Pernah melihat sekumpulan pekerja sosial yang menghibur anak-anak korban bencana? Seperti mewarnai bersama, bermain  atau berdongeng? Para relawan secara sadar telah memberikan Trauma Healing kepada anak-anak korban bencana. Lalu, apa itu Trauma Healing? Seperti apa kegiatannya? Simak artikel dibawah ini lebih lanjut!
Dilansir dari Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) terdapat 1.756 kejadian bencana yang telah terjadi di Indonesia hingga November 2024. Selain diapit empat lempeng sekaligus, Indonesia juga beriklim tropis, ini menjadi salah satu sebab banyaknya bencana diindonesia.
Berbagai bencana telah mengakibatkan tersimpannya rasa trauma mendalam bagi para korban bencana, terlebih pada korban anak-anak. Trauma pascabencana tersebut bisa saja tersimpan pada diri anak hingga dapat mengganggu perkembangan psikisnya. Pengalaman traumatis akibat bencana ini jika tidak segera ditanyani akan menimbulkan gangguan stress pascatrauma atau Post Traumatic Disorder (PTSD)
PTSD pada anak dapat disembuhkan melalui Trauma Healing. Trauma Healing sendiri merupakan proses penyembuhan untuk mengatasi gangguan psikologis seseorang pascabencana. Lantas, kegiatan dan langkah-langkah Trauma Healing seperti apa yang dapat kkita teraapkan untuk mengurangi kecemasan dan stress pada anak-anak pascabencana? Berikut penanganannya dengan pendekatan Terapi Bermain menurut E. Nawangsih.
Langkah Pertama: Membuka interaksi
Hal yang yang paling utama dalam langkah awal ini adalah kita sebagai konselor atau pekerja sosial bisa mulai membuka interaksi yang hangat serta melakukan pendekatan kepada anak anak agar terciptanya rasa kepercayaan dan keamanan pada anak-anak, bisa sambil bernyanyi, tebak-tebakan, dan lain-lain.
perlu diingat, peran orang tua dalam kegiatan bermain ini penting karena dapat meningkatkan rasa aman dan kepercayaan diri anak. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua tidak hanya sebagai pengamat, tetapi juga sebagai pendukung aktif dalam proses pemulihan anak (Karimah, 2015)
Langkah kedua: Permainan kreatif
ketika anak sudah merasa nyaman dan menikmati kegiatan mereka, tentunya dengan fasilitas yang sudah dipersiapkan akan menunjang keberlangsungan selama trauma healing ini berlangsung. Lalu, anak-anak akan mengekspresikan dirinya dengan mengembangkan kreativitasnya juga menyalurkan perasaan emosinya.
kegiatan yang dilakukan anak contohnya menggambar, dengan ini anak-anak dapat mengekspresikan pikiran dan perasaan positif maupun negatif, mengembangkan fantasi, serta kreativitasnya. Selain menggambar, ada mewarnai, bernyanyi, membuat karangan dengan tanah liat, bermain permainan sederhana, storytelling, dan lain-lain.
kegiatan-kegiatan menyenangkan akan membuat anak teralihkan dari rasa khawatir dan takut akibat bencana yang telah terjadi. Sebuah penelitian oleh Moeslichatoen (2004) menunjukkan bahwa permainan untuk melibatkan bercerita dan menggambar dapat menjadi media yang efektif unutk mengekspresikan emosi anak-anak.
melalui permainan ini juga anak-anak dapat menggambrkan pengalaman traumatis mereka dengan cara yang lebih aman dan menyenangkan. Hal ini dapat membantu mereka memproses perasaan yang sulit dan mengurangi kecemasan yang telah mereka rasakan, kemudia trauma anak pun mulai teralihkan perlahan-lahan dan nantinya anak bisa lebih cepat menjalani kehidupan sehari-harinya dengan normal setelah bencana terjadi.
Langkah ketiga: Apresiasi
Pada tahap akhir ini, konselor atau pekerja sosial dapat mengakhiri proses kegiatan terapi apabila anak telah menunjukka kemajuan  dan menunjukkan kebutuhannya dengan minimal secara lisan maupun simbolik kepada konselor. Setelah itu dapat dilihat dari apa yang anak telah gambar atau karyanya, apakah karya tersebut mempunyai unsur negatif yang berkaitan dengan traumanya atau tidak? Jika iya, kita bisa menindaklanjuti anak tersebut dengan langkah-langkah yang lebih  komprehensif untuk penyembuhan traumanya.
Kesimpulan
Aanak-anak yang mengalami trauma bencana membutuhkan dukungan lebih dari sekadar perawatan medis. Trauma  healing, terutama terapi bermain, memberikan mereka ruang untuk memproses emosi negatif dan membangun kembali kehidupan yang positif. Selain itu, dukungan dari keluarga, komunitas, dan tenaga profesional juga sangat penting dalam proses pemulihan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H