A. Asal mula Dekahan
Ritual sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat jawa merupakan salah satu kepercayaan dan sebagai simbol penghormatan manusia terhadap tanah yang menjadi sumber kehidupan. tradisi Dekahan itu sendiri ada sebagai wujud pelestarian tradisi dari para leluhur. Tradisi merupakan segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran agama dan lain sebagainya yang turun temurun.
Tradisi Dekahan bersifat turun temurun sejak nenek moyang, dan pada umumnya memiliki aturan yang terikat dengan adat istiadat masyarakat pendukungnya sehingga upacara tersebut disebut sebagai sebuah tradisi yang tidak boleh ditinggalkan. Pelaksanaan tradisi bagi masyarakat Jawa juga tidak terlepas dari hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan mitos-mitos yang berkembang.
Dalam masyarakat yang mempunyai cara berfikir sederhana, kekuatan diluar kemampuan manusia dapat diartikan sebagi kekuatan roh nenek moyang pendiri desa (dhanyang), roh leluhur yang dianggap masih memberikan perlindungan kepada keturunannya.
Sama halnya dengan tradisi Dekahan yang juga menyelipkan banyak mitos didalamnya, seperti jika tidak dilakukan akan terdapat mala petaka dari dhanyang desa. Kecenderungan tradisi (etos) terlihat disini sementara pandangan dunia terlihat dari representasi dari figure-figure dalam ritual itu. Lebih dari itu, nilai-nilai dalam ritual itu dituangkan ke dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
Ritual Dekahan merupakan salah satu ritual yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa, salah satunya di Desa Sungelebak. Sungelebak merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Karanggeneng Kabupaten Lamongan. Jarak dengan Ibu Kota Kecamatan terdekat adalah 7 km, dengan lama tempuh ke Ibu Kota Kecamatan terdekat adalah 15 menit. Sedangkan jarak ke Ibu Kota Kabupaten adalah 18 km, dengan lama tempuh ke Ibu Kota Kabupaten adalah 35 menit. secara geografis memiliki luas wilayah 275 hektar.
Secara geografis wilayah Desa Sungelebak adalah agraris, sehingga sebagian hidupnya adalah mayoritas bekerja sebagai petani, tetapi ada juga yang bekerja sebagai pedagang dan wiraswasta. Desa sungelebak terletak di sekitar tambak, dan tempat penggilingan padi.
Menurut kepercayaan masyarakat Desa Sungelebak, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, hal ini adalah sebagai simbol penghormatan manusia terhadap Tuhan. Sebagai salah satu bentuk rasa syukur terhadap Tuhan atas hasil panen yang telah diberikan. Ritual Dekahan ini dilakukan oleh masyarakat yang mayoritas agraris setelah menuai panen raya.
Biasanya tradisi Dekahan ini dilakukan oleh orang-orang yang mata pencahariannya bercocok tanam, hal ini dilakukan karena orang-orang bersyukur selama mereka bercocok tanam tidak terjadi longsor dan banjir.
B. Tujan dilaksankannya Dekahan
Tujuan dari dilaksanakan upacara dekahan supaya keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat menyertai seluruh warga desa Sungelebak dan sekitarnya. Menurut kepercayaan orang Jawa upacara dekahan harus dilakukan dengan tujuan untuk "menyelameti" atau "menyedekahi" sawah yang dimiliki, agar hasil pertanian melimpah, maka bumi yang mereka tanami tersebut harus diselameti agar tidak ada gangguan.
"Karena, segala rezeki yang kita dapat itu tidak hanya berasal dari kita sendiri, melainkan lewat campur tangan Tuhan," warga diajarkan untuk terus mendekat pada Tuhan. Menurutnya, rezeki itu tidak semata uang, tapi juga kebahagiaan, kenyamanan dan keamanan berkehidupan dalam masyarakat.
Upacara dekahan menurut kepercayaan di desa Sungelebak, wajib dilaksanakan setiap tahun sekali. Biasanya dengan melaksanakan upacara dekahan dipercaya akan mendatangkan kebaikan. masyarakat percaya bahwa bumi yang ditempati akan aman dan tidak terjadi bencana, Apabila "diselameti".
C. Perkembangan Tradisi Dekahan di Desa Sungelebak Kecamatan Karanggeneng Kabupaten Lamongan.
Dalam budaya Jawa, terutama masyarakat desa Sungelebak Kecamatan
Karanggeneng Kabupaten Lamongan tentu tidak asing lagi dengan istilah Sedekah
Bumi yang kerap kali disebut dekahan. Dekahan pada ummunya diadakan pasca panen. Dekahan juga bisa disebut dengan pesta panen rakyat, karena pada kegiatan ini para warga desa sungelebak beramai-ramai membawa hasil panen dan aneka jajanan daerah untuk dibawa ke Makam Umum desa dimana tempat tersebut dianggap sakral oleh mereka.
Menurut salah satu warga desa yakni Pak Zainali, yang menjabat sebagai salah satu pemerintah desa mengatakan bahwa Dekahan masih menjadi budaya eksis dan dilaksanakan dengan hangat oleh masyarakat desa Sungelebak sampai saat ini, namun mengalami akulturasi yang menjadikan budaya Dekahan tersebut lebih diterima oleh masyarakat setempat. Dulu, sedekah bumi di Desa Sungelebak masih identik dengan kegiatan yang mengkonstruk dari ajaran Hindu.
Tidak ada ritual doa bersama untuk mendoakan para leluhur yang sudah mendahului. Acara dilakukan dengan sesajen yang ditujukan untuk para leluhur desa. Terdapat pagelaran wayang kulit sebagai hiburan, dan pada saat pagelaran ini berlangsung para warga berjoget-joget dan pesta minuman keras, dengan rangkaian kegiatan seperti itu menjadikan budaya tersebut tidak diterima oleh sebagian masyarakat dalam maupun luar desa.
Lain dulu, lain sekarang. Pada saat ini sedekah bumi sudah berganti menjadi upacara yang bernafaskan Islam. Hal ini sesuai dengan prinsip ajaran Islam Ahlus Sunnah wal Jama'ah, yaitu: "Melestarikan nilai-nilai lama yang baik, dan mengambil nilai baru yang lebih baik." Dekahan disana sebagai representasi dari rasa syukur masyarakat karena hasil panen yang melimpah. Dengan Dekahan ini masyarakat mempunyai kepercayaan bahwa hasil panen akan terus meningkat serta masyarakat hidup rukun dan damai. Acara Dekahan ini biasanya dilakukan setelah panen raya yang biasanya jatuh pada bulan suro selama sehari semalam.
Namun setiap daerah mempunyai ciri khas kegiatan masing-masing dalam menyambut dan melaksanakan acara ini.
Saat ini acara dilaksanakan di halaman makam umum desa dengan rangkaian seremonial yang dihadiri masyarakat dalam maupun luar desa, masyarakat ramai-ramai membawa makanan, minuman, serta jajanan ke lokasi.
Biasanya acara dimulai dengan menggelar tahlilan dan kirim doa bersama yang dipimpin oleh tokoh masyarakat setempat untuk para tokoh masyarakat, para Kyai, para keluarga, kerabat, serta masyarakat yang telah pergi mendahului. Kemudian berlanjut dengan ceramah dan membagi serta memakan makanan yang telah dibawa. Acara ini ditutup pagi hari dengan adanya udik-udikan. Udik-udikan adalah membagikan uang dengan cara dilempar. Uang yang disebar pun bermacam-macam, ada uang koin dan uang kertas mulai dari seribu hingga
sepuluh ribu.
Ada beberapa alasan yang diungkapkan oleh informan kenapa tradisi Dekahan masih dilestariikan hingga sekarang, yaitu: (1) Masyarakat desa memiliki tujuan untuk mendapatkan keselamatan atas apa yang mereka miliki dan mereka dapatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus sebagai selamatan desa. (2) Sebagai tempat berkumpul warga untuk mengungkapan rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh warga masyarakat. Karena hampir sebagian besar masyarakat desa Sungelebak bermata pencaharian sebagai petani. Maka, salah satu hal yang penting untuk dilakukan adalah dengan menyelenggarakan tradisi Dekahan.
Bagi warga masyarakat desa Sungelebak melaksanakan tradisi Dekahan adalah salah satu moment dimana masyarakat bersama-sama berdoa dan bersyukur atas hasil panen yang mereka peroleh. (3) Menjaga adat istiadat dan tradisi lokal sebagai warisan nenek moyang. Karena tradisi Dekahan sudah ada sejak zaman nenek moyang terdahulu, maka masyarakat merasa berkewajiban untuk melaksanakan dan menjaga tradisi itu supaya tidak hilang. Tradisi Dekahan merupakan tradisi yang sudah diwariskan oleh para orang tua sebelumnya. (4) Menjaga kerukunan antar sesama warga masyarakat (5) Kepercayaan masyarakat terhadap mitos.
Sumber;
Danandjaja, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lainlain.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Giri, Wahyana.2010. Sajen dan Ritual Orang Jawa. Jakarta: PT Suka Buku.
Raharjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
W.J.S. Poerwadarminta. (1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai
Pustaka.
Azizah Ayunita Hikmah, 2015. " Peningkatan Akhlak Jamaah Ngaji Belajar Urip Malalui Wirid Di Desa Sungelebak Karangeneng Lamongan". Skripsi. Surabya: Fakultas Ilmu Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Negri Sunan
Ampel.
Maria Augristina. 2014. "Makana Tradisi Dekahan Bagi Masyarakat Desa Pakel"diakses di https://www.neliti.com/id/publications/13691/makna-tradisi- dekahan-bagi-masyarakat-desa-pakel-studi-fenomenologi-tentang-alas
Muhdofir. 2014. "Tradisi Dekahan" diakses di http://muslimlokal.blogspot.com/2014/02/tradisi-dekahan.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H