Mohon tunggu...
Izzatin Nisa
Izzatin Nisa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Bila Waktu Berbicara

2 November 2017   08:59 Diperbarui: 2 November 2017   17:39 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Sejak ku berjalan hanya dikau yang selalu dipelupuk mata. Juga bayang-bayang wajahmu yang selalu mengusik angan. Sudah lama kupendam rasa ini dalam, tak bias pula kupungkiri bunga-bungacinta bersemi sejak pandang pertama. Dek, aku mencintaimu, ijinkan aku menjadi duri yang selalu melindungimu dari tangan-tangan jail dan aku akan menyayangimu samapi Sang Pemilik Alam Semesta memangilku."

Hening.

"Gimana dek?"

"Kalau mas emang serius sama saya, mas bias langsung ketemu Abah saya."

Jawaban yang singkat tapi penuh makna didalamnya. Hati Azam langsung meloncat-loncat kegirangan. Semangat untuk menyelesaikan sekripsinya tahun ini semakin bergejolak. "Iya dek, tapi nanti ya setelah saya wisuda."

***

Setengah tahun berlalu. Azam telah mendapatkan gelar sebagai sarjana. Kebahagiaan berlipat ganda ketika melihat senyum kedua wanita yang dia sayangi yaitu Mamanya dan Bibah.

Sepertiga malam dating, tapi tak banyak yang menyambut kedatangannya karena masih terlelap pulas dalam mimpi-mimpi mereka. Azam mengambil air wudlu lalu mengadap Kekasihnya, tempat mengadu semua keluh kesah yang dia rasakan, meminta sesuatu yang dia inginkan. Meminta agar diberi kelancaran dalam niatnya untuk menemui Abah Bibah esok hari.

Seusai sholat Azam langsung mengambil handphonenya untuk memberitahu Bibah kalau dia akan kerumahnya. Tak lama kemudian handphone Azam berdering, pesan dari Bibah  "Iya mas, nanti biar saya bilang sam Umi buat ngasih tau Abah."

Embun pagi yang sejuk. Udara yang masih begitu bersih membawa gas oksigen untuk mekhluk ciptaanNya. Matahari yang masih malu-malu, mengintip dari sela-sela pepohonan. Walau begitu sinarnya masih terlihat terang. Bunga-bunga bermekaran indah ditaman rumah Azam. Harumnya seolah member I semangat sang pemilik rumah.

Kemeja biru berbalut jaket abu-abu dan celana hitam siap menemani Azam untuk pergi kerumah Bibah. Setengah jam berlalu, Azam telah sampai dirumah Bibah. Keringat dingin mulai membasahi jidadnya. Bagi Azam ini adalah hal tersulit daripada mengahadpi soal-soal olimpiyade. Membuatnya seperti demam panggungdan lebih merasa gugup daripada saat dia berpidato didepan umum. Di depan rumah, Bibah telah duduk manis menunggu Azam. Saat melihat Azam keluar dari mbil senyumnya mengembang. Azam pun membalas senyumnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun