Namun ketika saya menginjak kelas 6 SD, bapak saya menginginkan agar lahan kosong itu direnovasi menjadi tempat menaruh perabotan rumah yang sudah tidak terpakai. Karena bapak juga tidak ingin mengubah fungsi semula, seperempat ruangan itu didesain tidak diberi atap asbes, agar tetap bisa digunakan untuk menjemur pakaian.Â
Resikonya memang ketika turun hujan, otomatis air akan membasahi sebagian ruangan itu. Tapi nggak terlalu jadi masalah, sih. Karena bapak juga membuat lubang di sudut ruangan, sehingga ketika hujan airnya nggak sampai membanjiri ruangan.
Awalnya memang ada rasa takut dan kepikiran dengan mitos masa lalu. Berhubung sudah ngempet banget pengin ngerokok. Saya pun memberanikan diri untuk ngerokok di ruang belakang setiap jam 11 malam.Â
Saya selalu berpikir positif dan menghibur diri; bahwa sesungguhnya hantu itu tidak ada. Yang ada hanya pikiran negatif saya, sehingga pikiran itu sendiri yang membentuk dan menghadirkan sosok-sosok hantu yang sering kita tonton di film-film horror.
Setelah beberapa hari ngerokok di sana, saya mulai merasa nyaman. Kekhawatiran tentang hal-hal aneh mulai berkurang. Ruang belakang seakan menjelma menjadi tempat paling nyaman yang pernah saya temui; membaca buku sambil menyeduh kopi dan menghisap beberapa batang rokok. Kenyamanan itu berlanjut hingga satu minggu bahkan lebih. Meski sunyi tapi nikmat sekali.
Dua hari sebelum memasuki bulan Ramadhan, hujan mengguyur cukup deras sejak sore. Beruntungnya, sekitar pukul 10 malam hujan berangsur reda.Â
Ritual ngopi di ruang belakang tetap berjalan. Namun saya harus membersihkan sebagian ubin yang basah terkena air hujan. Setelah ubin bersih, ritual ngopi dimulai; menyulut batang rokok, menyeduh kopi dan membaca buku.
Di pertengahan membaca buku, tiba-tiba ada suara keras yang menghantam atap asbes ruang belakang. Saya sontak terkejut. Jantung saya berdegup kencang. Saya pandangi seluruh sudut ruangan. Saya tajamkan pendengaran. Tetapi tidak ada apa-apa. Pengin masuk ke kamar, tapi rokok kedua baru saja saya nyalakan. Mubadzir, kan. Sekalian aja saya habisin rokoknya, setelah itu masuk ke kamar.
Saat itu, perasaan saya sudah mulai tidak nyaman sekali. Aura yang saya rasakan beda dengan sebelumnya. Pikiran saya mulai menciptakan hal-hal aneh.Â
Pandangan saya merasa sensitif ketika ada tikus atau cicak yang seliweran. Baca buku pun sudah tidak fokus. Hingga akhirnya leher saya mendadak dingin sekali, dingin yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya. Tangan kanan saya yang sedang membawa buku gemetar hebat. Pandangan saya pun perlahan saya lemparkan tepat di sudut ruangan itu.
 "Ya Allah...Astaghfirullah!" ucap saya terkejut. Seorang anak kecil terlihat jongkok berada di sudut ruangan. Tepatnya di depan sebelah kanan saya. Jaraknya tak jauh dari tempat saya duduk. Di rongga matanya, tampak kosong tak memiliki bola mata. Rambutnya lurus panjang sepunggung. Saya hanya berani memandanginya sepersekian detik. Saya berusah menjauh dengan gerakan tiarap. Tapi rasanya sangat berat. Saking takutnya, gelas yang berisi kopi tak sengaja saya tendang hingga pecah. Saya hanya bisa berucap "Ya Allah...Astaghfirullah" itu pun bisa terucap dalam hati. Berat sekali.