Selanjutnya, dalam buku Laa Tahzan cetakan Indonesia terdapat kalimat yang membuat saya gundah, "sesungguhnya orang selain Islam tak memiliki hak untuk hidup", padahal saya sempat membaca laa tahzan cetakan Beirut milik guru saya  dan tak menemukan kalimat tersebut.
Disinilah urgensi sebenarnya dalam kitab kuning, bagaimana kita bisa memahami perbedaan pendapat, bagaimana kita menelisik makna kata secara menyeluruh tanpa harus melewati "tangan yang berkepentingan" dengan memanjakan kita melalui terjemahan.
Kitab kuning tak melulu soal agama, bapak pembuluh darah, William Harvey ternyata banyak belajar menggunakan manuskrip (kitab) karangan Ibnu Sina tentang peredaran darah. Pun demikian dengan percobaan Sir Isaac Newton yang ternyata telah didahului oleh Ibnu Khaldun. Pun ada Louis Pasteur yang terkenal dengan teori mikroba, padahal itu telah dituangkan dalam kitab kehidupan karangan Aaq Syamsuddin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H