Karena, 75% perusahaan yang terjun dalam pengolahan Kakao, menjadi produk siap jual kepada masyarakat adalah perusahaan multi nasional, sisanya adalah perusahaan nasional. Ini tidak termasuk biaya, seperti sertifikat Halal, dan perizinan, dan birokrasi dari puluhan direktorat yang ada di pemerintahan Indonesia.
Lalu apakah petani Kakao Indonesia mendapat manfaat dari kebijaksanaan ini?
Harga Kakao di pihak petani naik, kini harganya sekitar Rp.33,000 perkilonya. Tetapi, dengan memberikan bebas bea terhadap kakao impor, apakah ada jaminan harga ini tetap dipertahankan di tahun depan?
Trend lokal Kakao menurun, Trend Import Kakao meningkat. Bea Export Kakao berlaku, Bea Import Kakao Ditiadakan. Sehingga 'Jika' import Kakao yang akan masuk sebesar 100,000 ton akan bebas bea, apakah tidak akan menghimbas harga kakao dalam negeri?
Dampak lainnya adalah perusahaan pengolahaan kakao akan mati suri, alias bangkrut bertambah. Sekarang ini sudah ada 8 perusahaan, dan hanya 6 yang beroperasi. Padahal kapasitasnya sebesar 850,000 ton, dan yang berstatus siap beroperasi hanya 6 saja.
Berita baru lainnya dari kementrian Perindustrian site adalah GRESIK - PT Cargill Indonesia memulai pembangunan pabrik pengelolaan kakao senilai US$ 100 juta (Rp 973,70 miliar) di Kawasan Industri Maspion V, Gresik, Jawa Timur. Pabrik yang ditargetkan selesai dibangun pada 2014 ini untuk memenuhi kebutuhan kakao di wilayah Asia. Pabrik ini membutuhkan kira-kira 70,000 ton kakao.
Langkah apakah yang sudah diambil oleh pemerintah Indonesia?
Jika menggunakan data yang diberikan adalah menggunakan Pihak Cargil untuk melatih dan membantu pihak petani yang kira-kira berjumlah 1,300 di seluruh Indonesia.
Jadi Bea Export Kakao adalah tepat, sehingga bisa mendorong pengolahan Kakao di dalam negeri. Kenyataan nya, menjadi harus ada pihak Asing, yang mengeluarkan dana jutaan US Dollar, untuk membantu para petani Kakao yang ada di Indonesia.
Sedangkan pihak pemerintah Indonesia, seharusnya membantu perusahaan yang mati suri, dan petani yang selama ini terus-menerus berkurang produksinya.
Dan dari Konferensi ini tidak ada laporan kepada publik, bagaimana nasib para petani, dan perusahaan yang sedang mati suri.