Konsekuensi ini juga yang membuat saya jadi memendam sejenak cita-cita yang sudah kurintis sejak kuliah. Status sebagai perantau dan kebutuhan ekonomi menjelang kelahiran buah hati membuatku beralih perhatian. Dengan bekal gelar SPd, diiringi lagu sarjana mundanya Iwan Fals melamar dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Hasilnya banyak ditolaknya hahaha.
Namun akhirnya ada satu perusahaan yang khilaf mau menerimaku dengan konsekuensi pergi pagi pulang petang penghasilan pas-pasan. Pas butuh duit, pas ada yang mau ngutangi. Itulah hidup, ingin jadi guru, kerja dulu jadi buruh, kuliah keguruan, kembali lagi jadi buruh. Mbulet. Namun suatu hari nanti saya masih berharap bisa mengajar, seandainya ada sekolah yang khilaf mau menerima. hehehe
Terakhir, ketika buruh dibayar rendah itu dianggap perbudakan, namun ketika guru dibayar rendah itu merupakan bagian dari pengabdian. Setidaknya ketika mengajarkan materi nasionalisme “Jangan tanya apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyalah apa yang telah kau berikan kepada negara” bukan hanya jargon omong doank, tapi karena mereka telah melakukannya.
Selamat Hari Guru, dari seorang GURU (waGU tur saRU)
*Sorry telat, semoga nggak hamil*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H