kegiatan-kegiatan menyenangkan akan membuat anak teralihkan dari rasa khawatir dan takut akibat bencana yang telah terjadi. Sebuah penelitian oleh Moeslichatoen (2004) menunjukkan bahwa permainan untuk melibatkan bercerita dan menggambar dapat menjadi media yang efektif unutk mengekspresikan emosi anak-anak.
melalui permainan ini juga anak-anak dapat menggambrkan pengalaman traumatis mereka dengan cara yang lebih aman dan menyenangkan. Hal ini dapat membantu mereka memproses perasaan yang sulit dan mengurangi kecemasan yang telah mereka rasakan, kemudia trauma anak pun mulai teralihkan perlahan-lahan dan nantinya anak bisa lebih cepat menjalani kehidupan sehari-harinya dengan normal setelah bencana terjadi.
Langkah ketiga: Apresiasi
Pada tahap akhir ini, konselor atau pekerja sosial dapat mengakhiri proses kegiatan terapi apabila anak telah menunjukka kemajuan  dan menunjukkan kebutuhannya dengan minimal secara lisan maupun simbolik kepada konselor. Setelah itu dapat dilihat dari apa yang anak telah gambar atau karyanya, apakah karya tersebut mempunyai unsur negatif yang berkaitan dengan traumanya atau tidak? Jika iya, kita bisa menindaklanjuti anak tersebut dengan langkah-langkah yang lebih  komprehensif untuk penyembuhan traumanya.
Kesimpulan
Aanak-anak yang mengalami trauma bencana membutuhkan dukungan lebih dari sekadar perawatan medis. Trauma  healing, terutama terapi bermain, memberikan mereka ruang untuk memproses emosi negatif dan membangun kembali kehidupan yang positif. Selain itu, dukungan dari keluarga, komunitas, dan tenaga profesional juga sangat penting dalam proses pemulihan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H