Mohon tunggu...
Jaka Hendra Baittri
Jaka Hendra Baittri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

manusia yang sesekali menulis, membaca dan berdiskusi, hobi berjalan-jalan dan mendengarkan musik dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tinja dan Masa Depan

4 November 2013   23:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:35 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sekali waktu di taun 2012 lalu saya berkunjung ke kos seorang teman. Sedari pagi sampai malam kamarnya hidup televisi dan komputer terus menerus. Padahal kami sudah berapa kali keluar meninggalkan kamarnya. Ketika saya tanya apakah ia tidak merasa boros energi, jawabnya: Aku bayar kok!

Tanpa saya sodorkan data statistik tentang orang-orang yang seperti ini mungkin teman-teman setuju kalau orang seperti teman saya itu banyak jumlahnya. Mungkin ratusan atau bahkan ribuan. Dan jumlah yang sebanyak itu menghabiskan energi yang banyak pula.

Banyaknya energi yang tersedia dan uang yang cukup untuk menghabiskannya mendorong para penyedia energi dan pemikirnya utuk menemukan energi alternatif. Energi masa depan kata kuncinya. Energi yang bisa tak habis dan melanjutkan sifat, meminjam istilah dari Mahatma Gandhi, keserakahan manusia.

Untuk menghadapi manusia yang semakin serakah, maka diperlukan energi alternatif. Energi masa depan. Tapi bukankah sejak abad ke 19 James Prescott Joule memutuskan bahwa energi itu kekal?

Energi itu kekal. Tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Kemungkinannya adalah energi berubah dari bentuk satu ke bentuk lain. Seperti manusia makan dan membuangnya. Tinja.

Tinja

Tinja di beberapa tempat dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sumber energi biogas. Seperti misalnya di Pondok Pesantren Darul Qur'an di Wonosari, mereka mengadopsi ini dari Jerman. Teknologi ini mereka gunakan sejak tahun 2009 dan ini menghemat biaya untu energi yang biasa mereka gunakan, listrik dari PLN.

Mengolah tinja menjadi biogas juga dilakukan di Code, Yogyakarta. Pengolahan limbah ini melalui fase tampungan di kloset, lalu berpindah ke bak kontrol dan di proses di Degester, bak pengolahan yang lebih besar. Setelah itu menggunakan metode aerobi atau manipulasi tekanan udara, lalu dari proses tersebut tinja akan mengeluarkan biogas. Sisa tinja yang jadi lumpur dapat dimanfaatkan untuk pupuk.

Kotoran yang digunakan sebagai bahan untuk biogas bukan hanya dari manusia tetapi juga dari sapi atau hewan lainnya. Intinya adalah kotoran. Bahkan kotoran pun dapat menjadi sumber energi.

Bayangkan, tinja yang dikatakan Elias Canetti sebagai human cruelty atau bukti dari kekejaman manusia dapat menghidupi manusia. Dengan energi yang dihasilkan darinya tentu.

Energi Masa Depan

There is no substitute for energy. The whole edifice of modern society is built upon it ... It is not “just another commodity” but the precondition of all commodities, a basic factor equal with air, water, and earth, (E. F. Schumacher, 1973)


Kabarnya kurang dari 40 tahun lagi Indonesia bakal kehabisan cadangan energi seperti minyak bumi, batubara dan "energi tak terbaruan lainnya". Hal inilah yang kemudian menjadi kabar yang horor dan harus dicegah bersama meski pun terbentur pada ironisnya penghisapan energi yang ada di Indonesia.

Bagaimana tidak? kita disuruh untuk menghemat sementara yang kita hemat dihisap habis oleh pemilik modal yang katanya dari luar negeri. Ibaratnya kita punya minyak eropa yang lampunya hidup. Seperti memakai kacamata kuda, melihat di depan tapi sengaja nggak liat yang lewat kiri-kanan.

Akan susah lagi jika saya membahas hal yang seperti itu. Bakal banyak angka berseliweran. Jika ini dibiarkan terus maka kita bisa kehabisan energi yang sebenarnya hak kita. Kehabisan pra-syarat dari masa depan itu sendiri. Dan masa depan manusia hari ini sering dikait-kaitkan dengan sekolah, dalam artian formal.

Jikalaulah benar sekolah menentukan masa depan manusia banyak dan manusia yang dididik di dalamnya maka saya bersedia mengakui bahwa Sumber Daya Manusia bisa jadi adalah energi terakhir yang ada di alam semesta.

Melalui pendidikan dan cara-caranya, itu yang saya rasa bisa mengatasi energi masa depan.

Study Tour

Salah seorang teman saya yang juga blogger di Kompasiana sempat mengatakan ide yang sangat bagus, bahwa pendidikan sebaiknya di arahkan lebih pada rural oriented daripada pada perkembangan kota. Rural Oriented maksudnya disini adalah segala hal manfaat keilmuan digunakan untuk membangun pedesaan.

Orientasi membangun pedesaan ini saya masukan kemudian dalam paket Study Tour-- yang pada implementasinya lebih sering tur daripada study. Bentuknya tak banyak beda seperti Kuliah-Kerja Nyata (KKN).

Nah, melalui kuliah kerja nyata ini, baik sekolah menengah atau pun perguruan tinggi peserta didik benar-benar meninggalkan sesuatu yang bermanfaat untuk desa yang disinggahi. Jika selama ini hanya sekedar papan nama, atau plang nama jalan, selanjutnya lebih bagus bagaimana cara membuat atau mengelola sumber energi biogas yang sebelumnya saya sebutkan. Mungkin sumber energi lainnya.

Tapi tentu halangan yang dihadapi kemudian kebingungan masyarakat dan kebingungan peserta didik akan dana yang digunakan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Heru Nugroho, sosiolog UGM, teknologi seperti misalnya sumber tenaga surya baik itu solar cell, aki dan sebagainya masih dirasa mahal.

"Saya kira perlu ada kebijakan dari pemerintah untuk membuatnya jadi lebih murah," tambah Heru terkait mahalnya pembuatan teknologi energi alternatif.

Saya kemudian terpikir kemudian untuk setiap universitas bekerja sama dengan beberapa desa dan kemudian desa yang ada tersebut dijadikan percontohan desa hemat energi. Ya, desa hemat energi. Perlahan pemerintah dan universitas membantu pembangunan, masyaraat yang mampu juga diwajibkan untuk menyumbangkan pembangunan desanya. Sederhananya pemanfaatan toilet-toilet warga yang saya sebutkan diatas yang salurannya kemudian dialihkan pada pengolah sumber energi biogas.

Dengan begitu pra-syarat masa depan terpenuhi.  Karena jikalau peserta didik tidak diberikan bekal mampu membuat sumber energi dari tinja tersebut, apalagi yang bisa dilakukan ketika energi habis? Sedang manusia yang semakin hedon ini hanya bisa makan dan menghasilkan tinja.

sumber:

Kompas.com. http://sains.kompas.com/read/2009/11/01/20535377/biogas.kotoran.manusia.terus.dikembangkan

Tri Astuti.2009. Uniersalitas Tinja, dalam artikel Biogas: Potensi Energi ALternatif yang Belum Maksimal. Lembaga Pers Mahasiswa EKSPRESI, Universitas Negeri Yogyakarta; 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun