Mungkin PakSusastio punya hak untuk membentakku, mencaci maki aku atau memukulku dengan tangan atau menendang mukaku dengan kakinya yang Rapuh.dan saat ia bicara akuharus mencatat baik-baik di kepalaku.Agar aku tidak salah menjawab ataubertindak.
“Syan, kaudengar aku.” Kali ini suaranya terdengar agak lembut.
“Iya, Pak.” PakSusastio menatapku dengan matanya yang menakutkan.
“Kudengar kaumau pulang?”. Aku belum menjawab pertanyaannya kudongakkan sedikit wajahku ,dan mataku bisa menagkap wajah laki-lakiTua di depanku itu.wajah itu seperti monster yang menakutkan, dan aku mulai menduga -duga dan berpikir, jika kujawab ia aku akan pulang apa yang akan dilakukan bapak angkatku pada anak yang tidak memuaskan hatinya,marah-marah dan memukul kepalaku. Itu sudah biasa ia lakukan padaku.tapi inimasalah serius.
“Iya, Pak Syanharus pulang …”
“Kenapa kamu maupulang, apa karena aku sudah jahat padamu”.
“Bukan, Pak.Eh..”
“Lalu kenapa kamu mau pulang, jawab jujur“. Aku gelagapan, tidak tahu apa yang akan akukatakan pada mantan pejabat itu jika aku katakan jujur, sebenarnya aku tidak tahan dengan siksaaanya.
“Hai anak dunguberapa kali aku harus mengulang pertanyaanku”. Pak Susastio mulai naik darah.
“Ibuku kemaren telepon dan memintaku pulang, Pak”.
“Apa kau tidakbisa katakan pada Ibumu kalau kau sekolah di sini.”