Lebih jauh pelarangan bercadar menunjukkan ketidakmampuan UIN dalam menghidupkan dan menampung perbedaan pemahaman atau "tafsir" keagamaan khususnya dalam hal penggunaan cadar, Jika memang itu adalah masalah ikhtilaf di kalangan para Ulama dan tentu dari masing-masing pendapat para ulama itu ada yang mengambilnya sebagai bagian pemahaman keagamaannya. Lalu kenapa pemahaman mereka tidak beri ruang? Bukankan UIN selalu mengusung tema beberagaman dan kebhinekaan?
Pelarangan ini adalah sikap memonopoli keberagaman "tafsir" keagamaan dalam penggunaan cadar. Seharusnya perbedaan yang seperti itu ditampung dan didialogkan secara sehat dalam lingkungan akademik, bukan malah menendang keluar dengan kekuasaan.
Kemudian selanjutnya, alasan pedagogic pelarangan cadar juga merupakan tanda ketidakmampuan UIN dalam hal-hal teknis yang sangat sepele. Mahasiswa bercadar yang masuk kelas, ikut ujian, atau yang berkeliaran dalam kampus kan bisa dibuat dan diatasi dengan cara pemeriksaan di depan kelas untuk memastikan apaka benar-benar mereka atau tidak? yang disesuaikan dengan identitasnya masing-masing.
Dalam hal ini tentu diperiksa oleh dosen atau panitia ujian yang perempuan, Ini tidak ribet sebenarnya. Lagi pula jumlah mereka tidak seberapa. Demikian tekhnis manualnya. Di jaman sekarang ini kelihatannya tidak ada lagi alasan keruwetan administrative lalu mengorbankan hak pendidikan orang lain, sementara dunia sudah makin canggih dan semua terkomputerisasi atau "tergedgetisasi".
Selanjutnya pelarangan karena masalah Sosialisasi atau pembauran. Melarang cadar karena mereka jarang berbaur dengan pihak lain juga kurang tepat, karena pembauran merupakan masalah mentalitas seseorang. Lagi pula, mereka sukar berbaur karena Persepsi orang lain terhadap mereka itu sendiri? Apakah mereka yang tidak mau berbaur ataukah orang lain yang tidak menerima perbedaan mereka? Bukankah banyak fakta mereka yang bercadar dicibir dan dikatain Ninja, Setan, Pembawa Bom, dan masih banyak ungkapan buruk lainnya.
Mengenai persepsi miring dan cibiran negative beberapa orang terhadap mereka yang bercadar BUKAN karena lumrah atau tidaknya cadar dalam masyarakat, tapi lebih karena konstruksi social dari propaganda melawan radikalisme dan terorisme agama yang gencar disuarakan pasca runtuhnya gedung WTC pada 11 september 2001 silam. Itulah awal munculnya stereotype negative terhadap mereka yang bercadar, dari sini muncul-lah Islam Phobia dalam diri Umat Islam dan masyarakat pada umumnya.
Justru sebagian karena tendensi prasangka buruk dan pandangan miring dari orang lain terhadap mereka itulah yang membuat mereka senang sesama kelompok mereka. Artinya, masyarakat kita belum siap berbeda dan berbhineka dalam hal keberagaman "tafsir" keagamaan, dan parahnya UIN juga malah memelihara itu lewat peraturan-nya. Secara tidak langsung Islam Phobia ingin digemuruhkan kembali di dalam masyarakat lewat peraturan tersebut.
Dampak Pelarangan Penggunaan Cadar
Terlepas dari penjelasan di atas, dampak dari adanya pelarang cadar itu, Secara tidak langsung akan menjadi pemicu munculnya stigma negative terhadap marwah UIN di tengah masyarakat, Apalagi masyarakat pada umumnya sudah akrab dengan tradisi cadar, walaupun ada yang berasumsi sebaliknya. UIN atau IAIN yang sebelumnya sudah dianggap sebagai sarangnya para "Liberal", Sampai singkatan UIN dan IAIN pun diplesetkan menjadi Universitas Ingkar Nabi dan Kampus  Ingkar Allah Ingkar Nabi, tentu kemiringan anggapan itu akan semakin menguat lewat pelarangan tersebut.
Selain itu, Juga berdampak pada menguatnya sikap saling mencurigai di tengah masyarakat, meruncingnya konflik pemahaman dan bahkan bisa sampai saling mencaci maki, saling menuduh dan saling menghujat satu sama lain. Satunya bilang kamu LIBERAL, satunya lagi bilang kamu RADIKAL. Satunya bilang kamu KEARAB-ARABAN, satunya lagi bilang kamu KEBARAT-BARATAN. Terus yang Kecina-cina'an Kudu Pie Mas?
Ketidaksukaan maupun kesukaan adalah "Ketidakadilan."