"Semakin tipisnya cadangan energi fosil, Biofuel menjadi alternatif penyeimbang terhadap kebutuhan sekaligus permintaan bahan bakar."
Senin (15/4), Menteri Pertanian (Mentan) Dr. Ir. Andi Amran Sulaiman, MP resmi melucurkan Biodiesel B100. Meski cuaca begitu terik dan lembab, tak menyurutkan kegembiraan setiap orang yang hadir untuk menyaksikan peresmian sekaligus uji coba perdana Biodiesel 100 (B100) ini.
Saya percaya ini menjadi salah satu titik optimisme itu dibangun, bahwa Indonesia bisa membuktikan kemampuannya untuk menjaga kedaulatan energi dan ekonomi nasional.
Selama ini kita begitu tergantung pada energi fosil, di mana kita ketahui bahwa cadangan energi tak terbarukan semakin menipis jumlahnya.
Sebelum energi fosil semakin habis, pemerintah mengajak para cendekiawan untuk sama-sama mencari solusi alternatif. Dan Biodiesel B100 adalah jawabannya.
Tak hanya jadi jawaban masa depan kita tentunya, tapi juga dunia. Kita patut berbangga (beri tepuk tangan dong bagi Indonesia).
Sebelum konsep B100 ini digagas, program B20 dan B30 telah mendahuluinya.
Oh ya, kira-kira masih ada yang bingung kah apa bedanya B20 dan B30? Lalu apa kaitannya pula dengan B100? Begini kira-kira pengertian sederhananya.
Memaknai B20, B30 hingga B100
B20 merupakan aplikasi perpaduan antara bahan bakar solar dengan kelapa sawit, di mana pembagian komposisinya 80% solar dan penggunaan biodiesel sebesar 20% (kelapa sawit).
Mengacu pada Permen ESDM No. 12 Tahun 2015, B20 diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi, Industri dan Komersial. Sementara 30% (B30) diperuntukkan pada pembangkit listrik.
Persentase komposisi baik 20% maupun 30%, bahkan pada rencananya kemudian lahir pula B50 dan B100, merupakan aplikasi bertahap sehingga ke depannya dapat terwujud penggunaaan biodiesel secara penuh, yakni 100%.
Biodiesel B100 dapat digunakan secara langsung pada mesin diesel tanpa dicampur dengan minyak fosil  atau komposisi lainnya.
Artinya, bila kita menggunakan B100, kita tak lagi bergantung pada energi fosil yang diprediksi kuantitasnya akan makin menipis.
Dengan begitu, kita tak perlu lagi melakukan impor dan dapat menghemat cadangan solar.
"Kita tahu impor kita 16 juta ton per tahun. Mungkin nilainya kurang lebih Rp 150 triliun. Kita bisa hemat. Bisa dibayangkan kalau kita bisa hemat Rp 150 triliun. Nah sekarang produksi dalam negeri  20 juta ton, sehingga kita bisa hemat cadangan energi solar," papar Amran.
Dari pernyataan tersebut kita bisa menarik kesimpulan, bahwa hadirnya B100 dan pengembangan biodiesel ini muaranya adalah penghematan devisa negara.
Perlu kita ketahui pula, bahwa B100 merupakan salah satu inovasi yang dihasilkan oleh Kementan melalui Badan Penelitian  dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan).
Para peneliti Balitbang mengembangkan Reaktor Biodiesel multifungsi yang sudah mencapai generasi ke-7. Diketahui, mesin ini dapat mengolah 1.600 liter bahan baku setiap harinya.
Peluang meningkatnya nilai tambah CPO lewat B100
Mengutip data tim riset CNBC Indonesia terkait tren melemahnya harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada kisaran 0,67% menjadi US$ 558,94 per ton pada medio Februari 2019, menunjukkan tantangan yang harus dihadapi para pelaku industri kelapa sawit tanah air.
Produsen dan para pelaku agribisnis merasa perlu mencari produk alternatif untuk meningkatkan nilai tambah CPO secara nasional maupun di kancah internasional.
Tentu situasi ini akan berdampak pula pada nilai tawar sawit Indonesia di mata dunia.
Dengan hadirnya inovasi B100 yang kini telah dikembangkan dan diuji cobakan oleh Kementerian Pertanian, menjadi peluang untuk kembali meningkatkan daya tawar kelapa sawit Indonesia di mata dunia.
Melalui penerapan Biodiesel 100, ini menujukkan bahwa B100 merupakan produk alternatif CPO Â yang dapat kita tawarkan sebagai sumber bahan terbarukan untuk mensuplai kebutuhan energi yang kian mendesak.
Fakta lain pula yang disampaikan Bapak Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang tak boleh kita tepis namun justru melahirkan rasa optimis, bahwa kehadiran B100 tak hanya membawa angin segar penghematan devisa negara, tetapi juga mampu mendorong terciptanya energi ramah lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan khususnya petani sawit.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI