Fenomena yang terjadi pada pendidikan Indonesia saat ini adalah para guru (kognitif) terlalu mengedepankan nilai. Namun, hal ini tidak berlaku bagi para guru kreatif yang justru bercerita mengenai kehidupan, bukan sekadar soft skills ataupun hard skills (Kasali, 2017).Â
Pembelajaran kreatif erat kaitannya dengan implikasi melepaskan para peserta didik dari belenggu. Klimaks dari pembelajaran kreatif adalah bertujuan untuk membentuk kepribadian peserta didik yang berhasil di masyarakat. Mereka bukan sebagai wujud pemenuhan kebutuhan profesi, melainkan menjadi mnusia yang seutuhnya. Paulo Freire mengatakan, pendidikan sejatinya bertujuan untuk memanusiakan manusia.Â
Pemanusiaan itu bisa dicapai jika mereka dikenalkan kembali dengan jati diri mereka, melalui life skills yang sepenuhnya diperlukan untuk menghadapi tantangan hidup.
Model joyful learning yang dikolaborasikan dengan kemampuan menciptakan kreativitas adalah dengan membuka pintu kedalaman berpikir peserta didik. Dalam capaian secara akademik, nilai akan tetap diberikan sebagai nilai proses. Berikut ini yang dapat diterapkan dalam pembelajaran joyful learning berbasis creativity.
Alur Pembelajaran Joyful Learning (Dokpri)
Seperti yang telah disebutkan, peserta didik dapat belajar sebanyak-banyaknya di luar jam belajar di sekolah. Untuk menumbuhkan kesadaran belajar, hendaknya dilakukan dengan bijak karena latar belakang riwayat perjalanan pendidikan mereka tentu berbeda.Â
Setiap peserta didik merupakan individu yang unik. Untuk itu, pemahaman akan keadaan mereka sangat diperlukan dalam rangka menciptakan suasana belajar yang joy.Â
Fase ketika peserta didik membawa hasil belajarnya ke sekolah merupakan situasi sekolah sebagai ruang diskusi untuk memecahkan masalah. Namun, model pembelajaran dapat dicampur antara diskusi, ceramah, dan praktik.
Kolaborasi model tersebut mendukung situasi pembelajaran yang aktif sehingga mampu meningkatkan motivasi belajar. Perlu digarisbawahi, joyful learning seharusnya dipahami secara luas, bukan hanya sekadar pembelajaran yang selalu dikelilingi lelucon, bernyanyi, tepuk-tepuk, atau segenap keadaan yang meriah (Musbhirah et al., 2018).Â
Sementara maksud dari dorongan atau motivasi belajar yang terbentuk adalah ketika peserta didik terdorong untuk mencari tahu apa yang menjadi keingintahuan mereka (Jauhar, 2011).Â