Mohon tunggu...
jade petroceany
jade petroceany Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga - Pelaku Homeschooling

Pelajar yang selalu setia berguru pada: alam, budaya dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Core Memory: Kereta, Moda Transportasi yang Romantis

4 September 2023   20:17 Diperbarui: 4 September 2023   20:19 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sketsa Kereta Impian (Koleksi Pribadi)

Saya tidak pernah benar-benar ingat mengapa dalam benak saya terpikirkan kereta adalah moda transportasi yang romantis. Semasa kecil, saya ingat hanya satu kali rasanya menaiki kereta jarak jauh dari Semarang ke Jakarta bersama ayah, ibu dan kedua adik saya. Selebihnya, saya hanya punya pengalaman naik kereta Jakarta-Bandung dan sebaliknya semasa kuliah. Mungkin kumpulan ingatan itu dan tambahan khayalan saya saat melintas berbagai bentang alam, sawah, ladang, bukit, kaki gunung juga sungai yang mengukirnya. Karena saya tidak punya memori menaiki KRL bersama keluarga. Ingatan tentang KRL saya terbatas pada kecelakaan kereta yang memakan korban cukup besar dalam tragedi bintaro juga segerombolan penumpang yang berjejal hingga harus berebut tempat duduk di atap kereta. Saat keduanya terjadi, saya masih dalam bangku sekolah dasar, iya rasanya itu.

Waktu itu, saya masih hamil besar saat menonton film Inside Out, salah satu film animasi yang saya suka ide ceritanya. Semenjak itu, frase core memory menjadi sebuah hal yang penting buat saya, kemudian buat kami, setelah menjadi orangtua.

Saya agak lupa tentang keseruan berjejal dalam KRL semasa bekerja dahulu. Bertempur dengan segenap warga Jabodetabek menuju pusat kota untuk menggeliatkan kehidupan. Dalam kereta, meskipun dalam kereta khusus perempuan, kami, para penumpang KRL, bisa (agak) sombong mengintip dari jendela ke arah luar karena memilih moda yang murah, cepat, aman dan bisa diusahakan nyaman. Setidaknya moda ini, banyak waktu, bisa diandalkan dalam perihal ketepatan waktu. Hal yang di kemudian hari saya pelajari paling mahal dan tidak dapat diulang.

Pandemi, memukul kami mundur untuk mengenalkan si Paling Kecil pada transportasi publik, KRL terutama, sampai vaksin benar-benar lengkap.

Kali itu, saya ingat, hanya berdua dengan si Yang Paling Besar Rasa Ingin Tahunya, punya quality time. Saya menawarkan kepadanya untuk menjajal perjalanan singkat dari stasiun Universitas Indonesia ke Bogor. Selalu ada saat pertama, saya pikir. Spontanitas juga yang membuat segalanya jadi penuh kejutan. Tanpa rencana, kami hanya melintas dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Mengamati kereta yang tadinya kami tumpangi penuh sampai hanya tinggal beberapa orang. Kami pun bergandengan tangan berjalan menuruni kereta. Menikmati Bogor meski hanya dari dalam stasiun. Membuka perbekalan seadanya, mengobrol sampai kami memutuskan sudah saatnya kembali saat hari semakin pekat.

Harapan saya tidak muluk. Untuk menanamkan rasa nyaman yang tidak bisa saya paksakan padanya. Biar ia yang memutuskan kelak.

Memandang dari Jendela (Koleksi Pribadi)
Memandang dari Jendela (Koleksi Pribadi)

Kali kedua, kami menantang diri untuk berpetualang, alih-alih memilih sebagai turis, ke Kebun Raya Bogor dengan KRL. Untuk tubuh mungilnya yang baru saja menginjak usia 5 tahun, perpaduan jalan kaki, duduk, berdiri dan meloncat adalah kebutuhan fisiknya. Kalau diperlukan, kami akan berhenti, beristirahat, dan memulai lagi saat semuanya siap.

