Mohon tunggu...
Jagat Alit
Jagat Alit Mohon Tunggu... Novelis - Konten Kreator

Mantan Super Hero. Sekarang, Pangsiun. Semoga Berkah Amin

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

SB-10. Anak Buah Siluman Ular

12 Desember 2023   07:14 Diperbarui: 12 Desember 2023   07:18 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang terus merangkak ke titik tertinggi yang semula bergelimang cahaya sinar matahari tiba-tiba seperti lampu dian yang kehilangan minyak, meredup, dan bergoyang ditiup angin menjadi kelabu. 

Angin bertiup dingin, dan di langit yang semula biru seketika diselimuti mendung.

Kejadian yang tiba-tiba ini dikarenakan Galih Sukma merapal ajian Tangan Beracun dan Radar Sukma. Dua ajian untuk memusnahkan racun sekaligus memindai keberadaan makhluk halus yang bersinergi mengirimkan penyakit.

Bik Surti melihat perubahan kedua belah tangan Galih Sukma yang menyebabkan udara menjadi dingin dan muncul cahaya biru keemasan semakin dalam berdoa, berharap kesembuhan anaknya. Berdoa dan berserah sehingga matanya yang sudah sembab kembali berurai air mata.

Ki Masto dan penghuni kampung lain yang berada di dalam kamar Parjo, hanya diam takjub melihat perubahan itu. Dengan hati berdebar, mereka juga memohon kepada Tuhan, agar Galih Sukma berhasil menyelamatkan Parjo. Siapa tahu, Parjolah yang menjadi korban terakhir teror Siluman Ular.

"Hiaaaa... Tuk... Tuk... Tuk!"

"Tolong, Ki Masto nyalakan dupa wanginya." pinta Galih Sukma ramah.

Galih Sukma mulai usaha menyelamatkan Parjo. Kedua tangannya yang berisi tenaga dalam bergantian menotok ujung syaraf di tubuh Parjo. Ada saatnya mengusap bagian tubuh tertentu, sesekali menekan dan menyalurkan tenaga dalam. Akibatnya warna biru keemasan itu perlahan menjalar ke atas permukaan tubuh Parjo.

Selama terjadi semua peristiwa itu, Parjo hanya bisa mengeliat menahan semua rasa sakit yang dideritanya. Dia tidak bisa berteriak karena Galuh Sukma yang teliti telah menotok syaraf bicaranya.

Tenaga dalam beracun yang dingin bergantian dengan tenaga dalam panas dilepas oleh Galih Sukma.

Muncul uap tipis yang membuat Parjo kedinginan, kemudian berganti muncul keringat sebesar-besar jagung  di kening dan seluruh tubuhnya. 

Ada proses melapisi, kemudian membakar dan akhirnya mengelupaskan semua bakal sisik yang hangus kering dan kemudian runtuh menjadi serpihan yang berbau amis terbakar.

Untung saja dupa wangi sudah terbakar maksimal sehingga bau amis segera hilang disapu bersih.

Yang menjadi uap hitam kemudian bergulung tipis mengambang.

Melihat semua penderitaan anaknya Bik Surti hampir jatuh pingsan. Namun mati-matian dia menguatkan hatinya dan terus berdoa lebih khusyuk.

Ki Masto yang prihatin melihat keadaan ibu dan anak itu, hanya bisa menyentuh pundak Bik Surti untuk memberikan dukungan moril saja.

Uap itu hitam itu berubah semakin tebal dan membentuk sosok aneh mengeliat panjang dan mempunyai sepasang mata merah menyala, mengeluarkan desis.

"Hiaaaat... dari tiada kembali ke tiada. Pulanglah kepada majikanmu," bentak Galih Sukma mengagetkan semua yang hadir di sana. Tidak terkecuali Bik Surti karena terkejut sampai jatuh tersungkur ke arah kolong tempat tidur.

Susah payah Ki Masto sigap menariknya duduk kembali di kursi kecil yang semula didudukinya.

Sepasang matanya terbelalak melihat makhluk jejadian seperti seekor ular raksasa yang siap memangsa Galih Sukma yang memutar kedua tangannya membuat pertahanan dan kemudian menghentakkan ke depan melakukan penyerangan.

"Duaaarrr.... Sssssssss!"

Cahaya putih cemerlang keluar dari kedua tangan Galih Sukma yang melepas ajian Tangan Geledek. Membuat sosok asap berbentuk ular itu pecah berantakan dan berdesis.

Sebentar asap hitam itu berserakan kemudian dengan cepat berkumpul kembali, berbalik dan melesat menghilang menerobos genteng di atas kamar.

"BRAAAKKK... Hoooekk!"

Bersamaan dengan lenyapnya asap itu, Parjo sadar terlonjak bangun dan memuntahkan darah hitam dari mulutnya ke atas tanah.

"Syukurlah, Puji Tuhan. Terima kasih," seru Galih Sukma lega.

Dengan cepat, bekas luka hilang. Wajah dan tubuhnya yang biru kehitaman berangsur hilang, kembali normal.

"Terima kasih, Tuhan," teriak Bik Surti menubruk dan memeluk anaknya dan dengan cepat membersihkan bekas racun hitam dari mulut dengan penuh kasih sayang.

Terjadi peristiwa yang mengharukan sekaligus menggembirakan.

Ki Masto dan semua penghuni kampung menjadi lega.

Di luar rumah, langit di angkasa kembali membiru cerah dan kehangatan sinar matahari siang, muncul kembali.

*

"Terima kasih, Galih Sukma. Kamu Sang Penolong yang dikirim Tuhan untuk kami," kata Ki Masto dengan penuh kesyukuran. Melihat Parjo sudah bisa bangun dan kini mereka semua berada di ruang tamu.

"Ah... Tidak perlu terima kasih segala. Ini, sudah menjadi kewajibanku, Ki Masto. Aku akan melakukan apa saja yang aku bisa," sahut Galih Sukma merendah.

Meski Galih Sukma menolak ucapan terima kasih akan tetapi di dalam hati mereka yang hadir telah tertanam bahwa Galih Sukma adalah Sang Penyelamat.

Belum lama mereka lega dan bergembira hatinya, Galih Sukma kembali berkata:"Tapi, ini belum selesai Ki Masto. Benar, kata almarhum Ki Rungkat. Penyakit ini dikirimkan orang yang sakit hati untuk membalas dendam."

Mendengar ucapan Galih Sukma, semua yang mendengar menjadi pucat dan ketakutan.

Tidak tega, Galih Sukma melihat hal itu.

"Tenang... Tenang. Jangan takut," lanjut Galih Sukma menenangkan dan menetralisir suasana.

Galih Sukma berpaling ke arah Ki Masto yang duduk di sebelah kirinya.

"Ki Masto, antarkan aku ke rumah Kepala Kampung Karakas! Sepertinya firasatku ada sesuatu yang besar terjadi di sana," pinta Galih Sukma lagi.

"Dan, satu lagi. Jika nanti hitunganku benar. Ki Masto akan mengirim orang kemari untuk mengajak kalian semua pergi ke rumah Kepala Kampung. Tolong patuhi dan segera lakukan jangan sampai ada orang tersisa, agar aku dengan mudah menjaga dari serangan Siluman Ular itu."

Demikianlah, setelah berbicara seperti itu, Galih Sukma berpamitan kepada Bik Surti dan Parjo dan tetangga.

Mereka segera berangkat ke rumah Ketua Kampung.

*

Ki Lurah Manggolo Krasak gundah hatinya. Putri kesayangannya Ni Sari Manah terbaring sakit sudah dua pekan belum sembuh juga. 

Dukun-dukun sudah dipanggil untuk menyembuhkan penyakit putrinya, tapi hasilnya nihil. Mereka semua tidak sanggup menyembuhkan penyakit aneh putri kepala kampung.

Ki Lurah Manggolo Krasak tambah kebingungan karena penyakit yang mirip melanda penghuni kampungnya. Penyakit yang lebih parah karena sampai merenggut jiwa.

"Kakang, bagaimana ini? Anak kita belum sembuh juga," kata Nyi Lurah Sasi Asih sambil mengusap air matanya yang tidak mampu dibendungnya lagi.

Derita seorang anak adalah derita orang tuanya, terutama sang ibu yang melahirkan dan membesarkannya.

Mendengar keluhan istrinya, hati Ki Lurah Manggolo Krasak menjadi tidak tega dan semakin galau.

"Apa yang harus kita lakukan lagi Bu? Semua usaha sudah kita lakukan, tapi anak kita belum sembuh juga," kata Ki Lurah Manggolo Krasak pedih.

Suara Kedasih di atas pohon Belimbing membuat hati suami istri semakin larut dalam kesedihan. 

"Ibuuuuuu...," terdengar suara lemah memanggil dari dalam kamar.

Seperti disengat kalajengking saja, Nyi  Lurah Sasi Asih langsung berdiri dan menghambur ke dalam kamar.

Bersamaan suara panggilan lemah dari kamar, dari luar muncul Ki Bejo tergopoh-gopoh.

"Ma... Maaf, Ki Lurah. Ada, Ki Masto dan warga yang lain mohon ijin menghadap!" suara Ki Bejo terbata-bata.

"Suruh masuk, Ki Bejo. Aku menunggu di ruang tamu," jawab Ki Lurah Manggolo Krasak singkat, sambil berjalan ke arah ruang tamu.

Apakah firasat Galih Sukma benar?

Siapakah majikan makhluk yang membawa penyakit gatal sisik ular?


Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun