Mohon tunggu...
Jafran Azzaki
Jafran Azzaki Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Menulis

Seseorang dengan hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Siapa Capres-Cawapres Koalisi Super?

13 Februari 2023   14:12 Diperbarui: 13 Februari 2023   14:17 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Airlangga Hartarto dan Muhaimin  Iskandar, yang menginisiasi pembentukan Koalisi Super. (Foto: Kompas.com).

JIKA tidak ada kendala berarti, Koalisi Super akan segera terbentuk. Itu adalah sebutan untuk bergabungnya lima partai yang sudah menjalin kemitraan melalui Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

Kendati demikian, romantisme dari rencana penggabungan KIB dan KKIR bisa saja terganjal saat pembahasan mengenai capres dan cawapres yang bakal diusung.

 Meski secara formal KIB dan KKIR belum menentukan siapa kandidat capres dan cawapres masing-masing, kepastian sosok yang akan dideklarasikan mestinya harus lebih dulu dibicarakan, sebelum menyepakati keberadaan Koalisi Super. Jika tidak, pembentukannya bisa mentah di tengah perjalanan, seperti keberadaan Koalisi Perubahan yang masih terkatung-katung.

Koalisi Super, ya, akan benar-benar menjadi kekuatan superioritas. Bayangkan jika Golkar, Gerindra, PKB, PAN dan PPP bersatu. Dengan masing-masing bermodalkan 85 kursi, 78 kursi, 58 kursi, serta 44 kursi dan 19 kursi di parlemen, secara keseluruhan Koalisi Super berkekuatan 284 kursi DPR, yang berarti hampir separuh dari total 575 anggota DPR 2019-2024 dari 80 daerah pemilihan.

Sisa anggota dewan dari periode 2019-2024 berasal dari PDIP, NasDem, Demokrat dan PKS. PDIP, partai pemenang dua pemilu terakhir, memiliki 128 kursi. Nasdem 59 kursi, Demokrat 54 kursi, sedangkan PKS 50 kursi.

PDIP belum memastikan berkoalisi. Namun, dengan menjadi satu-satunya partai yang menggaet Presidential Thresold (PT) 20%, PDIP bisa saja memutuskan tidak berkoalisi. Partai "wong cilik" ini bisa mendaftarkan capres dan cawapresnya sendiri. Walau demikian, di tengah eskalasi yang terus menghangat, PDIP sangat mungkin juga terus bergerilya mencari mitra koalisi.

NasDem, Demokrat dan PKS dengan akumulasi 163 kursi DPR, juga sudah dapat mendaftarkan capres-cawapresnya karena sudah melampaui 20% PT. Seandainya Koalisi Perubahan benar-benar terbentuk, dan tetap menyepakati Anies Rasyid Baswedan sebagai capres mereka, kekuatan mereka layak diperhitungkan.

Dari eskalasi yang sangat mungkin terjadi itu, akan ada tiga poros atau kekuatan yang bertarung di Pilpres 2024 mendatang. Pertama, Koalisi Super--atau apa pun namanya nanti. Kedua, PDIP sebagai pemain tunggal. Ketiga, Koalisi Perubahan.

Tiga kekuatan tersebut bisa saja akan mengerucut kembali menjadi dua poros, dengan mempertimbangkan PDIP bergabung dengan Koalisi Super. PDIP sangat mungkin riskan bermain sendiri, "dikeroyok" oleh Koalisi Super dan Koalisi Perubahan.

Memperhitungkan bahwa NasDem yang sudah mbalelo dari koalisi partai pemerintah tetap habis-habisan mempertahankan Anies Baswedan, dengan dukungan Demokrat dan PKS, sangat jelas jika Koalisi Perubahan sendiri akan menjadi lawan yang menakutkan.

Wacana penggabungan PDIP dengan Koalisi Super sendiri pastinya tidak akan mudah. PDIP yang sudah mengantongi tiket langsung menentukan capres dan cawapresnya kemungkinan besar akan ngotot mendaftarkan capres dan cawapresnya idealnya. Untuk capres, antara Ganjar Pranowo atau Puan Maharani.

Dari sisi Koalisi Super, bergabungnya KIB dengan KKIR pastinya juga harus didahului dengan kesepakatan siapa kandidat capres dan cawapres yang akan diusung. Persyaratan itu yang setidaknya diminta oleh Gerindra, yang menjadi kekuatan kunci di KKIR.

Gerindra sudah lama memutuskan Ketua Umumnya, Prabowo Subianto, sebagai capres. Hal ini tidak dipermasalahkan oleh PKB. Namun, PKB meminta jatah cawapres, untuk Ketua Umumnya, Muhaimin Iskandar.

Golkar juga sudah lama memutuskan Ketua Umumnya, Airlangga Hartarto, sebagai capres. Akan tetapi, di internal KIB, belum ada kesepakatan untuk figur capres dan cawapres tersebut, meskipun Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dan Ketua Umum PPP Mardiono disebut-sebut tidak mempermasalahkan pencalonan Airlangga Hartarto.

Pembahasan soal capres-cawapres ini jelas harus dibicarakan lebih awal sebelum Koalisi Super resmi dideklarasikan. Jika tidak, perjalanan koalisi baru ini akan banyak menemui kendala.

Sudah ada contohnya. Apa yang terjadi di KKIR, misalnya. Gerindra ngotot mengajukan Prabowo Subianto, tetapi tidak legowo menduetkannya dengan Muhainin Iskandar. Itu yang membuat Cak Imin terus bermanuver, termasuk dengan mendekati Golkar dan KIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun