Mohon tunggu...
Jaja Mardiansyah
Jaja Mardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Seorang mahasiswa yang aktif diberbagai organisasi serta komunitas yang memiliki tujuan untuk menjadi seorang akademisi serta senanng mengamati keadaan sosial

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Terlalu Keras dengan Diri Sendiri karena Tuntutan Mencapai Kesuksesan dan Menaikan Kelas Keluarga, Wajib Baca Ini

9 Maret 2024   10:36 Diperbarui: 9 Maret 2024   10:39 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Let's me to tell you something...

Kehidupan ini unik, sejak kecil kita di ajarkan bahwa kita mempunyai kesetaraan dengan orang-orang di sekitar kita. Hal ini tertanam kuat di benak kita. Hingga akhirnya menganggap bahwa kita bisa seperti mereka. Tak heran, bila quotes "Jika mereka bisa, maka kita juga pasti bisa" menjadi quotes andalan para motivator.

Sekarang, izinkan saya untuk membangunkanmu. Mari kita lihat realita yang terjadi. Kesampingkan semboyan sukses yang tertanam kuat dibenak kita. Kesampingkan ucapan motivator yang membuat kita bersemangat. Kesampingkan pula bayangan indah di masa depan yang selalu kita bayangkan setiap hari.

Manusia pada hakikatnya memang dilahirkan dalam keadaan yang sama. Ia diberikan potensi oleh sang maha kuasa untuk menjadi apapun yang ia mau. Hal ini yang kita pahami bersama, mengenai cara kita memandang semua manusia. Tapi, bukankah stunting menjadi faktor penghambat pertumbuhan daya kembang anak? Bukankah tidak jarang anak depresi dan terkena gangguan mental karena pola asuh orang tua? Bukankah lingkungan mempengaruhi kualitas seorang manusia? Bukankah akses pedesaan dan perkotaan sangat jauh berbeda?, baik akses pendidikan berkualitas, kesempatan emas, hingga akses lainnya yang menunjang kesuksesan seorang manusia. Rasanya, riset yang terjadi di lapangan justru menunjukkan bahwa kita tak sesetara itu.

Bagaimana mungkin, seorang anak yang lahir dari keluarga miskin, dengan makanan yang kekurangan gizi bisa setara dengan anak yang secara gizi semua serba terpenuhi. Bagaimana mungkin, seorang anak yang lahir dari keluarga yang paham akan pola asuh, setara dengan anak yang lahir dari orang tua yang bahkan tak pernah mengerti bagaimana pola asuh yang baik. Bagaimana mungkin, seorang anak yang lahir di lingkungan supportif dengan mindset yang tepat, setara dengan anak yang lahir dari lingkungan toxic.

Lalu, setelah dewasa anak itu di suguhkan dengan quotes "Jika kamu terlahir miskin, maka itu bukan salahmu, tapi sebaliknya, jika kamu miskin maka barulah itu salahmu". Tak heran bila banyak anak muda depresi akan tekanan ini.

Dengan persaingan yang tidak setara ini, apakah wajar orang yang kaya menghina orang yang miskin, dan mengatakan bahwa seolah-olah penyebab dia miskin adalah malas. Rasanya tidak jarang, saya melihat orang yang rajin, tapi tetap gagal mengangkat kelas keluargaya.

Lalu, apa tujuan tulisan ini dibuat? Tak lain dan tak bukan untuk kita berpikir serealistis mungkin. Tak selamanya apa yang terjadi pada kita adalah karena kesalahan diri kita sendiri. Ada masanya dimana itu merupakan penyebab dari sesuatu yang tak dapat kita kendalikan dan memang bukan pilihan kita. Sehingga, kita bisa berhenti untuk terus-menerus menyalahkan diri sendiri akan kegagalan yang menimpa.

Tak salah dengan kita menentukan impian setinggi mungkin, tak salah pula kita berharap bisa mengangkat kelas ekonomi keluarga kita. Justru memang itulah hal yang mesti dilakukan. Namun, jika target dan impian tersebut tidak bisa kita dapatkan, jangan pernah menjadikannya sebagai alasan untuk menyalahkan diri, dan memutuskan untuk mengakhiri hidup.

Menyadari fenomena yang terjadi membuat kita menjadi manusia yang lebih bijaksana. Tak mudah untuk memberikan penilaian negatif mengenai setiap perilaku orang lain adalah sifat yang sulit di temukan akhir-akhir ini. Menjudge menjadi hal yang mudah dilakukan oleh orang-orang akhir ini. Padahal mestinya kita sadar, bahwa apa yang menimpa kita atau mereka, sistem dunia saat ini punya andil besar di dalamnya. Sehingga tak sepantasnya untuk kita menyalahkan sesama manusia, terlebih manusia yang satu kelas dengan kita.

Tapi jangan pula setelah membaca ini akhirnya tak ada gairah untuk mengejar cita-cita. Menjadikan penjelasan dalam artikel ini sebagai pembenaran dan alasan untuk bermalas-malasan dan tidak mengejar impian. Berperilaku permisif atas setiap keburukan yang terjadi. 

Akan tetapi tetaplah lakukan apa yang bisa dilakukan, perbaiki apa yang bisa di perbaiki. Agar setidaknya, ketika kita gagal mengangkat kelas ekonomi keluarga kita. Anak-anak kita, tidak memulainya dari nol seperti kita. 

Bahkan sekiranya para pembaca yang budiman tetap memutuskan untuk keras memperjuangkan impiannya, keras kepada dirimu sendiri, saya persilahkan itu. Memang hanya itu satu-satunya cara agar kita bisa naik kelas. Tapi saran saya, perhatikan bagaimana dirimu. Karena selain berusaha untuk mencapai kesuksesan, tugas lain manusia adalah berusaha pula memastikan bahwa dirinya bisa ikut serta menikmati kesuksesan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun