Mohon tunggu...
Jagarin Pane
Jagarin Pane Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Serial Alutsista (1): Mendambakan Postur TNI AU yang Kuat dan Disegani

29 Oktober 2010   07:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:00 4655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_17112" align="alignleft" width="300" caption="Alutsista/tni-au.mil.id"][/caption]

TNI AU adalah salah satu kekuatan pengawal republik yang kondisi alutsistanya paling memprihatinkan. Saat ini kekuatan itu hanya ditopang dengan alat pukul gebuk kasur yaitu 7 Sukhoi, 10 F16, 12F5E dan 36 Hawk100/200. Itu jumlahnya, belum yang siap terbang dan siaga tempur, paling setengah dari jumlah itu. Bagaimana mungkin ruang udara NKRI yang sebesar benua Eropa ini hanya dikawal oleh alutsista secuil itu. Belum lagi jumlah pesawat angkut yang minim, helikopter tempur yang seadanya, rudal pertahanan udara yang gak nendang , jumlah radar yang belum mengcover seluruh wilayah udara dan pesawat intai strategis/taktis yang hitungan jari jumlahnya.

Sebagai anak bangsa yang mendambakan adanya peningkatan kekuatan pengawal ruang udara NKRI, kita sangat mengharapkan agar pemerintahan yang dipimpin oleh seorang jendral cerdas Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden terpilih 2009 -2014 dapat mengambil langkah-langkah strategis yang pasti, lugas dan terang untuk mewujudkan postur kekuatan Angkatan Udara dan Angkatan lainnya yang kuat, dan disegani, setidaknya dalam program lima tahun kedepan. Ini penting karena selama lima tahun terakhir ini modernisasi alutsista berjalan tersendat, contohnya target melengkapi 4 Sukhoi menjadi 1 skuadron (16 pesawat) hanya direalisasi 10 buah, dan yang 3 juga belum nongol. Jadi dalam lima tahun hanya tambah 3 saja, kebangetan tenan, rek.

Untuk TNI Angkatan Udara, kekuatan minimum yang harus diupayakan ada, adalah melengkapi satuan pemukulnya dengan 3 Skuadron Sukhoi (48 unit), 3 Skuadron F16 (48 unit), 2 Skuadron Hawk 100/200 (40 unit) dan 1 skuadron Super Tucano (16 unit). Skuadron F5E dan Hawk Mk53 dipensiun dan dilebur pada skuadron F16. Sangat diharapkan kekuatan pemukul pengawal dirgantara ini sudah harus ada pada tahun 2014 dengan skenario persebaran skuadron merata di pulau-pulau besar NKRI, yaitu :

  • 1 Skuadron Sukhoi (16 pesawat) di Madiun

  • 1 Skuadron Sukhoi (16 pesawat) di Makassar

  • 1 Skuadron Sukhoi (16 pesawat) di Pangkal Pinang

  • 1 Skuadron F16 (16 pesawat) di Madiun

  • 1 Skuadron Super Tucano (16 pesawat) di Malang

  • 1 Flight F16 (6 pesawat) di Kupang

  • 1 Flight F16 (6 pesawat) di Tarakan

  • 1 Flight F16 (6 pesawat) di Medan

  • 1 Flight F16 (6 pesawat) di Timika

  • 1 Flight F16 (6 pesawat) di Manado

  • 1 Flight F16 (6 pesawat) di Pontianak

  • 1 Filght Hawk 200 (8 pesawat) di Pekanbaru

  • 1 Filght Hawk 200 (8 pesawat) di Pontianak

  • 1 Flight Hawk 100 (8 pesawat) di Yogya

  • 1 Flight Hawk 200 (6 pesawat) di Tarakan

  • 1 Flight Hawk 200 (6 pesawat) di Jayapura

  • 1 Flight Hawk 200 (4 pesawat) di Kupang

Mengapa harus dilakukan persebaran sedemikian rupa. Dari sisi pertahanan keamanan hal ini membuat pihak lawan berhitung cermat ketika akan melakukan serangan pre emptive karena lokasi pangkalan udara berserakan di berbagai titik. Demikian juga dari sisi cost operasional lebih menghemat karena patroli udara dilakukan sesuai titik pangkalan dan kawasan border di wilayahnya. Jadi tidak perlu melakukan pergeseran pesawat untuk sebuah operasi misalnya kecuali jika ada latihan gabungan berskala besar.

Penempatan 1 skuadron Sukhoi di Pangkal Pinang ditujukan untuk memberikan ruang perlindungan bagi Jakarta manakala ada serangan udara dari wilayah Barat Laut NKRI. Disamping itu ruang jelajah tempur Sukhoi akan mampu menjangkau Sabang dan Natuna pulang pergi jika ada yang berani mengganggu kedaulatan udara RI. Kekuatan Skuadron ini juga menjadi pelapis utama bagi pesawat tempur F16 yang ada di Medan dan Pontianak dan payung sinergi tempur dan patroli bagi Hawk200 di Pekanbaru dan Pontianak serta bertanggung jawab menjaga kedaulatan udara Sumatra dan Kalimantan Barat.