Pulangnya? Oh tentu saja kaki kami gempor! Karena terlalu seru menjelajah Kebun Raya, lupa kalau harus jalan kaki lagi sampai stasiun untuk pulang.

Kali ketiga, keempat, kelima dan seterusnya adalah angin segar. Segalanya lebih lancar dan terencana, untuk kami, terutama untuk si Yang Paling Kecil. Ia seperti sudah paham benar prosedur naik KRL tanpa perlu ada instruksi khusus. Hanya dengan melihat yang kami lakukan sebelum, saat dan sesudah perjalanan. Anak-anak memang pembelajar ulung.

Mulai dari masuk stasiun, ia bersiap dengan kartu prabayar di saku depan tas berbentuk kepala monyet kesayangannya. Entah bagaimana, ia juga punya waktu yang tepat untuk memakai tas itu di sisi depan badannya bukan di punggungnya. Katanya, “Soalnya kalau di belakang susah ngambil (kartu)nya.” Saat ada celah terlalu besar antara kereta dan peron, ia akan sebisa mungkin melompat. Kalau dirasakan terlalu besar, ia akan menoleh dan meminta bantuan untuk saya membopongnya. Di dalam kereta, ia memilih berpisah dengan ayahnya dan masuk ke dalam kereta khusus perempuan bersama saya. Berjanji, kami akan berjumpa lagi nanti, saat akan turun di stasiun yang menjadi destinasi kami.

Maka destinasi dan berbagai perhelatan yang memperkaya pengalaman, mendapatkan kesempatan untuk dikunjungi dengan kenyamanan baru. Berkereta! Dari mulai pergi ke taman, kota tua, perpustakaan, menonton pertunjukkan teater, napak tilas kemerdekaan, ke museum dan banyak lagi. Rasanya banyak tempat yang tadinya kami menyerah pada kekuatan kaki untuk menyetir kendaraan sendiri dan mengeluh pada borosnya pos keuangan untuk BBM, jadi punya solusi. Bisa naik KRL saja!

Untuk pribadi dewasa, nilai kenyamanan sebuah moda transportasi indikatornya kadang perlu diterjemahkan dalam sejumlah angka, KPI dan teman-temannya itu lah. Maka, waktu penentu kebijakan berusaha sekuat tenaga menawarkan alih moda dengan jaminan ketepatan waktu bahkan bandingan nilai rupiah yang harus dibayar pengguna; hasilnya masih tetap begitu-begitu saja. Karena banyak hal complicated yang dipikirkan otak dewasa bersama berbagai kepentingan dan motifnya. Tetapi buat makhluk kecil ini, KPI KRL terlihat dengan kenyamanannya saat berkereta, spesifiknya dengan tertidur lelap di kursi penumpang saat pulang bertualang. Awalnya di pangkuan saya. Seiring waktu, kami mulai mendiskusikan penumpang prioritas.  Artinya kursi kami bisa diberikan kepada yang lain saat ada penumpang yang lebih membutuhkan, karena mereka lebih berhak dengan kerentanan yang dimilikinya saat itu. Ia belajar berbagi kenyamanannya dengan yang penumpang lain.

Saya tidak akan membandingkan kenyamanan untuk tergolek tidur dengan hal-hal lain yang tak kasatmata.

Maka, ia mulai membiasakan diri duduk di tengah penumpang lain yang baru dikenalnya. Bukan, ia bukan tipikal anak ekstrovert, tetapi ia cukup tahu kapan harus mengangguk dan menggelengkan kepala, termasuk menyenderkan kepala ke bahu ibu-ibu yang membuatnya nyaman, secara naluriah. Sehingga saat si Ibu hendak turun, beliau akan memanggil saya untuk menggantikan posisi duduknya agar kepala si Kecil tetap terletak saat tidur pulasnya masih punya waktu, sebelum kami turun.

