"Tek, tek, tek!"
Bunyi hujan di atas genting. Eh, kalau itu harusnya tik, tik, tik. Kalau bunyi tek berulang-ulang itu mengacu ke mainan yang masih viral sampai sekarang. Kamu pasti tahu namanya. Yak, betul sekali, itulah lato-lato.Â
Anak berbagai daerah telah memainkan lato-lato ini. Termasuk anak sulung saya yang masih kelas 4 SD. Pandai sekali dia memainkannya, sementara saya merasa kesulitan. Wajarlah, mainan orang dewasa 'kan sejatinya berbeda dengan mainan anak-anak, ya 'kan?
Ternyata, di balik menariknya mainan ini, yang konon bisa menjauhkan anak sementara waktu dari gawai, ada kejadian yang miris dan potensi bahaya bagi anak-anak. Saya mengambil dari situs berita Detik. Seorang bocah di Sukabumi sobek bibirnya. Kejadiannya sekitar pukul 15.30 WIB, Senin (9/1/2023). Padahal kalau ingat sobek bibir ini, jadi melayang kembali ke acara Bukan Empat Mata. "Tak sobek-sobek mulutmu!"
Masih di situs berita yang sama, bocah di Kalimantan Barat mengalami luka parah di bagian matanya. Lato-latonya pecah, serpihannya mengenai mata. Setelah terkena, matanya jadi merah, plus penglihatannya jadi tampak kabur.Â
Dari dua kejadian itu, memang menjadi kewaspadaan orang tua untuk selalu mengawasi anak-anaknya bermain lato-lato. Bahannya plastik, meskipun memang tidak mudah pecah. Namun, ketika dimainkan terus, bisa berpotensi pecah juga 'kan? Makanya, mesti mencari bahan yang lebih kuat, misalnya pakai bola boling mungkin. Walah.Â
Ada Filosofinya
Kata "filosofi" ada hubungannya dengan ilmu filsafat. Ilmu ini menjadi salah satu pilihan jurusan saya saat mau masuk perguruan tinggi. Saya tertarik untuk mengambil ilmu filsafat karena melihat guru Tata Negara di SMA, beliau lulusan Fakultas Filsafat UGM. Dari pembawaannya tampak aneh, menggelikan, sekaligus kadang menyebalkan. Namun, di balik itu, saya melihat beliau punya ilmu yang cukup tinggi. Alhamdulillah, saya tidak masuk ke sana. Soalnya, jangan sampai saya tidak kuat, terus ya jadi begitulah. Dan, guru saya tersebut malah memplesetkan ilmunya sendiri menjadi pil syahwat. Waduh!
Nah, dikaitkan dengan lato-lato, ternyata terkandung makna filosofis dari mainan tersebut. Disangkutpautkan dengan kehidupan pasangan suami istri. Lho, kok pasangan suami istri? Ya, sebab pasangan tersebut adalah awal dari terbentuknya sebuah keluarga baru, yang nantinya bisa beranak-pinak sampai jauh sekali. Kedewasaan suami istri teruji ketika mengelola pasangan, mengasuh anak, hubungan dengan orang tua dan mertua, dan tentunya, bagaimana mencukupi secara ekonomi pula.Â
Makanya, saya menemukan makna filosofis tersebut dari mainan lato-lato. Apa saja itu? Setidaknya ada tiga hal. Pertama, bentuk lato-lato itu sendiri adalah bulat. Apakah kamu pernah melihat ada anak main lato-lato yang bentuknya kotak atau segitiga? Tidak mungkin bukan? Mungkin kalau ada anak yang punya pandangan bahwa bumi ini datar, akan memilih lato-lato yang datar juga, tidak mau yang bulat. Â