Mohon tunggu...
Rikrik S
Rikrik S Mohon Tunggu... -

Inventor 'Buku Pintar'. Mencintai segala perkara yang beraroma klasik. Sekongkolannya Wiro Sableng :D XD. Author of "Tukinem Biduan Pantura". Gabung kompasiana buat memperbanyak kawan ;). Tuan rumah atas blog berikut rikrikes.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perihal Pengasingan Diri

15 Juni 2017   04:13 Diperbarui: 15 Juni 2017   04:43 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


2. Menjaga Fokus

Ini biasanya banyak terjadi untuk mereka yang menjalani pekerjaan sebagai freelancer. Bahasa sederhananya, pekerja lepas. Pekerjaan semacam ini menuntut kreatifitas dan fokus yang tinggi. Kalau seorang freelancer sedang cari-cari inspirasi, bisa saja ia keluyuran ke luar rumah, ngobrol ngalor-ngidul dengan banyak orang yang ia temui. Tapi kalau sebaliknya, ketika ia mebutuhkan fokus, ia akan memusatkan segala pikirannya terhadap pekerjaan.


Fokus ialah memusatkan konsentrasi terhadap tujuan yang ada. Kalau ia seorang pengarang, tentu ia akan memusatkan pikirannya terhadap hal-hal yang berhubungan dengan ide, plot, penokohan, dan serentetan istilah sastra lainnya. Lalu, kalaulah ia seorang desainer, ia akan memusatkan pula pikirannya terhadap apa yang dinamakan estetika, pewarnaan, dsb. Intinya, untuk fokus, seseorang menginginkan dirinya tidak mau diganggu. Inilah yang mendasari ia tidak mau bergaul, dengan para penggosip di luar sana. Ia benar-benar membutuhkan pengasingan.


3. Harmoni Hidup yang Tak Mau Diganggu

Indonesia sebenarnya tidak begitu mengenal budaya individualis dan kebutuhan privasi yang sifatnya benar-benar akut. Semua didasarkan pada adat moyang kita, yang menjunjung tinggi nilai-nilai gotong royong dan kebersamaan. Tak mengherankan, kalau kita sebagi trah nusantara, seringkali dicap sebagai orang yang ramah dan menyukai keterbukaan. Kendati memasuki abad sekarang, nilai-nilai tersebut perlahan luntur.


Ketika penguasa orba memusatkan modernitas dan pemerintahan secara terpusat, budaya urban mulai marak. Demi menimbulkan branding yang benar-benar kuat, ibu kota negara dirias sedemikian rupa. Kunjungan-kunjungan kenegaraan sedikit banyak juga mempengaruhi gaya hidup para pejabat kenegaraan itu sendiri. Lambat namun pasti, gaya hidup modernitas menjalar hingga ke kalangan sipil. Penduduk urban yang mulai mapan, mulai mengenal pula, mengenai apa yang dinamakan privasi.


Mereka seringkali dianggap dedengkot di kalangan awam. Kalau kebetulan lingkungan sekitarnya menggelar acara-acara tertentu, orang-orang dari golongan ini akan hadir dengan sewajarnya. Selebihnya, demi menjaga nama di mata masyarakat, mereka biasanya tidak akan segan untuk menyumbangkan materi. Sedang dalam pergaulan sehari-hari, mereka cenderung tidak mau diganggu. Mereka ingin menikmati hidup, menyekolahkan anak, dan bersenggama... tanpa mesti diintip orang :) 


4. Mental yang Lemah

Seringkali terngiang-ngiang di telinga, kalau hukuman paling berat, bukanlah hukuman serupa jeruji penjara atau tiang gantungan. Orang bijak bilang, hukuman yang paling berat ialah hukuman masyarakat. Hukuman semacam ini, acapkali tidak berlabel dengan jelas di atas jidat seseorang. Tapi dampaknya, akan terasa dalam jangka waktu yang tidak menentu. Cenderung abadi. Bahkan, hukuman semacam ini, bisa-bisanya menjalar terhadap anak cucu si orang yang punya perbuatan. Menyedihkan memang.


Terlepas kamu mau setuju atau tidak, fenomena semacam ini memang nyata. Pembunuhan karakter jauh lebih menyakitkan dan berdampak, ketimbang penolakan cinta, yang acapkali dirasakan si darah muda.


Seorang remaja yang punya trah bromo corah, biasanya akan mendapati dirinya menjadi korban fitnah, jika masyarakat kadung dibikin resah oleh hal-hal yang tidak diinginkan. Lebih-lebih, jika semua itu terpaut dengan perkara hilangnya harta benda milik orang. Sesuci apapun seorang perempuan, ia akan senantiasa digoda banyak pria, kalaulah ibunya dulu, punya julukan tiada senonoh. Namun apa lacur? Memang begitu aturan main di dunia. Orang saling tuding menuding, demi segala hal yang memang patut dipergunjingkan. Anjing!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun