja tidak pernah diberikan makan dan Minum, siksaan demi siksaan dikerahkan kepadnya, namun Sanggaraja tetap terlihat sehat-sehat saja. Hari demi hari selalu dipenuhi dengan siksaan kepada Sanggaraja, orang disana sangat membencinya lantaran telah banyak dubalang-dubalang dari kerajaan Limpur Selatan yang tewas olehnya. Hingga penderitaan tersebut telah memuncak, air matanya sesekali menetes teringat akan istrinya di Negeri Sangga, lama tak bertemu. Jika badan disiksa sanggup ia tahan namun rindu menusuk jiwa kemana kata hendak mengadu, badan diikat, keris sakti tak ditangan.

Akhirnya Sanggaraja merasakan tidak akan mungkin untuk kembali ke Negeri Sangga, setiap kali ia disiksa saat itu pula Rindu merasuki jiwanya. Ia pun meminta untuk menghadap Raja Limpur Selatan dan meminta satu permohonan.

"Wahai Raja Limpur Selatan, Penderitaanku telah memuncak... sebelum aku menghembuskan nafas terakhir, aku sangat Rindu masakan di Negeri Sangga, oleh karena itu izinkan aku mencicipi masakan istriku". Ucap Sanggaraja.

Raja Limpur Selatan pun mengabulkan permohonan Sanggaraja, ia pun memerintahkan beberapa utusan untuk pergi ke Negeri Sangga dan  menyampaikan pesan Sanggaraja kepada istrinya.

Betapa sedih Ratu Bulan istri Sanggaraja mendengar pesan dari suaminya, ia pun memasak lemang dan lepat, sambil memasak teringat ia saat bersama-sama dahulunya penuh cinta, tak terasa airmatanya menetes meluncur deras ke pipinya, orang yang dicinta tak kunjung datang bahkan disiksa di negeri orang.

"kilat cerminlah ke muka, kilat beliunglah ke kaki". Saat lemang telah masak, maka disisiplah keris sakti Sanggaraja yang tertinggal ke dalam lemang, setelah lepat masak disisipkan pula pisau rencong kedalam lepat, dan dibungkus secara baik agar tidak satupun yang mengetahuinya.

Dalam hati Ratu Bulan berkata, apapun yang terjadi semoga dikau kuasai keris saktimu, dan dikau bisa kembali pulang oh suamiku". Tetesan air matanya tak berhenti bahkan saat ia memberikan pesanan tersebut kepada utusan Limpur Selatan pun Ratu Bulan menampakkan raut kesedihannya.

Hanya ada dua kemungkinan, pertama jika Keris tersebut bisa sampai ketangan Sanggaraja, maka habislah Limpur Selatan Sembilan Lurah. Kedua, namun Jika keris itu dapat diketahui oleh Raja Limpur Selatan maka Sanggarajalah yang akan Habis. Sungguh berat kemungkinan yang akan terjadi.

Sesampainya di Limpur Selatan, dubalangnya memberikan kiriman tersebut ke Raja Limpur Selatan terlebih dahulu sebelum ke Sanggaraja. Oleh Raja Limpur Selatan merasa penasaran, makanan Negeri Sangga mana yang membuat Sanggaraja itu menyukainya bahkan di Akhir Ajalnya

Lemang di Belah, Lepat dibuka. Alangkah kagetnya Raja Limpur Selatan melihat isi lemang dan lepat terdapat Keris dan Pisau Rencong. Murkalah ia, amarahnya memuncak, rencana Ratu Bulan untuk menyelipkan Keris sakti untuk suaminya kuasai, gagal sudah diketahui oleh Raja Limpur Selatan.

"Pengawal, panggil Sanggaraja menghadap aku sekarang ini juga". Dengan nada yang begitu keras dan penuh amarah.

Maka dibawalah Sanggaraja untuk menghadap Raja, dan Raja menanyakan perihal ada Keris dan Pisau dalam lemang dan lepat itu.

"Sanggaraja, apa maksud engkau dengan keris ini, apakah engkau masih ingin memperlihatkan Kesaktianmu yang tidak ada apa-apanya kepadaku?. Tanya Raja Limpur Selatan sambil menunjuk-nunjuk kewajah Sanggaraja.

Sanggaraja tersenyum sedikit sambil berkata ke Raja Limpur Selatan.

"Selama ini aku disiksa dan ingin dibunuh tak ada yang mempan membuat aku sakit, maka keris itulah satu-satunya yang mempan membunuhku, Andai Keris itu ada ditanganku dan aku kuasai, maka Limpur Selatan Sembilan Lurah akan Aku selesaikan, dan sekarang aku relakan nyawaku". Ucap Sanggaraja yang tidak mau merendahkan martabatnya.

Dengan keris miliknya sendiri yang dapat membunuhnya, hingga keris tersebut menusuk ke dadanya menumbus ke jantungnya. Saat keris itu menembus dadanya, masih sempat ia berkata sebagai pesan terakhir kepada Raja Limpur Selatan, sambil memegang pangkal keris tersebut berkatalah ia:

"Jika suatu saat nanti ada salah seorang anak cucu keturunanku mandi diatas kuburanku, maka kekuatannya melebihi dari kekuatanku dan kesaktianya melebihi dari kesaktianku". Ucap Sanggaraja berlahan dengan mata yang mulai tertutup pertanda nyawa akan berpisah dengan badan.

Mendengar pesan terakhir dari Sanggaraja, bergetar tubuh Raja Limpur Selatan bagaikan sumpah dan dendam yang akan lahir nantinya, oleh karena itu maka disembunyikanlah kuburan Sanggaraja sampai nanti ada keturunan raja pun tidak akan diberitahu dimana Sanggaraja dikuburkan.

Hingga sampai sekarang kuburan Adipati Sanggaraja dari Negeri Sangga tidak pernah diketahui keberadaannya.

SELESAI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun