“ Membantumu?”
“Ya! Aku adalah malaikat yang berdosa…. Aku pernah berada di bumi untuk mengawasi tingkah laku manusia. Berada di antara manusia membuatku memiliki hasrat, dan hasrat itu sendiri adalah dosa. Aku dihukum untuk mengalahkan raja iblis yang bertahta di antara awan-awan gelap. Aku bertarung dengannya. Ia mengacaukan awan-awan dan petir untuk menyerangku. Aku terluka jatuh ke bumi dan kau menemukanku. Hati ikhlasmulah yang menyembuhkan lukaku dan mengembalikan aku ke langit. Sekarang bumimu dalam bahaya karena raja iblis menurunkan hawa jahatnya. Tempatmu bekerja adalah sasarannya karena memang tempat itu dulunya adalah tempat roh-roh penasaran dan jiwa-jiwa yang tidak diterima. Perlu kau ketahui, separuh dari orang-orang di kantormu adalah jiwa-jiwa sesat yang tersedot oleh kekuatan jahat tempat itu. Sesungguhnya tempatmu bekerja itu berdiri di atas kerajaan iblis.”
“Kerajaan iblis?”
“Ya, kerajaan itu sudah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu.”
“Lalu apa yang harus aku lakukan?”
“Tugasmu adalah menyadarkan manusianya, biar aku yang menghadapi raja iblis.”
“Tapi, aku bisa apa?”
“Ini adalah tugas mulia. Kau jangan khawatir. Saat kau mengalami kesulitan akan ada orang yang membantu-mu. Mungkin saat ini orang itu belum bisa kau temui tapi kehadirannya bisa kau rasakan. Kau bisa cerita apa saja padanya dan yang harus kau lakukan hanya menjalankan pekerjaanmu sepenuh hati. Ikuti saja hatimu maka kau sudah membantuku. Sekarang kembalilah. Sebelum mereka mengubur ragamu.” Selesai bicara, makhluk itu menghilang dan bersamaan dengan itu aku pun tak tahu aku berada di dunia mana. Yang kurasa hanya ringan seperti melayang sebelum akhirnya aku merasakan rasa nyeri di lenganku. Dan begitu mataku terbuka, ada infus di lengan kiriku.
Pelan–pelan kuamati seseorang di sampingku. Sesosok tinggi besar yang sudah cukup aku kenal. Pak Edward, redakturku, ia menjagaku di sini, pikirku. Tetapi begitu kuperhatikan dengan seksama dari atas ke bawah, di tangannya tergenggam sesuatu. Sebuah pisau tajam, sementara tangannya yang lain menggenggam selang infusku. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Tak bisa dipercaya. Dia menarik-narik selang infusku. Entahlah ia mau memotong selang infusku atau mungkin nadiku. Aku ingin teriak tapi entah kenapa mulutku tak bisa mengeluarkan suara. Tak berdaya. Oh, Tuhan tolonglah...handphone di saku celanaku berbunyi mengagetkan Pak Edward hingga pisau di tangannya jatuh. Terdengar langkah suster dari luar yang kemudian masuk.
“Ada apa, Pak? “ Tanya suster itu pada pak Edward.
“Nggak ada apa-apa, hanya pisau jatuh.” Jawab pak Edward tenang sambil memegang buah dan mengupaskannya untukku. (JB) Bersambung