Mohon tunggu...
YAKOB ARFIN
YAKOB ARFIN Mohon Tunggu... Buruh - GOD LOVES TO USE WHO ARE WILLING, NOT NECESSARILY THE CAPABLE

Addicted by Simon Reeve which experts conflict resolution documentary with his journey around the Carribean

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Alasan Sate Madura Ada di Segala Tempat

17 September 2017   00:03 Diperbarui: 17 September 2017   22:24 5842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arus Migrasi Orang Madura (secara mmum) sejak 1930. Diolah dari Werkschema Reboisatie Madoera, De Vries. (Sumber: http://mahallism.blogspot.co.id)

"Siapa yang pernah ke Madura? Ayo ngacung!"

Saya sudah pernah. Lebih dari sekali. Berkali-kali. Minimal setahun sekali. Hanya untuk mencicipi rasa asli Sate Madura rasa original ayam dan juga sapi. Kenapa tidak di Jakarta saja? Kenapa jauh-jauh ke sana? Toh di Kebayoran Lama juga banyak Sate Madura. Di Palmerah Selatan, apalagi.

Lucunya, di Madura tak ada tulisan "Sate Madura" di gerobak-gerobak abang sate yang komplit dengan kipas bambunya. Seperti halnya di Sumatera Barat, tak ada label " RM Padang" saat kita bertandang ke Kota Padang.

Saya pun penasaran, kenapa Orang Madura bisa tersebar di mana-mana? Sate dan soto selalu identik dengan Madura (selain Sate padang tentunya). Melanjutkan rasa ingin tahu impulsif, saya "iseng" keliling Kota Bogor mencari jawabannya. Bogor, sebagai salah satu sampel untuk mengeruk hipotesa yang berkeliaran di kepala.

Dalam penelusuran ini, saya menemukan sebuah konsep menarik sebagai pijakan berpikir. Cendekiawan menyebutnya dengan istilah "Modal Sosial." Modal inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan sate dan soto Madura bertebaran di mana-mana.

Singkatnya Begini

Madura, pulau yang cukup panas. Terik banget. Bikin sweating deh pokoknya.

Secara ekologis,  Madura kekurangan tanah vulkanis. Tanahnya campuran pasir kuarsa dan mineral lainnya yang mudah digerogoti erosi oleh air selama musim penghujan dan oleh angin selama musim kemarau. Ini menjadi faktor pendorong orang Madura berduyun-duyun bermigrasi ke berbagai kota di Indonesia.

Arus Migrasi Orang Madura (secara mmum) sejak 1930. Diolah dari Werkschema Reboisatie Madoera, De Vries. (Sumber: http://mahallism.blogspot.co.id)
Arus Migrasi Orang Madura (secara mmum) sejak 1930. Diolah dari Werkschema Reboisatie Madoera, De Vries. (Sumber: http://mahallism.blogspot.co.id)
Dalam kasus Kota Bogor, riwayat jalur migrasi mereka cukup unik. Ide-ide dan cerita menarik yang dibawa perantau yang pulang ke kampung halamannya membuat sanak saudaranya terkesima. Wowww!!! Apalagi setelah melihat sendiri kesuksesan saudaranya yang sudah lebih dulu merantau ke Bogor dengan berjualan soto maupun sate. Perlu dicatat, budaya pulang kampung ini biasa mereka sebut dengan istilah "toron" yang artinya 'turun'.

Satu pergi, seribu lainnya pun mengiringi. Ini yang kemudian saya juluki dengan istilah 'Migrasi Berantai'.

Hubungan kuat yang berbasiskan persaudaraan, pertemanan dan pertetanggaan yang dimiliki oleh orang Madura merupakan faktor penting berlangsungnya migrasi berantai.

Orang Madura yang telah lebih dahulu bermigrasi ke Bogor menjadi saluran bagi kerabatnya yang masih tinggal di kampung halaman untuk turut bermigrasi ke Kota Bogor. Dalam hal ini, orang Madura yang duluan ke Bogor menjadi sumber informasi kunci bagi orang Madura lainnya. Budaya toron (pulang kampung) merupakan momentum yang memungkinkan bagi migran Madura untuk mengajak kerabatnya ikut bermigrasi ke Bogor.

Selanjutnya. Apakah migran baru ini langsung sukses jualan sate?

Oh tentu tidak. Tak segampang itu. Mereka semua mulai dari nol. Jatuh bangun seperti lagu Kristina. Yang membuat mereka survive tak lain adalah komunitas mereka sendiri sesama migran sebagai simpul pengait. Kepercayaan yang kuat antar migran menjadi modal sosial yang penting bagi mereka sebagai komunitas etnis di perantauan.  Tak heran, bila yang satu lemah, maka yang kuat akan menolong.

Lalu, bagaimana dengan citra sate Madura yang bertebaran di mana-mana?

Jawaban yang saya temukan kira-kira begini.

Diaspora Madura tak cuma memberi gambaran tentang sebaran suatu masyarakat ke daerah lain yang keluar dari daerah asalnya, tetapi menunjukkan bagaimana masyarakat tersebut mempertahankan jati dirinya di tengah budaya mayoritas yang ada di daerah tujuan migrasi.

Sate kemudian menjadi salah satu obyek ciri identik oleh pelaku diaspora Madura. Sate sebagai simbol kemampuan untuk bertahan di negeri orang. Menjadi ciri yang khas sebuah etnis. Menjadi identitas yang mudah ditelusuri dan dikenali. Maka dari itu, tak heran bila mencium aroma sate berbumbu kacang, segera dikenali indra penciuman sebagai kekayaan identitas lokal Madura.

Kemampuan migran Madura memanfaatkan peluang ekonomi (sektor informal) yang tak tersentuh oleh masyarakat lain  menjadi modal penting untuk bersaing dalam arena tanding di tanah rantau sehingga membentuk satu identitas tunggal yang kuat.

Keterbatasan migran Madura dalam modal finansial dan modal manusia pun ditopang oleh modal sosial yang kemudian berkembang dalam kehidupan mereka, sehingga usaha dagang di sektor informal yang diperkenalkan dalam wujud, yang salah satunya berwujud Sate Madura, menjadi simbol khusus dan menarik.

Begitulah kira-kira hasil analisa saya.

Masih itertarik mencicipi sate madura yang original?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun