Denpasar 31 Januari 2012,
Terkejut membaca Jakarta Globe report kemarin mengenai jumlah korupsi di Indonesia, lebih dari 238,6 juta USD (Rp2.13Trilion).
Bayangkan hampir semua dilakukan oleh para penjabat pemerintah dan wakil rakyat.
Danang Widoyoko, koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan bahwa dalam studi mereka penggelapan dan korupsi terjadi di dalam tubuh pemerintah, seperti penggelapan dana, proyek palsu, biaya kunjungan kerja yang di mark-up, biaya studi banding.
Yang jadi masalah adalah bagaimana pencegahan bukan membuat penyidikan dan penangkapan yang di lakukan Polisi dan KPK, seperti nya sangat sulit mengawasi RAPBD, dan tender2 yang di adakan.
Padahal menurut banyak pengamat pemerintahan, baik itu bidang hukum, pendidikan tinggi, maupun dari pemerintah, sangat mudah sekali mencegah adanya penyelewengan dana, atau suap menyuap.
Lalu mengapa ini terus terjadi?
Apakah tidak adalah yang disebut pejabat dan pegawai pemerintahan yang JUJUR, dan Berkerja secara Profesional. Yang melakukan pekerjaan proyek pengadaan, dan pembangunan secara benar dan tahan lama sesuai dengan rencana proyek tersebut.
Pertama-tama adalah selalu adanya yang di sebut pengawas keuangan internal itu sendiri. Di semua level terlihat tidak adanya pertanggung jawaban yang jelas.
Terbukti jika KPK sudah mengambil kasus ini menjadi Kasus Korupsi, masing-masing pihak yang tertuduh saling menyalahkan. Dan KPK setelah mengeluarkan dana yang tidak sedikit, tidak mendapatkan atau menyita semua kekayaan dari para tertuduh yang sudah di vonis bersalah dan di hukum.
Jika kita melihat dengan mudah nya mereka berkorupsi sekian miliyar rupiah, lalu menyimpannya di Bank Luar negeri seperti Singapore, dalam waktu 2 tahun di penjara, keluar tinggal mengambil dana sisa korups yang ada.
Karena perhatian masyarakat sudah teralih dengan kasus Korupsi yang baru, mereka yang baru saja keluar dari penjara/motel hotel dengan lenggangnya bepergian ke Singapore.
Salah satu contoh di Amerika, jika mereka yang telah terbukti korupsi dan dipenjara, maka Departemen Keuangan AS, akan menyita semua kekayaan yang ada, seperti rumah, mobil, bahkan memberikan peringatan kepada Bank baik di AS, atau di luar negeri untuk memberi tahu bahwa ada simpanan uang yang di miliki oleh narapidana ini.
Dan Korupsi di Amerika bukan kesalahan Administrasi saja, tetapi kriminal kerah putih. Sehingga mereka yang pernah terlibat atau bekas narapidana tidak bisa lagi menjadi PNS, atau guru, apalagi dosen. Apalagi membuat partai untuk berpolitik. Dan pasport nya juga di cabut.
Bagaimana dengan Indonesia, apakah para ex-koruptor dan calon koruptor setelah di hukum bisa bebas keluar masuk Indonesia, atau jalan2 ke Singapore, dan tetap memiliki rumah yang Mewah seperti Mansion?
Banyak sekali pekerjaan rumah yang perlu kita sebagai bangsa untuk memperbaiki masalah ini.
Dan perlu diingat yang selalu disarankan oleh dokter, adalah PENCEGAHAN itu lebih Baik dari Pengobatan. Tindakan pencegahan dan pengawasan yang ketat perlu sekali, karena ketidak percayaan para pejabat dan wakil negeri ini.
Nothing personal tetapi, sangat sulit mempercayai mereka yang duduk di pemerintahan dan menjadi wakil rakyat. Apapun title dan sekolah tinggi, atau soleh gaya hidupnya.
Kecurigaan sudah terlanjur, karena patern dan gerak gerik yang sangat tidak dapat di percayai lagi.
Ibarat seorang istri/atau suami pernah di selewengkan, walaupun di maafkan, bukan berarti kepercayaan itu sepenuhnya di berikan, tetapi tetap saja harus diawasi dan di curigai.
CURIGA adalah perasaan dan tindakan pencegahan, karena masa lalu yang tidak menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H