Mohon tunggu...
YAKOB ARFIN
YAKOB ARFIN Mohon Tunggu... Buruh - GOD LOVES TO USE WHO ARE WILLING, NOT NECESSARILY THE CAPABLE

Addicted by Simon Reeve which experts conflict resolution documentary with his journey around the Carribean

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bulu Ayam dan Pro Kontra Cukai Plastik Kemasan

15 Agustus 2016   15:26 Diperbarui: 16 Agustus 2016   12:05 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polimer biodegradabel sebagai bahan biokemasan - Tharanathan, 2003 (Sumber: ferakomalasari.files.wordpress.com)

Belum lama ini, secara perlahan masyarakat diedukasi soal dampak lingkungan melalui kebijakan plastik berbayar. Ditetapkannya penerapan kebijakan kantong plastik berbayar yang dibanderol dua ratus rupiah, diujicobakan pada pasar swalayan maupun toko ritel modern.

Gayung pun bersambut. Ada yang keberatan, namun ada pula masyarakat yang berharap harga kantong plastik dapat dibanderol lebih tinggi dari angka tersebut. Tujuannya tak lain ialah mengampanyekan pada masyarakat terhadap keberlanjutan lingkungan.

Namun bagaimana bila kebijakan ini diberlakukan pula pada plastik kemasan makanan dan minuman? Dan bila diterapkan, berapa nilai yang harus dibebankan pada industri, khususnya konsumen dalam transaksi pangan berkemasan plastik?

Kebijakan yang ramah lingkungan ini pun tak luput dari pro kontra. Dampak yang dirasakan tak hanya pada biaya yang harus ditanggung industri pangan, namun bermuara pula pada pembebanan biaya dalam ekonomi konsumsi masyarakat.

Agak sulit memang ketika pemerintah rindu menegakkan prinsip keberlanjutan lingkungan, sebab akan berpotensi pada penurunan konsumsi maupun daya beli masyarakat. 

Dalam laporan  Kompas disebutkan, pengenaan cukai plastik ini berpeluang meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat, sebagaimana diakui Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antar-Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia.

Hal ini memperlihatkan bahwa penegakkan kebijakan lingkungan hijau ramah lingkungan ini mampu membenturkan antar sisi. Katadata pun menyebutkan, menurut pengambil kebijakan di Lingkungan Kementerian Keuangan kebijakan tersebut menjadi salah satu langkah pengendalian sampah plastik (bukan hanya kantong, tapi juga kemasan berbahan plastik) yang menggunung 4,5 juta ton per hari. 

Dengan didasarkan pada Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang cukai, hal ini dinilai membantu pengelolaan lingkungan yang lebih arif. Tentu bila kebijakan ini diterapkan, akan berdampak pula pada pendapatan negara.

Dari skema kebijakan soal lingkungan saja, terlihat bahwa benturan prinsip lintas kementerian pun terkesan serba salah. Terwujudnya lingkungan dan gaya hidup masyarakat yang lebih baik, atau justru memacu adrenalin inflasi? Dua hal yang perlu dilerai dan dicarikan dasar keseimbangannya.

Persoalan Lingkungan Melahirkan Inovasi Kreatif

Kebijakan lingkungan dan dampak ekonomi yang saling berkonstelasi ini, pada akhirnya akan lahir beragam usulan solusi inovatif. Mahasiswa pun tergerak untuk menindaklanjuti  persoalan lingkungan yang proses difusinya tentu butuh jalan yang panjang.

Limbah bulu ayam disinyalir dapat menjadi salah satu titik solusi untuk menemukan sintesis plastik ramah lingkungan. Melelalui proses ekstraksi keratin dari bulu ayam, Primawisdawati, mahasiwa program Studi  Ilmu dan Teknologi  Pangan IPB, memanfaatkan limbah bulu ayam sebagai bahan baku plastik biodegradabel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun