Mohon tunggu...
Muchammad Jabrik Muhadjir
Muchammad Jabrik Muhadjir Mohon Tunggu... lainnya -

Keberanian diperlukan untuk berdiri dan berbicara, tetapi keberanian juga diperlukan untuk duduk dan mendengarkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Maaf PakDe, Sampeyan Telah Menyakiti Hati Kami

14 Maret 2014   15:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terima kasih PakDe (Bapak Gede), PakDe telah mau lewat di kota kami, walau tak singgah. Jikapun singgah, menurut kami juga akan menjadi sia-sia, sebab justeru akan menjadikan kami lebih repot.

Terima kasih ini juga kami sampaikan, sebab jalan yang setiap hari kami lewati yang beberapa jam sebelum PakDe lewat masih berlobang dan berkerikil yang sangat membahayakan nyawa kami, tiba-tiba menjadi sangat mulus, bak permadani. Bahkan legenda pendirian Candi Prambananpun tidak ada apa-apanya, sebab ini adalah kisah nyata.

Ketika kami dengar PakDe singgah di kota tetangga, ternyata PakDe sudah tidak punya kebanggaan lagi, kecuali hanya bangga terhadap Instagram-nya BuDe.

Padahal yang ingin kami dengar, mestinya PakDe mampu cerita berapa harga beras lokal dalam satu kilogram, atau berapa sudah berat badan PakLik-PakLik (Bapak Cilik) petani, yang hingga kini masih tampak tulang rusuknya yang menonjol bagai tuts piano.

Atau PakDe cerita lautan kita yang luas, bahkan luasnya dua per tiga dari luas Wilayah Republik ini, namun PakDe tidak mampu mencegak impor garam.

Atau cerita tentang bawang yang PakDe impor dari Singapura, padahal semua orang tahu, negeri tetangga kita tidak punya ladang bawang.

PakDe masih tetap saja mendongakkan kepala, dan masih berani lewat kota kami, walau tidak mempengaruhi apapun.

Bahkan, anak kami yang terkecil sempat bilang, ketika PakDe lewat kota kami "Pak, jikapun negeri ini tidak ada PakDe, rasanya negeri ini masih sanggup tegak berdiri"

Dan hari ini, PakDe lewat di kota kami, yang pada akhirnya menjadi kami para orang tua menjadi sakit hati, sebab anak-anak kami yang sekolah "dipaksa" meninggalkan bangku kelasnya, untuk berdiri berjajar berjam-jam hanya menunggu PakDe lewat, jika waktu yang terbuang itu dipakai untuk menambah dan mematangkan ilmunya, barangkali kelak anak-anak kamilah yang akan memimpin bangsa ini.

Tidak itu saja, kami juga sakit melihat PakLik kami yang dipaksa berhenti hanya untuk menunggu PakDe lewat hingga berjam-jam, padahal mereka hanya sopir truk, yang membawa bahan-bahan makanan. Dan memungkinkan bahan makanan itu menjadi busuk, karena terlambat sampai di tujuan.

Atau PakLik kami yang menjadi sopir bus, yang penumpangnya juga PakLik-PakLik kami yang berburu waktu agar rizki yang tidak seberapa tidak menjadi lenyap begitu saja, juga hanya menunggu PakDe lewat.

Dan terakhir, ini sungguh sangat menyakitkan, sebab PakLik kami yang lain yang sehari kadang-kadang bisa makan, tinggal di rumah dengan dinding yang terbuat dari anyaman bambu (jika itu masih bisa disebut sebagai rumah, sebab bentuknya tidak berbeda dengan kandang kerbau) hanya menjadi tontonan PakDe, tanpa PakDe berbuat apapun, dan yang sungguh menyedihkan PakDe hanya bisa melambai-lambaikan tangan.

Padahal dahulu, sahabat Umar bin Khottob rela mengurangkan jatah makannya, dan memanggul karung makanan tersebut untuk diberikan kepada keluarga yang sedang kelaparan.

Mengapa PakDe tidak mau mencontohnya ?

Atau paling tidak PakDe mau mengurangkan nikmat PakDe sedikit saja, dan dibagikan kepada PakLik-PakLik kami.

Kalaupun itu tetap tidak bisa, kami hanya meminta bukan memohon, agar PakDe jangan lagi merepotkan kami.

Duh Gusti,

Ampuni dosa-dosa saya, sebab saya telah berghibah yang cenderung membuka aib PakDe, dan kuatkanlah PakLik-PakLik kami agar tetap istiqomah dan sabar dengan rasa syukur yang tak terhingga.

Semoga pula anak-anak kami yang sudah tertinggal jam sekolahnya, agar lebih mampu menyerap ilmu-ilmu yang bermanfaat, jangan sampai meniru hal-hal yang tidak bermanfaat, berilah anak-anak kami kecerdasan, yang kelak jika jadi pemimpin mampu memberi tauladan Akhlaqul Karimah.

Kemudian, kepada PakLik-PakLik kami yang kadang-kadang tidak makan, berikan mereka kekuatan agar lebih mampu mengais rizki yang halal, dan mudahkanlah rizki mereka, agar tidak menjadi tontonan lagi dan mampu menjadi tuntunan.

Kudus-Demak-Semarang, 13 Maret 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun