Mohon tunggu...
Izzuddin Rifqi
Izzuddin Rifqi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum yang suka Sastra

Nggak Pernah Menang Kalau Ikutan Give Away

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Alasan Kenapa Kita Malas Menulis dan Tips untuk Mengatasinya

11 Juni 2020   09:35 Diperbarui: 11 Juni 2020   09:39 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah memahami maksud yang saya sampaikan. Kawan saya melanjutkan curhatannya perihal permasalahannya. Ia mengatakan bahwa tidak jarang ia memberi teori bagaimana menulis cerpen (dalam konteks ini, kawan saya pegiat sastra) seperti AS. Laksana kepada kader-kadernya. Tapi tetap saja, mereka enggan untuk memulai menulis.

Kemudian saya menjawab, "Sebenarnya teori yang kamu tawarkan kepada mereka, bukanlah teori pakem yang harus dipraktekkan. Itu adalah sebuah proses kreatif dari AS. Laksana ketika beliau ingin membuat suatu cerpen. Wajar saja, jika kadermu kesulitan meniru gaya penulisan AS. Laksana."

"Owalah gitu, ya. Wkwkwk" jawabnya sambil memberi emoticon wajah tersenyum kecut.

Sebagian dari kita terkadang tidak bisa membedakan antara maksud teori menulis dengan proses kreatif. Sehingga kita memaksakan proses kreatif beberapa penulis, untuk dijadikan teori atau patokan menulis sebuah karya. Tidak secara langsung, kekeliruan tersebut dapat mendiskriminasi mental orang-orang yang pengin memulai menulis.

Memang dalam hal ini, setiap penulis memiliki proses kreatifnya masing-masing. Seperti Haruki Murakami yang selalu menghabiskan puluhan batang rokok ketika ia menggarap suatu naskah. Atau Aan Mansur yang susah payah memerhatikan pergerakan tubuh para pemain AADC dengan mematikan volume agar tidak terpengaruh oleh dialognya, demi terciptanya sebuah puisi-puisi yang paripurna.

Atau mungkin, Joko Anwar yang menghabiskan waktu berjam-jam di terminal untuk mengamati wajah, perasaan, serta hiruk pikuk kehidupan setiap orang yang ada di sana, agar bisa menciptakan setiap karakter dalam film-filmnya.

Beberapa contoh tersebut adalah bentuk proses kreatif atau pencarian mood dari setiap penulis. Dan pastinya, mereka telah menjalani pengalaman panjang dan dialektika yang amat dalam. Sehingga hal-hal seperti itu bisa saja menjadi tidak relevan jika kita aplikasikan kepada penulis pemula.

Dari penjelasan sederhana itu, kawan saya terdiam beberapa saat. Memahami, kemudian bertanya lagi. "Kira-kira apalagi yang perlu aku lakukan supaya kader-kaderku punya keinginan untuk menulis?"

"Kalau dari dirimu sendiri sekarang sudah nulis apa?" tanyaku balik.

"Waduh. Aku sih, juga jarang nulis. Terakhir seingatku dua bulan yang lalu. Hehehe."

"Lha...kayak gini penyakit senior yang sulit disembuhkan. Nyuruh nulis kader, tapi kamunya sendiri yang jarang nulis."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun