Mohon tunggu...
Jacob Dethan
Jacob Dethan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Pencinta Teknologi dan Dunia Pendidikan Tinggi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Unistall Bukalapak Vs Uninstall Jokowi dan Kaitan Debat Capres ke-2

20 Februari 2019   13:14 Diperbarui: 20 Februari 2019   13:30 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

CEO Bukalapak Achmad Zaky telah mengundang perdebatan sengit antara netizen simpatisan Jokowi dan yang anti Jokowi. Tagar uninstall Bukalapak diviralkan oleh pendukung Jokowi sebagai bentuk protes atas cuitan Zaky melalui twitter yang menyatakan bahwa semoga presiden baru bisa menaikkan dana R&D di Indonesia.

Sementara itu, pihak anti Jokowi menyebarkan tagar uninstall Jokowi sebagai dukungan terhadap apa yang dinyatakan oleh Zaky. Hal ini menunjukkan bahwa netizen Indonesia bisa dikategorikan cukup mudah terpancing dengan pernyataan yang berkaitan dengan isu politik terutama berkaitan dengan pilpres.

Zaky tentunya merasa perlu meluruskan masalah ini dan akhirnya bertemu presiden Jokowi untuk meminta maaf secara langsung. Jika kita melihat persoalan ini, ada tiga hal mendasar yang mungkin kurang tepat telah disampaikan oleh Zaky.

Yang pertama adalah penyampaian informasi data yang ternyata hanya diperoleh dari Wikipedia. Hal ini sangat disayangkan karena keakuratan data Wikipedia tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan untuk penulisan skirpsi maupun tugas mahasiswa, tidak diperkenankan untuk mengutip data dari blog ataupun Wikipedia.

Pemaparan data haruslah berdasarkan pada sumber akurat lembaga yang berwenang untuk menerbitkan data anggaran penelitian Indonesia. UNESCO adalah organisasi PBB yang menyediakan data anggaran R&D berbagai negara yang dapat dipertanggungjawabkan.  Sementara itu, ada juga Kemenristekditi dan LIPI yang bisa memberikan data anggaran R&D Indonesia secara aktual.

Yang kedua adalah Zaky menguktip data tahun 2016 sebagai perbandingan sementara data anggaran R&D Indonesia yang ditampilkan sebernarnya untuk tahun 2013 sebesar 2B USD masih menurut Wikipedia yang dikutip olehnya. Informasi yang disampaikan Zaky sehingga dapat dikatergorikan misleading dan memicu berbagai kritik netizen.

Yang ketiga adalah pernyataan "mudah2an presiden baru bisa naikin". Hal ini sangat disayangkan mengingat besar kecilnya anggaran R&D tidak sepenuhnya bergantung kepada presiden. Proses alokasi APBN harus juga disetujui oleh DPR. Selain itu, menurut UNESCO sektor swasta memiliki peranan penting dalam investasi anggaran penelitian negara-negara maju.

Kita bisa melihat Korea Selatan (Korsel) yang memiliki rasio dana R&D terhadap GDP tertinggi di dunia yaitu sebesar 4.3% di tahun 2018 menurut data UNESCO Institute for Statistics (UIS). Pihak swasta menjadi penyumbang dana R&D Korsel terbesar dengan menyumbangkan 78.2% dari total dana R&D yang disediakan. Porsi ini jauh lebih besar dari pemerintah Korsel yang hanya menyumbangkan 11.2% dari total anggaran R&D negara ini.

Kondisi R&D Indonesia dan negara-negara tetangga

Anggaran R&D Indonesia pada kenyataannya memang masih dibawah negara-negara tetangga kita. Dari data UIS untuk tahun 2018, Singapura memiliki rasio dana R&D terhadap GDP sebesar 2.2% atau setara dengan USD 10.1 Miliar. Sementara rasio Malaysia sebesar 1.3% setara USD 9.7 Miliar dan Thailand sebesar 0.5% setara USD 5.1 Miliar.

Sementara itu, menurut data Dirjen Risbang Indonesia pada 2018 Indonesia menyisihkan anggaran R&D sebesar 0.25% dari GDP setara USD 2.1 Miliar. Nilai ini juga setara dengan yang ditampilkan laporan UIS untuk Indonesia kecuali presentasi perbadingan R&D dan GDP yang hanya ditampilkan sebesar 0.1%.