Dalam sebuah perjalanan KRL pulang, ia punya privilese untuk duduk di samping seorang nenek difabel yang masuk ke kereta kami sore itu. Nenek itu tenang duduk mengatur setting alat yang membantunya dalam perjalanan setelah seorang petugas dari stasiun sebelumnya mengantarnya ke atas kereta sambil menitipkan, “Bojong ya, Bang!” kepada petugas yang ada di kereta.

Misteri abad ini untuk saya dalam hal transportasi umum adalah dapat mengintip kabin pengemudi. Tempat bersarang sang Masinis, pengemudi rangkaian kereta. Saya berhasil melihat, mengintip tepatnya, ruang kemudi saat menaiki kereta khusus perempuan. Juga beberapa kali saat mendapati pergantian shift masinis. Saya hanya menang beberapa langkah dari si Kecil karena baru mengandalkan KRL semenjak 2014. Ke mana saja sih saya?

Atas filosofi gak mau rugi inilah saya menunjukkan pada si Mau Tau Segalanya, “Bapak itu yang nyetir kereta ini lho!” sambil menjunjungnya tinggi agar tampak suasana ruang kemudi. Di luar dugaan, sang Masinis memutar kepalanya di perhentian ini. Ia tersenyum dan melambaikan tangan pada kami. Huooo! Saya membayangkan rasa yang membuncah. Berhasil menunjukkan padanya orang terpenting dalam rangkaian kereta kami.

Saya teringat sebuah buku dari SALAM, sebuah sekolah bercita rasa tidak biasa di Yogyakarta, tepat saat seorang fasilitator menanyakan kepada anak didiknya, "Siapa di antara mereka yang tahu bagaimana cara membuat kincir angin?" Salah seorang anak ingat pernah melihatnya di televisi tetapi lupa lagi caranya. Anak lain pernah membaca cara membuat kincir angin, sayangnya ia pun tidak ingat. Anak ketiga yang pernah membuatnya masih ingat caranya dan menawarkan kepada anak lain untuk membuatnya bersama.

Begitupula yang terjadi di rumah kami suatu kali, ia berhasil merangkai rasa yang ia ingat sebagai pengalaman seluruh inderanya di dalam kereta. Maka, replikasinya adalah mahakarya, sebuah sketsa, juga bunyi perkusi yang menyerupai ingatannya akan suara kereta saat melaju. Perpaduan dengan suara sambungan antarkereta yang diimajikannya dengan benda-benda yang disekapnya dalam wadah makanan tertutup.

Sketsa Kereta Impian (Koleksi Pribadi)
Sketsa Kereta Impian (Koleksi Pribadi)

Kami mengobrol tentang gambar replika KRL 2 dimensi yang dibuatnya, lengkap dengan pantograf di bagian atas kereta, juga rel yang ia ingat berupa lonjoran besi, bantalan kayu berisi batu-batu pecah. Kemudian ide baru bermunculan begitu saja. Ia menambahkan kereta khusus kakek-nenek. Waktu saya tanya, “kenapa kita butuh kereta khusus Kakek-Nenek?”

“Kasian kan kalau mereka jalannya jauh sekali ke belakang atau ke depan. Jadinya dibuat aja di tengah,” jawabnya tegas.

Reaksi saya? Tentu saja meleleh dibuatnya.

Merancang moda transportasi yang murah, cepat, aman tentu tidak mudah. Tetapi  nyaman, adalah sebuah dimensi yang lain. Lebih menantang! Labirin tak berujung yang mungkin saja menjadi relatif bagi setiap penumpang dan kebutuhannya masing-masing. Tidak mungkin menyenangkan hati semua orang. Buat saya, kemudian kami, dengan menimbang Yang Paling Kecil di antara kami, kenyamanan terletak pada bagaimana sebuah tempat, peristiwa bahkan moda transportasi bisa dikenang dalam rak ingatan yang manis. Bahasa saya: romantis. Menjadi sebuah memori dasar untuk tumbuh dan berkembangnya seorang individu, juga keluarga. Dalam perjalanan para petualang.  Seperti KAI Commuter mengantarkan penumpang, kecil dan besar, dari satu titik ke titik lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun