Ketiga; potensinya wisata Sumbar yang besar. Kayaknya ini tidak perlu lagi dijelaskan lebih detail. Sudah dibahas di artikel sebelumnya, di sini; Sumbar Tidak Hanya "Abu" Semen Padang: Sebuah Catatan untuk Tanah Kelahiran Tercinta. Dan terakhir di sini; Pariwisata Sumbar dengan Manajemen Garobak Padati: Sebuah Pekerjaan Rumah untuk Mahyeldi. Sayang kalau disepelekan.
Intinya, Sumbar mempunyai potensi wisata yang luar biasa. Alamnya indah. Darat, gunung, pantai dan laut laut punya. Budayanya yang khas dan menarik. Kulinernya apalagi. Makam dan jejak perjuangan tokoh nasioanal kelahiran Minang lengkap ada di sini. Potensi lengkap yang mungkin tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. Potensi wisata yang banyak. Ada juga potensi wisata religi, semacam makam tokoh penyebar agama Islam di Sumbar. Begitu juga dengan wisata tokoh kemerdekaan, seperti Muhammad Yamin, Tan Malaka (simbolis), Bagindo Aziz Chan, dsb.
Berdasarkan apa yang sudah dipaparkan di atas, untuk mengolah potensi wisata yang besar itu, dengan waktu yang singkat 5 tahun, tidaklah cukup hanya dengan bermodal visi-misi yang sederhana. Untuk itu, ada 2 hal yang harus segera diambil.
Pertama; bagaimana untuk segera menata dan mendisain ulang pariwisata Sumbar, baik untuk jangka panjang maupun untuk 5 tahun ke depan di pemerintahannya. Tentunya ini harus lengkap dengan indikator kinerja pencapaiannya (KPI). Untuk itu, perlu semacam menggali ulang dan mengevaluasi ke belakang. Apa yang sudah tercapai dan apa yang belum. Mana yang bisa dikebut lebih cepat dan mana yang tidak. Mana yang bisa diprioritaskan dan mana yang tidak. Mana yang perlu diberikan perhatian khusus dan mana yang tidak. Tentunya ini perlu melibatkan stake-holder kepariwisataan agar mendapat masukan. Ini bisa dilakukan dalam bentuk webinar saja. Yang jelas, lebih hemat waktu dan biaya. Hasilnya bisa dijadikan semacam blue print untuk pengembangan pariwisata Sumbar.
Kemudian soal ”1 destinasi internasional”. Kuat dugaan saya, ini adalah Mentawai. Hanya Mentawai yang sudah mendunia dan dicari-cari oleh turis mancanegara. Terutama turis dari Australia. Pertanyaannya sekarang, mau seperti apa internasionalnya akan diarahkan? Apa sudah cukup dengan pelabuhan udara saja? Atau, di Mentawai sampai dibangun nantinya semacam pelabuhan Marina. Biar sekalian bisa menerima kapal pesiar dari mancanegera, terutama dari Australia dan New Zealand.
Tantangannya dasyat berlayar dari Australia atau New Zealand ke Mentawai mengarungi Samudera Hindia. Kalau yang kapal pesiar ini, kesiapannya tentu besar. Menyangkut ketersediaan logistik makanan, air bersih, bahan bakar, listrik, dan sebagainya. Ya, anggap saja soal kapal pesiar ini sebagai impian. Tidak harus juga beres dalam 5 tahun ini. Yang penting pariwisata Sumbar punya "mimpi". Visi yang jauh ke ujung dunia sana.
Ini seperti merubah mindset dan cara pandang orang Sumbar terhadap Mentawai. Tadinya mungkin dianggap sebagai ”daerah buangan” karena dianggap hidup begitu susah di sana. Kalau industri wisata internasional saja bisa berkembang dengan cepat, bisa jadi Mentawai menjadi daya tarik tersendiri bagi orang Sumbar sebagi sumber lapangan kerja. Mindset mereka dalam mencari lapangan pekerjaan pasti akan berubah. Lihatlah sekarang bagaimana orang Bali yang mencintai pulaunya. Penghasilan mereka memang banyak dari situ, sektor pariwisatanya yang sudah dikenal luas.
Kalau targetnya orang Singapore dan Malaysia, termasuk dengan para pekerja asingnya (expatriates) yang ada di sana, maka yang dibutuhkan mereka adalah nuansa wisata alam yang masih alami. Spot-spot camping ground di hutan, danau, gunung, pantai. Hanya Sumbar yang punya itu. Saya yakin, 1 destinasi internasional dan 19 destinasi unggulan itu bukan asal comot saja. Pasti sudah punya ancar-ancar obyeknya. Sekarang tinggal bagaimana itu semua bisa tercapai. Bisa direalisasikan secepatnya. Tidak usah menunggu lama di akhir tahun kelima pemerintahan.
Kedua; bagaimana menggunakan pola manajemen yang efektif dalam mengembangkan dan memberdayakan potensi wisata yang ada di Sumbar. Perlu dibuat milestone atau jadwal dengan pencapaian yang jelas. Untuk karakteristik wisata Sumbar yang potensial namun belum digali dan dikembangkan secari optimal, maka dibutuhkan kendali dan koordinasi yang ketat dan cepat. Salah satu cara yang efektif adalah menerapkan Integrated Project Management, atau disingkat IPM.
Mumpung Wagub terpilih, Audy, pemegang sertifikasi IPM. Tentu ini sangat penting dimanfaatkan dengan benar. Tinggal menunjuk siapa yang akan menjadi IPM Manager yang "direct report" ke Wagub sebagai ”project owner” bersama dengan Gubernur. Obyek wisata maupun kawasan wisata yang akan dikembangkan dipegang oleh seorang Site Manager. Terserah mau apa namanya. Yang penting itu kelasnya!
Terus, masing-masing Dinas Pariwisata di Kab/kota maupun di Pemprov diberdayakan sebagai pengawas, atau juga quality control dalam struktur IPM sebagai Site Manager dengan koordinasi dari Dinas Provinsi. Tugas mereka ini lebih kepada optimaliatau upgrade dari obyek-obyek wisata yang sudah ada. Sementara itu, Site Manager yang lain bisa diambil dari pihak swasta jika ada yang mengembangkan obyek wisata di suatu kawasan.