Mohon tunggu...
Yulia Bachar
Yulia Bachar Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Multipotentialite

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Cangkul dan Sepotong Tempe

2 November 2016   09:42 Diperbarui: 2 November 2016   09:50 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cangkulpun sekarang diimpor

Tempe juga dibuat dari kedelai impor

Jangan marah pada penguasa, . . .

Mereka cuma berusaha

Mengakomodasi berbagai kepentingan dan kesempatan yang ada

Lalu kita mau apa, . . . ?

Cangkul tetap dibutuhkan sebagai alat produksi

Tempe tetap dikonsumsi mayoritas masyarakat negeri ini

Dan argumentasi memenuhi kebutuhanpun menjadi dibenarkan

Imporpun diijinkan

Sampai kapan, . . . ?

Adakah yang perduli untuk membuat action plan kemandirian cangkul, . . .?

Atau kemandirian kedelai, . . . ?, tanyaku entah pada siapa, . . .

Tak ada suara, . . .

Lalu cangkul dan tempepun bercengkerama

Membicarakan nasib mereka berdua

“Yang penting, . . . kita tetap eksis di Indonesia, . . .!!!”, kudengar bisikan mereka.

Jakarta, 2 November 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun