[caption id="attachment_326405" align="alignnone" width="253" caption="Sultan Hengky ke 9 by Kaukus"][/caption]
Denpasar, Mei 30, 2014
Akhirnya saya tidak dapat menahan untuk memberikan tanggapan atas laporan Kompas.com, yang di tulis oleh Mas Ihsanuddin dan editornya, mbak Inggried Dwi Wedhaswary berjudul "Bukan Cuma Jokowi, Prabowo Juga Hobi "Blusukan"".
Mengapa?
Karena isinya justru menujukan betapa pernyataan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi DETACHED FROM REALITY.
Apa maksudnya?
Artinya, Blusukan yang dimaksudkan dengan membandingkan dengan apa yang dilakukan Jokowi itu berbeda sekali. Dan pengertian Gaya Elite/Royal Wanna be sungguh membuat para pengamat seperti saya semakin yakin, bahwa mereka benar-benar tidak mengerti apa arti yang sebenarnya 'Blusukan' itu sebenarnya.
Pengalama Pribadi
Sebagai seorang yang ditugaskan dari salah satu pemegang saham Indonesia, dan bekerja sama membangun Indonesia di awal tahun 70an, saya selalu mengikuti perjalanan seorang yang sangat di hormati.
Beliau adalah Sultan Hamengkubuwono ke IX.
Bagi para pembaca yang tidak pernah mengenal, hanya mengetahui beliau dari buku-buku pelajaran di sekolah.
Beliau adalah salah satu Negarawan Indonesia. Beliau adalah Royal Keraton Jogja. Sultan Jogja yang diakui di seluruh dunia. Saat itu, di Asia, hanya Kaisar Hirohito, Raja Thailand Bhumibol Adulyadej, dan Sultan Muda Brunei Darulsalaam Hassanal Bolkiah. Dan dari mereka hanya bapak Henky yang paling merakyat, dan melakukan banyak kali perjalanan di luar protokol baik Keratonan, dan Negara (disaat beliau menjadi Wakil Presiden Indonesia).
Teringat, saat saya sedang mengikuti blusukan beliau ke Jawa Tengah, beliau selalu mengendarai jeep willis, dan kadang menggunakan land rover abu-abu milik saya.
Di saat melewati Kerawang, memasuki daerah Patrol, tiba-tiba beliau meminggirkan mobil yang kami tumpangi.
Saya tanya, " Pak Hengky, ada apa?"
Beliau tidak menjawab, karena saat itu masih sekitar jam 7 pagi. Beliau langsung menuju ke persimpangan dan warung yang ada disana. Lalu, memesan kopi serta makan singkong goreng yang masih panas dipiring.
Ada beberapa orang petani, dan penduduk serta anak-anak sekolah yang berjalan disekitar situ. Tidak satu pun yang mengetahui siapa orang ini. Mereka justru melihat saya, seperti melihat orang dari bulan.
Tanpa basa basi, beliau bertanya, bagaimana keadaan di sini. Seperti apa yang dibutuhkan supaya panen raya tahun tersebut berhasil dengan sukses. Beberapa pertani mengeluarkan uneg-unegnya tanpa mengetahui siapa yang diajak bicara.
Mata mereka sedikit curiga dengan saya, karena saya terlihat seperti orang asing. Maklum saja saya baru beberapa tahun di Indonesia saat itu. Dan keadaan masih mencekam, karena banyak orang takut dengan pengendara yang lalu lalang, tidak di kenal di daerah tersebut.
Tetapi, Beliau terus saja bertanya, dan mencoba untuk mengetahui apa yang mereka inginkan supaya daerah tersebut menjadi makmur. Dan apa yang harus dilakukan pemerintah supaya membantu makmur nya daerah tersebut.
Perbincangan ini berlangsung cukup lama, sehingga menarik perhatian banyak orang, dan mereka segera berkerumun di warung persimpangan tersebut.
Beliau terlihat menikmati perbincangan tersebut, tanpa sadar beliau mecopot sepatu pantofel nya dan terlihat betapa kaos kakinya bolong, lalu beliau mengangkat kaki, sambil menyeruput kopinya. Membuat saya jadi sedikit malu, karena saat itu saya sebagai seorang tukang becak, selalu berpakaian rapi, selalu menjahit lobang atau pakaian saya bolong yaa.... di jahit sendiri. Maklum saja, saya dibesarkan di asrama Yatim Piatu, jadi semuanya saya harus kerjakan sendiri.
Lalu saya berjalan ke mobil, mengambil duffle bag saya, dan mengeluarkan kaos kaki untuk beliau. Melihat apa yang saya lakukan. Beberapa petani semakin curiga, terhadap beliau.
Akhirnya salah satu dari mereka berani bertanya. "Bapak... maaf kalau saya boleh tanya, siapa sebenarnya bapak ini?"
Katan beliau, "Mengapa?"
"Soalnya bapak kawal seorang bule dan bule itu sepertinya sangat hormat dengan bapak."
Beliau hanya tertawa, sambil terus minum kopinya.
Tak lama kemudian, beliau bersiap untuk melanjutkan perjalanan, dan merasa sudah menerima banyak informasi. Dengan sopan nya beliau, pamit, dan membayar kopi dan singkong goreng. Lalu meminta pemilik warung untuk membungkus pisang goreng untuk bekal perjalanan ke Jogja.
Sambil berjalan ke mobil, saya didesak oleh petani-petani tersebut. Akhirnya saya katakan sambil berbisik, 'Beliau itu adalah Sultan Jogja'.
Mata mereka seperti mau copot, dan kaget setengah mati. Lalu saya mendengar panggilan beliau, untuk segara melanjutkan perjalanan.
Geger... kota Patrol saat itu... karena ternyata yang duduk makan dan minum kopi serta mendengarkan keluh kesah para petani disana adalah seorang Sultan Jogja yang sederhana.
Dan ini hanya satu dari kejadian dan perjalanan BLUSUKAN Yang ASLI gaya Sultan Jogja. Masih banyak kisah perjalanan beliau yang saya akan simpan selamanya di hati.
Jadi pernyataan Salah kaprah Partai Gerindra mengenai blusukan adalah bukti mengapa banyak elite wannabe mereka tidak mengerti.
Selama bertahun-tahun, saya sering bepergian mengikuti Blusukan Bapak Sultan Hengky, mulai di Pasar Senen, sampai Pasar Rebo, Bogor, Bandung, Medan, Palembang, Madura, Surabaya, Pasir Putih, Situbondo, Ujung pandang, Amsterdam, Den Haag, Paris, Kairo, Mekkah, Jeddah, Medinah, Berlin, Hamburg, Milan, Palermo, Roma, Washington DC, Baltimore, Austin, Londong, Singapore, Tokyo, Hongkong, Sambas, Pontianak, Bandung, Pangandaran, Cilacap, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan, Dili, Kupang, Bau-bau, Merauke, Jayapura, Padang, Nias, Sabang, Lhokseumawe, Banda Aceh, dan banyak sekali tempat di seluruh dunia.
Khususnya di Indonesia, Bapak Sultan Hengky adalah rajanya Blusukan, bukan saja di daerah Jogja dan Jawa Tengah...tetapi di seluruh Indonesia.
Rahasianya, tentunya adalah pendalaman dan pengertian beliau terhadap rakyat Indonesia. Walaupun beliau adalah Sultan yang lahir sebagai Royal. Tetapi beliau mengerti, mendengarkan, dan prihatin terhadap apa yang terjadi diluar istana.
Satu hal yang hebat dari beliau adalah beliau bisa ada di dua tempat dalam waktu yang hampir bersamaan. Rahasia itu hanya beliau dan pihak keraton yang mengetahui. Saya sebagai tukang becak, hanya bisa menjadi saksi hidup, dan menuliskan nya sebagai catatan perjalanan tukang becak di Indonesia.
Jadi bagi partai Gerindra sungguh Ironis sekali, mencoba mentafsirkan apa artinya Blusukan, tetapi tidak pernah melakukan. Saya tahu... Blusukan itu apa, dan siapa-siapa pemimpin di Indonesia yang melakukan nya. Yang Jelas.... Bukan Prabowo, dan Hatta.
Jadi kesimpulannya, Blusukan Bukan Hobi, tetapi Way Of Life Seorang Pemimpin, dan tidak bisa diajarkan, harus terlahir dari kepriibadian yang bersih, jujur, dan prihatin terhadap sesama warganya.
Salam Salah Kaprah Blusukan
Jack Soetopo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H