Tidak dapat dibendung lagi mengenai perkembangan teknologi dan informasi saat ini, sebagian besar masyarakat baru menyiapkan diri memasuki era revolusi industri 4.0, saat ini muncul lagi revolusi industri 5.0. Untuk itu, kita dituntut agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada.Â
Pemanfaatan industri 4.0 dikenali banyak masyarakat sejak dunia dilanda wabah corona virus disease pada akhir tahun 2019 (Covid-19). Covid-19 membuka mata masyarakat dunia pada umumnya bahwa peran digital melalui aplikasi dan fitur berbasis jaringan sangat besar dalam segala aktifitas disemua sektor termasuk sektor Pendidikan.
Kenyataan ini merangsang semua komponen pendidikan, pendidik dan orangtua agar dapat memaksimalkan peran digital dalam kegiatan pembelajaran, hal ini dilakukan agar terjadi interaksi diantara siswa, siswa dengan gurunya, guru dengan orangtua siswa dan siswa dengan lingkungannya.Â
Pemanfaatan digital saat ini khusus dalam dunia pendidikan hanya untuk memenuhi kebutuhan siswa dalam pembelajaran. Situasi apapun tidak boleh menghambat kebutuhan siswa akan pendidikan.
Era revolusi industri 4.0 merangsang guru dan orangtua untuk lebih giat mempelajari pemanfaatan digital terutama beberapa aplikasi dan fitur-fitur yang berkaitan dengan pembelajaran yang berbasiskan dalam jaringan (daring) atau online.Â
Kompetensi guru, orangtua dan siswa perlu dirangsang dan ditingkatkan agar tujuan pembelajaran berbasis digital dapat tercapai dengan baik. Keterbatasan akan sarana dan prasarana di beberapa wilayah mengakibatkan pembelajaran beberbasis digital tidak bisa dilaksanakan sehingga siswa tetap belajar dari rumah (BDR) tanpa melalui jaringan atau pembelajaran di luar jaringan (luring) atau offline.
Lalu, apa itu Revolusi Industri 5.0?
Revolusi industri 5.0 berawal dari Jepang yang pesimis karena populasi masyarakat usia produktif menurun drastis sedangkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) meningkat. Hal ini mengakibatkan krisis tenaga kerja sulit diatasi.Â
Jepang menganggap bahwa perkembangan sektor manufaktur dan bisnis tak lagi dapat mengandalkan tenaga serta keahlian manusia. Permasalahan yang dihadapi itu mendorong terjadinya revolusi industri 5.0 sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ala Jepang. Selain itu revolusi industri 5.0 sebagai solusi untuk mengurangi biaya perawatan infrastruktur di berbagai sektor.
Kapan revolusi industri 5.0 diperkenalkan?
Revolusi industri 5.0 pertama kali diperkenalkan pada Juni 2017. Selanjutnya, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe memperkenalkan road-map yang terkesan lebih humanis pada tanggal 21 Januari 2019.Â
Road map tersebut dikenal dengan istilah super-smart society atau society 5.0. Revolusi 5.0 diyakini lebih memperhatikan sisi kemanusiaan karena tidak membebani manusia melainkan teknologi dengan jutaan data dikumpulkan di internet untuk diolah dan diterapkan di berbagi bidang kehidupan.
Berikut beberapa contoh implementasi revolusi industri 5.0 ala Jepang untuk mendukung berbagai bidang kehidupan antara lain:
(1) Pengiriman paket dengan menggunakan drone tanpa awak,Â
(2) Pelayanan kesehatan yang mengandalkan sistem remote,Â
(3) Kulkas pintar dengan pintu yang dapat memberikan info tentang jumlah persediaan makanan di dalamnya serta saran untuk membuat aneka hidangan,Â
(4) Pemanfaatan teknologi robot dan Artificial Intelligence (AI) sebagai pelayan restoran dan hotel,Â
(5) Kreasi robot yang dapat membantu menyelesaikan urusan rumah tangga (misalnya bersih-bersih rumah dan memberi makan hewan peliharaan) danÂ
(6) Penggunaan teknologi robot dan sensor untuk merawat sejumlah infrastruktur seperti jalan raya, terowongan, dan jembatan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Persoalan yang dihadapi Indonesia dengan Jepang saat ini tentu berbeda, dimana Jepang mengalami kekurangan tenaga kerja dan jumlah masyarakat yang lansia meningkat jika dibandingkan dengan jumlah usia produktif yang kian menurun.Â
Sedangkan Indonesia memasuki masa bonus demografi di tahun 2020-2030 dimana jumlah penduduk produktif atau angkatan kerja (usia 15-64 tahun) lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang tidak produktif (di bawah 5 tahun dan di atas 64 tahun).Â
Berdasarkan perbedaan permasalahan di atas, seyogyanya Indonesia belum saatnya untuk memanfaatkan teknologi revolusi industri 5.0. Kondisi Indonesia saat ini lebih fokus untuk menyiapkan masyarakat dalam menghadapi revolusi industri 4.0 dengan tetap mengikuti lajunya perkembangan teknologi dan informasi secara global.
Termasuk dalam dunia Pendidikan, Indonesia harus mampu mempersiapkan semua komponen pendidikan dengan baik, kompetensi pendidik dan peserta didik harus ditingkatkan agar dapat bersaing secara global.Â
Walaupun belum saatnya tetapi pembelajaran di Indonesia harus mampu menyesuaikan dengan revolusi industri ala Jepang. Perkembangan informasi dan teknologi secara global terus kita ikuti dalam sains, tutup penulis.
Penulis, Pegiat Pendidikan
Jack Mite
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H