Tarakan sebagai pangkalan utama yang baru akan diisi dengan 6 F16 dan 6 Hawk200 untuk mengawal wilayah sengketa paling panas dengan Malaysia di Ambalat. Dua jenis pesawat tempur ini akan dilapis dengan 1 Skuadron Sukhoi di Makassar yang mampu mengawal Kalimantan Timur sampai Sebatik, kemudian Manado, Ambon dan Jayapura. Prediksi untuk titik panas ini akan bisa berubah dinamis setiap saat dengan peningkatan kekuatan berskala besar manakala ada ancaman menuju perang terbuka.

Bagaimana dengan Jawa. Sebagai jantung pertahanan Indonesia kawasan ini dikawal 1 Skuadron Sukhoi, 1 Skuadron F16 dan 1 Skuadron Super Tucano. Khusus untuk Super Tucano bisa dilakukan pergeseran pangkalan karena fungsi pesawat ini adalah sebagai pesawat tempur yang mampu mengobrak abrik sarang gerilya separatis seperti yang ditunjukkan Bronco di Aceh dan Timor Timur. Sementara 8 hawk100 di Yogya fungsi utamanya adalah untuk pendidikan pilot tempur, bersama jenis pesawat latih lainnya.

Kekuatan dan persebaran satuan pemukul ini juga diimbangi dengan dukungan alutsista lain seperti peningkatan kekuatan pasukan khas TNI AU di seluruh pangkalan yang menjadi home base pesawat tempur serta rudal dan artileri anti serangan udara yang modern dan berkualitas. Dukungan lain adalah skuadron pengintai strategis dan taktis, sejumlah radar berkualitas OTH, skuadron angkut berat Hercules, skuadron angkut ringan/sedang CN235, N250. Diharapkan satelit militer sudah bisa diluncurkan oleh Lapan tahun 2012 bersamaan dengan produksi rudal berjarak jangkau 300 Km.

Perkembangan kawasan yang begitu dinamis memungkinkan terjadinya pergesekan dan konflik teritrorial. Lihat saja tingkah arogansi Malaysia yang merasa diri sudah kuat dan kaya sehingga selalu melecehkan hampir seluruh dimensi kehormatan NKRI. Dimata rakyat Indonesia arogansi jiran sebelah itu sudah pada tahap stadium tiga, sulit disembuhkan dan memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya, kalau tidak ingin disebut tiada maaf bagimu Pakcik. Dengan kondisi ini bisa saja sewaktu-waktu terjadi insiden yang tidak diinginkan misalnya terjadi sweeping massal terhadap warga Malaysia di Indonesia atau sebaliknya yang bisa menghancurkan tatanan kehidupan bertetangga.

Tentu saja pilihan paling obyektif adalah mengembalikan nilai dan harga diri bangsa, salah satunya dengan memperkuat postur pengawal republik TNI yang kuat dan disegani. Kekuatan militer diniscayakan menjadi bargaining power utama bagi dinamika diplomasi Indonesia. Ingat sejarah Trikora dalam pembebasan Irian Barat, kekuatan militer Indonesia adalah faktor utama Belanda mau menyerahkan provinsi paling timur itu secara diplomasi melalui PBB. Waktu itu Indonesia memiliki kekuatan Angkatan Udara dan Laut yang terkuat di belahan Asia Selatan, belum lagi semangat tempurnya. Ingat penerjunan pasukan / sukarelawan yang langsung ke kamp militer Belanda di sebuah tempat di Papua yang membuat tentara Belanda panik, atau heroiknya KRI Macan Tutul dibawah komando Yos Sudarso dengan pekik: kobarkan semangat pertempuran.

Presiden SBY adalah seorang yang tahu persis tentang strategi hankam dan anatominya. Dukungan dari DPR juga sangat diharapkan sehingga proses pengadaan alutsista berjalan terukur, terpenuhi dan berkualitas. Selama ini masalah anggaran selalu dijadikan alasan klise yang menjadikan semua program pengadaan alutsista menjadi terkendala dan jalan ditempat. Sejatinya banyak rakyat yang cinta tanah air ini mendambakan postur kekuatan TNI yang kuat dan disegani. Untuk mengukur itu bisa dilakukan survey oleh lembaga indpenden dan hasilnya disampaikan kepada pemerintah. Kita meyakini ada sekitar 80% rakyat Indonesia yang mendukung peningkatan kekuatan TNI. Nah, kalau mayoritas rakyat sudah mendambakan perkuatan TNI, logikanya tidak ada lagi untuk bicara kendala anggaran dalam pengadaan alutsista. Atau memang ada skenario asing yang menekan Pemerintah agar TNI tidak boleh kuat, tidak boleh besar, tidak boleh digdaya karena pengalaman Trikora dan Dwikora masa lalu ?

*****

Jagpan / 20 Oktober 2009

(Penulis adalah pemerhati Alutsista)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun