Berbuat baik kepada orang lain itu memang diharuskan. Terlebih kepada tetangga yang paling dekat pintu rumahnya. Namun, bagaimana jika tetangga tersebut membuat kita dongkol?
Sebut saja namanya Pak S dan Bu J. Pak S berprofesi sebagai mantan caleg sedangkan Bu J seorang PNS tulen. Dengar kabar sih, Pak S bekerja di perusahaan tambang.
Kami tinggal di kawasan perumahan yang tanahnya seperti di lereng bukit. Artinya, agak tinggi begitu. Konsekuensinya, untuk membuat sumur bor misalnya, membutuhkan mesin yang agak besar. Memakai tabung merah di atasnya. Selain itu, menggalinya harus cukup dalam, sekitar 30 meter.
Memang, kami berada bukan di kecamatan ibukota atau pusat kota. Kalau di pusat kota, cukup 4 meter saja sudah mendapatkan air. Nah, karena lebih dalam itulah dan mesin lebih besar, maka biayanya bisa mencapai 7-8 juta rupiah. Oleh karena itu, tidak setiap rumah ada sumur bornya. Paling banyak memang "nebeng" atau patungan.
Antara Pak S dengan saya dihubungkan dengan pipa di dalam tanah. Kami sama-sama memakai mesin milik Pak H, yang berada di seberang jalan. Tenang saja, jalannya belum diaspal kok, baru tanah. Tinggal mengulurkan kabel listrik, maka air yang disedot dari mesin bor milik Pak H memakai listrik masing-masing. Bergantian seperti itu terus.Â
Pada bulan Oktober 2016, kalau tidak salah, mesin tersebut mengalami kerusakan. Ini jelas menjadi masalah tersendiri. Darimana kami dapat air? Mengandalkan air dari PDAM juga tidak bisa karena sedang tidak mengalir selama berhari-hari.Â
Sebenarnya, solusi untuk mesin itu adalah diperbaiki. Namun, khawatirnya butuh waktu beberapa hari. Sementara saya butuh sekali air. Persediaan air di rumah hampir habis. Apalagi saya tahu bahwa si mesin - begitu sebutannya - sudah berusia lama. Jadi, sepertinya diperbaiki pun tidak akan bertahan lama.
Saya mengusulkan ke Bu J untuk patungan saja beli mesin baru. Bu J setuju, dia mengatakan, "Ganti saja, Mas. Nanti kita patungan sama-sama."
Ya, dia setuju patungan. Setuju untuk dibagi dua biaya pembelian mesin sekaligus pemasangannya. Oke, berarti dia siap mengeluarkan uangnya. Apalagi dia berkata sudah menghubungi suaminya yang waktu itu sedang berada di pulau seberang untuk urusan pekerjaan.
Saya meminta Pak A, tetangga saya juga, rumahnya paling ujung, untuk membelikan mesin baru sekalian memasang. Sebab, dia memang ahli untuk urusan seperti itu. "Bener, Mas, ganti saja. Nanti saya carikan yang bagus, yang awet sama nggak gampang rusak." Ujar Pak A.
Okelah, Insya Allah masalah air jadi beres. Sementara saya bekerja di kantor, Pak A juga mengerjakan tugasnya. Mendapatkan mesin baru warna hijau, cantik sekali. Dia juga menguji, dan betul-betul berhasil! Mesin bisa menyedot air dari tanah, lancar, disalurkan ke kamar mandi dan tempat lain yang butuh air.