Hal ini sebenarnya membenarkan data yang ditampilkan oleh Zaky mengenai besaran nilai anggaran R&D Indonesia walaupun ada perbedaan tahun yang ditampilkan. Kecilnya anggaran R&D Indonesia tentunya sudah disadari oleh pemerintah termasuk presiden Jokowi. Tapi, meningkatkan anggaran R&D tidaklah menjadi penjamin peningkatan kualitas R&D kita.

Presiden Jokowi bahkan sudah menyampaikan kekecewaannya tahun lalu melihat performa penelitian di Indonesia. Anggaran yang sudah disalurkan pemerintah masih belum bisa memberikan dampak maksimal.

Salah satu kendala yang dihadapi pemerintah adalah dana R&D yang disalurkan tersebar ke begitu banyak lembaga yang mempersulit koordinasi dan kontrol hasil penelitian yang diharapkan. Oleh karena itu pemerintah berencana untuk menyalurkan dana untuk program pengembangan SDM melalui satu kementerian atau lembaga untuk memudahkan proses pelaksanaan dan pengontrolan program tsb.

Pemanfaatan anggaran sebenarnya merupakan salah satu isu yang wajib menjadi perhatian pemerintah. Kementerian dan lembaga pengelola anggaran R&D haruslah bisa memanfaatkan anggaran dialokasikan secara tepat.

Sebagai contoh, hal nyata yang dialami mayoritas dosen adalah kesulitan untuk mengakses database jurnal elektronik internasional yang diperlukan untuk penulisan literature review. Sangat sullit untuk bisa mengikuti perkembangan tren teknologi dan penelitian terbaru tanpa akses basis data jurnal elektronik internasional.    

Mahalnya biaya berlangganan akses basis data jurnal internasional elektronik masih menjadi kendala utama. Kemenristekdikti sudah berusaha membantu menyelesaikan masalah ini melalui menyediakan akses gratis E-journal untuk dosen melalui situ simlitabnas ristekdikti. Sayangnya, hanya Ebsco, Proquest dan Cengage yang tersedia.

Situs basis data lengkap seperti web of science, science direct dan compendex yang sangat bermanfaat untuk dosen khususnya di bidang teknologi masih belum tersedia. Dengan demikian, percuma anggaran R&D ditingkatkan tanpa peningkatan pemanfaatan anggaran yang ada.

Sampai saat ini pemerintah masih menjadi sumber dana utama R&D di Indonesia. Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di negara-negara maju. Sehingga, kontribusi pihak swasta seperti Bukalapak tentunya akan sangat juga membantu perkembangan R&D Indonesia.

Seperti Samsung dan Hyundai yang terus mendorong R&D korsel secara masif, tentunya suatu saat nanti kita harapkan pihak swasta bisa memberikan kontribusi anggaran yang melebihi anggaran yang disediakan pemerintah seperti yang telah berlangsung di negara-negara maju.

Kritik untuk pemerintah tentunya merupakan hal positif yang dapat membantu kemajuan bangsa tetapi kontribusi nyata akan jauh lebih bermanfaat. Bukalapak sendiri sudah mendirikan pusat R&D di Bandung yang akan mendorong kemajuan inovasi bangsa. Sehingga, netizen juga harus bisa mendukung bertumbuhnya perusahaan milik anak bangsa yang bisa turut membantu memajukan R&D Indonesia bukannya dengan menyebarkan tagar uninstall bukalapak yang justru akan merugikan jutaan UMKM Bukalapak.

Tagar uninstall Jokowi juga belum tentu menyelesaikan masalah karena ada begitu banyak pihak terkait baik swasta maupun pemerintah yang harus saling mendukung untuk mencapai perkembangan riset di Indonesia dan siapapun presidennya tetap membutuhkan dukungan masyarakat untuk mewujudkannya.

Bahkan dari debat capres yang kedua terlihat jelas bahwa Jokowi begitu mendukung perkembangan startup yang diharapkan dapat menghasilkan semakin banyak unicorn yang akan menarik lebih besar investasi dari luar negeri dan meningkatkan pendapatan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun