Mohon tunggu...
Dr J Anhar RHT MPd
Dr J Anhar RHT MPd Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Ahli Linguistik Forensik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pendapat Ahli Linguistik Forensik Terhadap Kata "Piting"

21 September 2023   00:22 Diperbarui: 21 September 2023   00:28 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
J. Anhar Rabi Hamsah Tis'ah, M.Pd, C.Ext, C.PW, C.IJ, C.PR (Dosen & ahli linguistik forensik) Dokpri

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata piting adalah apit atau jepit (dengan kaki atau lengan).

Menanggapi pernyataan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono saat memberikan arahan kepada prajuritnya untuk mengatasi polemik Rempang, dalam video tersebut panglima mengarahkan anggotanya untuk memiting warga. Berikut kutipan pernyataan Panglima TNI  :

"Iyakan, TNI nya umpama masyarakatnya seribu ya kita keluarkan seribu, satu miting satu itukan selesai. Gak usah pakai alat dipiting aja satu-satu gitu, tau dipiting ? itu dipiting aja satu-satu".

Jika dilihat dari kebahasaan yaitu dari segi semiotik bahwa pernyataan di atas pasti memiliki makna dan maksud tertentu dari pernyataannya tersebut.

Berdasarkan pernyataan di atas peneliti menganalisis berdasarkan teori semiotik yang dipelopori oleh ahli Semiotik, Ferdinand de Saussure yang lebih memperhatikan atau terfokus kepada cara tanda-tanda (dalam hal ini kata-kata) berhubungan dengan objek penelitian. Model teori dari Saussure lebih memfokuskan perhatian langsung kepada tanda itu sendiri. Peneliti membuat interpretasi dengan membagi dua bagian kalimat  dan selanjutnya  akan dianalisis dengan menggunakan teori semiotika dari Saussure, di mana terdapat unsur yaitu penanda (signifier), petanda (signified). Unsur tersebut akan dipisahkan dan mempermudah peneliti melakukan interpretasi terhadap kalimat yang disampaikan Panglima. Pemisah antar kalimat tersebut akan memandu dalam melakukan interpretasi terhadap kalimat yang diucapkan yang dikaitkan dengan realitas sosial pada saat ujaran tersebut diproduksi.

Pada kajian ini, peneliti akan menggunakan metode analisis semiotika sistem tanda Saussure yaitu signifier dan signified dengan merelasikan beberapa tanda- tanda di dalamnya untuk menentukan makna lalu mengelompokkan menjadi beberapa jenis tanda sampai kemudian menemukan makna dibalik tanda yang dipaparkan menggunakan analisis semiotika Saussure.

                  Deskripsi dan narasi Panglima TNI Laksamana Yudo Margono saat memberikan arahan kepada anggota / prajuritnya.

Gambar : Panglima TNI Laksamana Yudo Margono (Sumber: YouTube Tribun Network)
Gambar : Panglima TNI Laksamana Yudo Margono (Sumber: YouTube Tribun Network)

 Pada video yang berdurasi 6:10 menit yang bersumber dari channel youtube Tribun-Video.Com adalah tampilan dalam visualisasi di mana ada seorang lelaki yang bernama Yudo Margono yang merupakan seorang Panglima TNI. Terlihat Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang tengah memberikan arahan kepada anggota / prajurit TNI yang hadir dalam forum tersebut. Terlihat Panglima TNI mengenakan pakaian dinas lengkap  nampak dengan ekpresi wajahnya yang santai namun seirus dalam memberikan arahan.

Makna Tipe Tanda Signifier dan Signified Dalam Penyampaian Arahan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono kepada anggota / prajuritnya.

Aspek Penanda

Aspek Petanda

"Iyakan, TNI nya umpama masyarakatnya seribu ya kita keluarkan seribu, satu miting satu itukan selesai. Gak usah pakai alat dipiting aja satu-satu gitu, tau dipiting ? itu dipiting aja satu-satu".

Pada kalimat ini yang Panglima TNI memberikan arahan kepada prajuritnya untuk bisa mengamankan kondisi di Rempang dengan gaya bahasa seorang pemimpin dalam lingkup militer. TNI adalah singkatan dari Tentara Nasional Indonesia, yang merupakan salah satu institusi utama di Indonesia yang bertugas melindungi keamanan dan integritas nasional. Umpama, kata umpama menjelaskan ungkapan pengandaian, artinya suatu tindakan yang diperintahkan belum yang diharapkan belum terjadi. Hal ini bersesuaian dengan keterangannya saat menyampaiakan klarifikasi bahwa dia tidak ada mengarahkan pasukan TNI.  Ujaran yang disampaikan terlihat tegas, akan tetapi produksi ujaran tersebut disampaikan kepada forum internal militer bukan kepada masyarakat pada umumnya. Dapat diketahui bahwa yang hadir saat yang bersangkutan menyampaikan arahan tersebut semuanya adalah prajurit yang sudah pasti berasal dari latar belakang militer. Militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kita ketahui bersama bagaimana kedisiplinan dan ketegasan dalam dunia militer, mulai dari sikap, gaya bahasa dan cara berkomunikasi pasti berbeda dengan masyarkat pada umumnya. Ketegasan tersebut diperlihatkan oleh orang nomor wahid di TNI yaitu Panglima TNI Laksamana Yudo Margono saat memberikan arahan kepada prajuritnya. Perlu diketahui bahwa suatu ujaran itu diproduksi pasti ada yang melatarbelakangi seseorang membuat ujaran / kalimat tersebut, kepada siapa pernyataan itu ditujukan, serta dalam konteks dan suasana apa kalimat tersebut dituliskan.

