Dan saat itulah pertempuran benar-benar pecah.
Para penjaga Lembah Nirwana berteriak lantang sebelum menerjang, senjata mereka berkilat di bawah cahaya bulan. Pedang berbenturan, menimbulkan percikan api yang sesaat menerangi wajah-wajah yang dipenuhi keberanian dan ketegangan. Tombak menebas udara dengan desingan tajam, sementara jeritan dan raungan perang membelah malam.
Namun, pasukan Sura Langit bukanlah prajurit biasa. Mereka bertarung dengan disiplin mematikan, gerakan mereka cepat dan terlatih. Tidak ada keraguan dalam setiap tebasan dan tikaman mereka—mereka adalah pembunuh yang telah lama menempa diri dalam medan perang.
Di tengah kekacauan itu, Raksa mencengkeram tongkat kayunya erat-erat. Ia merasakan detak jantungnya berdenyut di telapak tangannya. Ia tahu—pertarungan ini bukan hanya soal dirinya. Ini adalah soal wasiat gurunya, soal sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Dengan tarikan napas panjang, ia melangkah maju. Matanya menyala dengan kobaran tekad yang tak tergoyahkan. Hari ini, ia tidak akan mundur.
🔙 Bagian Sebelumnya | 🔜 Bagian Selanjutnya...Bab 5: Tapak Naga Purnama
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI