galkan rumah besar itu tanpa sarapan. Ah nanti aku bisa makan di luarpikirku. Tak seperti apa yang aku pikirkan Bapak angkatku sudah menungguku diteras.
“Syan, ikutBapak” ucapnya
“Tapi, bukankah aku harus sekolah, Pak?”
“Ikut Bapak“,tegasnya. Tanpa banyak bicara aku segera naik ke mobil mengikuti kemana Bapak angkatku pergi, padahal mestinya aku harus sekolah.
“Kemana Pak?” tanyaku.
“Diam, kamu ikutsaja”, mobil itu melaju tenang menyusuri jalanan kota.
Pagi matahari baru saja menampakkan sinarnyayang hangat. Ketika aku ketakutan di dalam mobil dalam kekuasaan Bapak angkatku, aku berharap jalanan tidak macet. Aku berharap Bapak angkatku tidak stress waktu berada di dalam mobil. Aku berharap dan sangat berharap. Karenakalau itu terjadi akibatnya bisa sangat fatal. Aku berusaha menjaga sikap untuktidak membuat kesalahan atau membuat Bapak angkatku stress. Kalau itu terjadibisa saja mobil yang kami tumpangi bisa ditabrakkan. Aku hanya diam. Diam karena hanya itulah yang bisa aku lakukan.
“Syan,“ ucapnya,tanpa menoleh kepadaku.
“Iya, Pak”.
“Apa saja yangkau pelajari di sekolah?”
Aneh memang,terkadang bapak angkatku menanyakan hal-hal yang diluar dugaan dan aku harus bisa menjawabnya dengan tepat dan akurat setiap pertanyaannya. Kalau tidak dia bisa menghujatku habis-habisan. Dan aku tahu bagaimana menghadapinya, jika tidak ditanya, diam adalah cara yang paling tepat untuk menghadapi orang seperti Bapak angkatku.Namun kali ini aku harus menjawab pertanyaannya.