Jika dilihat dari video full nya maka dapat disimpulkan bahwa kata "piting" yang disampaikan adalah merupakan bentuk arahan dan perintah yang tegas dari seorang yang mempunyai otoritas atau kewenangan kepada bawahan dalam menangani suatu problem agar tidak terjadi kericuhan yang meluas di masyarakat, dalam hal ini adalah arahan Panglima TNI kepada anggota/prajurit TNI tapi tetap mengedepankan sisi humanis terhadap masyarakat. Dapat dilihat juga dari pernyataan maaf dan klarifikasi yang disampaikan Panglima bahwa maksud dari kata "piting" itu adalah merangkul. Artinya, tidak ada keinginan untuk menindas, mengancam ataupun mengintimidasi rakyat seperti yang dimaknai oleh masyarakat belakangan ini. Sebab TNI lahir dari rakyat dan untuk rakyat, maka tidaklah mungkin tindakan kasar seperti kata "piting" yang dimaknai sebagai tindakan yang mengintimidasi rakyat dilakukan terhadap rakyat sendiri.

Dalam teori Verhaar (1978) ada konsep pengungkapan makna ada informasi dan maksud. Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran. Hanya bedanya kalau informasi itu merupakan sesuatu yang luar-ujaran dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi si pengujar, orang yang berbicara, atau pihak subjeknya. Di sini orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah ujaran itu sendiri.

Peneliti menjelaskan dalam ilmu bahasa itu ada yang namanya implicather maksudnya setiap pilihan kata yang telah disebut orang tidak mungkin tidak punya maksud, sepanjang orang normal tidak mungkin tidak memiliki maksud dalam menyampaikan / menuliskan sesuatu. Maka setiap ujaran / tulisan yang diungkap pasti ada maksud. Yang ahli sebut sebagai intendent meaning ada maksud setiap orang yang berbicara / menulis pasti sengaja pasti terpikirkan dan keluar menjadi produksi ujaran.

Sekedar masukan untuk kita semua, berdasarkan dari fenomena yang terjadi maka kita dapat mengambil banyak pelajaran salah satunya yaitu bagaimana cara kita berkomunikasi di depan publik harus kita jaga dengan baik, terlebih jika kita berkomunikasi secara live / direkam kemudian disebarluaskan ke media sosial  dan pastinya disaksikan banyak orang maka kita harus berhati-hati dalam menyampaikan sesuatu. Karena bebas berbahasa dan berpendapat adalah dua hal yang berbeda. Sebab bahasa dalam media sosial itu bersifat multimakna, artinya akan banyak interpretasi-interpretasi atau tafsiran-tafsiran yang memaknai ujaran yang kita produksi sehingga menimbulkan polemik di masyarakat dan pastinya rentan terkena kejahatan berbahasa dan pelanggaran tindak pidana UU ITE.

Dapat diketahui bahwa yang termasuk dalam kejahatan berbahasa itu adalah hasutan, konspirasi, ujaran kebencian, berita bohong (hoax), penghinaan, pencemaran nama baik, fitnah, ancaman, penyuapan, kesaksian palsu dan penistaan.

Bahwa pernyataan yang disampaikan oleh yang bersangkutan adalah bukan termasuk dalam pelanggaran berupa ancaman atau intimidasi melainkan ditujukan untuk melindungi prajurit yang bertugas dari potensi bahaya yang disebabkan oleh kekuatan alam atau orang lain.

Contoh kalimat :

 "Awas di kampungmu sekarang sedang banyak tindak kejahatan, banyak begal yang berkeliaran, baru-baru ini ada seorang wanita yang menjadi korban begal."

"Kalian harus pikir matang-matang dulu jika hendak pergi ke desa A sebab di sana sering terjadi tindak kriminal dan juga rawan gempa."

Dari contoh di atas bukanlah tuturan ancaman yang bermakna menakut-nakuti melainkan peringatan yang bertujuan melindungi penerima ujaran dari potensi bahaya yang disebabkan oleh kekuatan alam atau orang lain. Dengan demikian, ancaman yang sesungguhnya adalah ancaman yang merugikan, menyulitkan, serta mencelakakan orang lain.

Begitu pula dengan maksud dari pernyataan Panglima TNI yang memberikan arahan kepada anggota / prajuritnya secara tegas agar selalu waspada terhadap bahaya yang berpotensi mencelakai diri prajuritnyanya dan pastinya masyarakat pada umumnya dengan selalu mengedepankan sikap humanis kepada masyarakat sehingga tidak terjadi suatu kerugian, kesulitan, kesengsaraan dan pertikaian yang mencelakai satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun