Mohon tunggu...
Jaja Mardiansyah
Jaja Mardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Seorang mahasiswa yang aktif diberbagai organisasi serta komunitas yang memiliki tujuan untuk menjadi seorang akademisi serta senanng mengamati keadaan sosial

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Benarkah Demokrasi Adalah Sistem Politik Terbaik? (Sebuah Opini)

19 Juli 2024   18:00 Diperbarui: 19 Juli 2024   18:00 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh banyak negara di dunia. Ia merupakan sebuah sistem dimana setiap orang diberikan kesempatan untuk menentukan siapa pemimpinnya. Definisi yang paling mudah di ingat mengenai demokrasi adalah definisi yang dikeluarkan oleh presiden Amerika Serikat ke-16, yaitu Abaraham Lincoln yang menyebutkan bahwa demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dalam sistem pemerintahan ini, suara rakyat adalah suara tuhan. Sehingga siapa pun yang berkeinginan untuk menjadi penguasa harus melewati proses kompetisi dan juri dari kompetisi tersebut adalah rakyat. Sistem kompetisi ini kita kenali dengan pemilihan umum.Sekilas sistem ini merupakan sistem yang paling ideal. Sistem yang paling dimungkinkan untuk mencapai kesejahteraan bagi banyak orang, atau setidaknya tak akan banyak yang menderita oleh sistem ini.

Namun, sistem ini memberikan konsekuensi yang tak terelakan. Konsekuensi tersebut adalah pemimpin yang dihasilkan dari setiap pemilihan adalah pemimpin yang paling mencerminkan kebanyakan rakyat. Artinya, bila rakyat di suatu negara penganut sistem ini mayoritasnya memiliki jiwa yang korup, minim akhlak, dan tak mampu menjalankan moralitas dengan baik, maka potensi pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang berkarakter demikian.

Selain tingkat moralitas yang dimiliki oleh pemilih, pendidikan, kondisi ekonomi, kecerdasan emosional berpengaruh besar terhadap pemimpin yang dihasilkan. Hal tersebut lantaran, kondisi yang disebutkan mempengaruhi cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seorang manusia.

Berdasarkan teori kebutuhan yang disebutkan oleh Abraham Maslow, kebutuhan dasar dari seorang manusia adalah kebutuhan fisiologi seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tidur, atau sering kita kenal dengan sandang, pangan dan papan. Selama kebutuhan ini tidak terpenuhi dengan baik, kecil potensi seorang manusia untuk mengambil keputusan dengan baik. Karena pada dasarnya, berusaha untuk bertahan hidup adalah kemampuan dasar dari manusia, tak jarang pula yang dipikirkan adalah bagaimana memperlambat kematian mereka, sehingga apa yang menjadi pikiran mereka adalah bagaimana untuk masa sekarang, bukan selama lima tahun kedepan.

Kondisi diatas bila terjadi pada suatu negara, maka cara termudah untuk memenangkan sebuah kompetisi adalah dengan membantu memenuhi kebutuhan dasar mereka, beri mereka kepuasan instan, dan tak perlu menjanjikan banyak hal kepada meraka, karena yang mereka butuhkan adalah pemenuhan kebutuhan saat ini. Sehingga, suara mereka akan dijual murah, tidak lagi untuk program lima tahun, melainkan hanya untuk satu atau dua hari.

Ini adalah fakta yang mesti disadari oleh semua orang yang bernegara di sebuah negara penganut demokrasi. Ia mampu melahirkan pemimpin yang korup, pemimpin yang berusaha memenuhi kepentingan sendiri dan kelompoknya, serta pemimpin yang akan membangun dinasti dalam keluarganya sendiri.

Loh, kenapa seperti itu? Bukankah demokrasi memberi batasan kepada para penguasa dengan memberikan batas waktu kekuasaan?

Iyah, memang benar demikian. Namun, apa yang terjadi pada rakyat yang telah dibeli suaranya oleh pemimpin yang terpilih? Apakah kelak kemudian akan dimakmurkan oleh pilihannya, sehingga ia bisa keluar dari jerat kemiskinan? Apakah kelak kemudian ia akan dicerdaskan sehingga mampu memilih dengan rasional? Apakah moralitasnya akan meningkat ditengah-tengah pertunjukan immoral yang dilakukan oleh petingginya?

Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis ingin mengutip adagium dari Lord Acton yang berbunyi "power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)."

Adagium itu menjelaskan bahwa seorang penguasa, secara naluriah nafsunya adalah berupaya untuk mempertahankan nafsunya. Bagi orang yang tak bermoral, tak ada yang namanya batasan, sehingga cara apapun akan dilakukan untuk mengupayakan agar kepentingannya dapat tercapai. Sehingga jawaban dari pertanyaan di atas adalah "TIDAK".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun