Mengacu pada Permen ESDM No. 12 Tahun 2015, B20 diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Usaha Perikanan, Usaha Pertanian, Transportasi, Industri dan Komersial. Sementara 30% (B30) diperuntukkan pada pembangkit listrik.
Persentase komposisi baik 20% maupun 30%, bahkan pada rencananya kemudian lahir pula B50 dan B100, merupakan aplikasi bertahap sehingga ke depannya dapat terwujud penggunaaan biodiesel secara penuh, yakni 100%.
Biodiesel B100 dapat digunakan secara langsung pada mesin diesel tanpa dicampur dengan minyak fosil  atau komposisi lainnya.
Artinya, bila kita menggunakan B100, kita tak lagi bergantung pada energi fosil yang diprediksi kuantitasnya akan makin menipis.
Dengan begitu, kita tak perlu lagi melakukan impor dan dapat menghemat cadangan solar.
"Kita tahu impor kita 16 juta ton per tahun. Mungkin nilainya kurang lebih Rp 150 triliun. Kita bisa hemat. Bisa dibayangkan kalau kita bisa hemat Rp 150 triliun. Nah sekarang produksi dalam negeri  20 juta ton, sehingga kita bisa hemat cadangan energi solar," papar Amran.
Dari pernyataan tersebut kita bisa menarik kesimpulan, bahwa hadirnya B100 dan pengembangan biodiesel ini muaranya adalah penghematan devisa negara.
Perlu kita ketahui pula, bahwa B100 merupakan salah satu inovasi yang dihasilkan oleh Kementan melalui Badan Penelitian  dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan).
Para peneliti Balitbang mengembangkan Reaktor Biodiesel multifungsi yang sudah mencapai generasi ke-7. Diketahui, mesin ini dapat mengolah 1.600 liter bahan baku setiap harinya.
Peluang meningkatnya nilai tambah CPO lewat B100