Mohon tunggu...
Yulia Bachar
Yulia Bachar Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Multipotentialite

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Allah Mencubitku di Arafah

11 September 2016   20:08 Diperbarui: 11 September 2016   20:14 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menjelang keberangkatan ke Arafah

Aku begitu cemas dengan fasilitas toilet di Arafah nanti

Yang konon kabarnya kotor dan harus sabar mengantri

Aku begitu khawatir BAB ku terhambat jika toiletnya kotor

Seperti yang selama ini aku alami di negeriku

Akupun bersiasat

Sebelum bus yang akan membawaku berangkat ke Arafah

Akupun singgah di toilet hotel tempatku menginap

Dan membuang semua “hajat” yang kupikir akan menghambat

Pikirku, di Arafah nanti aku tak perlu BAB lagi

Sambil tersenyum lega akupun berangkat dengan hati bulat

Setibanya di Arafah

Akupun menyempatkan diri singgah di toilet yang tak jauh dari tendaku

Sebuah bilik kecil dengan sebuah lubang yang dalam

Serta kran dan selang air tersedia sudah

Alhamdulillah meskipun antri tapi tidak terlalu panjang

Air yang melimpah merupakan anugrah

Tiba-tiba perutku terasa melilit dan ingin berhajat

Akupun menunaikannya dengan ikhlas tak terhambat

Lalu waktu makanpun tiba

Akupun makan dengan lahap karena lelah dan lapar

Kemudian, . . .

Perutku terasa melilit lagi dan ingin berhajat lagi

Dan akupun menuju toilet dan melaksanakan hajatku

Dengan ikhlas

Kemudian berlalu

Akupun melanjutkan ibadah di Arafah

Mengaji, berdzikir, sholat sunat, sholat tobat

Hingga waktu makan tiba

Akupun makan dengan lahap

Semua hidangan terasa begitu nikmat

Tak lama kemudian, . . .

Perutku terasa melilit lagi

Dan akupun menuju toilet untuk melaksanakan hajatku

Sempat tersirat tanya dalam hatiku

Apakah ini kuman atau bukan

Namun aku tetap belum paham

Dan ketika waktu makan tiba lagi

Dan setelah menyantap makanan perutku melilit lagi

Barulah aku paham

Allah menyapaku

Tepatnya mencubitku

Atas keraguanku pada kebesaranNya

Bahwa semua mekanisme tubuh ini ada dalam genggamanNya

Bahkan semua mekanisme alam ini ada dalam kekuasaanNya

Kenapa harus meragukan kebesaranNya hanya karena urusan hajat

Ketika Ia memerintahkan untuk singgah di Arafah

Yang merupakan potret kecil padang Mahsyar tempat dimana kelak kita akan dikumpulkan

Dalam ketakutan dan ketidakberdayaan

Dimana penjiwaanku, . . .

Akupun bersujud dalam sholat tobat yang khusyu

Memohon ampunanNya atas kebodohanku

Atas kedangkalan akalku

Atas semua keraguan yang ada dihatiku

Air mataku menetes di Arafah

Sebuah pemahaman baru tentang kepasrahan aku dapatkan

Bahwa pasrah bukanlah siasat

Bahwa pasrah bukanlah kerja akalku mengendalikan tubuhku

Bahwa pasrah bukan ilmu manajemen yang aku pelajari di bangku kuliah

Arafah, 2003

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun