"Jika diibaratkan tiap orang memperoleh 50 milyar, kalian hanya mengeluarkan 1 milyar saja untuk membangun masjid." Agar almarhum juga memperoleh pahala  sebagai balasan kebaikan kepada kalian." berulang-ulang sang hakim mencoba mempersuasi ketiga ahli waris tersebut.
Apa kata kerabat yang pertama? "Saya punya banyak utang. Saya mau melunasinya. Bertahun-tahun saya memikirkan ini." Ini sebenarnya hanya alasan. Dia tidak mau bersedekah atas nama almarhum. Padahal harta itu berasal dari almarhum.
Bagaimana dengan kerabat kedua? "Saya sudah lama hidup susah. Saya ingin hidup senang sekarang. Intinya saya tidak mau menyumbangkan harta ini untuk membangun masjid atas nama almarhum. Keterlaluan sekali.
Kerabat ketiga mengatakan kepada hakim," Hai hakim, orang ini semasa hidup kenapa tidak membangun masjid untuk dirinya? Kenapa sekarang kami ahli waris yang disuruh untuk membangun?"
Saudaraku..inilah yang selama ini harus menjadi perhatian kita. Kita seringkali berharap bahwa kelak ahli waris yang akan berbuat amal shalih untuk kita sehingga kita kurang memperbanyak amal shalih selama hidup. Ini merupakan sebuah kekeliruan.
Bukannya kita berprasangka buruk. Tapi mempersiapkan diri sebaik-baiknya dengan memperbanyak amal shalih sangatlah dianjurkan. Mari  kita merefleksi diri:
Berapa kali kita mendoakan kakek nenek kita yang sudah wafat?
Berapa kali kita mendoakan kerabat yang sudah meninggal?
Setiap akhir sholat?
Setiap hari?
Setiap minggu?