Tahukah kamu, baru 41 daerah di Indonesia lho yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai. Dari 41 daerah yang sudah punya regulasi itu, dua diantaranya adalah provinsi, yakni DKI Jakarta dan Bali. Sedangkan 39 daerah lainnya adalah kota/kabupaten, seperti kota Banjarmasin, Denpasar, Bogor, Balikpapan, Semarang, dan Bekasi.
Banjarmasin menjadi kota pertama di Indonesia yang melarang penggunaan kantong plastik. Yakni, pada 1 Juni 2016, pada tanggal ditetapkannya Perwali No 18 tahun 2016. lalu disusul kota Denpasar, pada 1 Januari 2019. Sedangkan DKI Jakarta melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, pasar rakyat, dan toko swalayan sejak 1 Juli 2020.
Sangat miris. Dari total 514 kabupaten dan kota di wilayah Indonesia, baru 41 daerah yang punya aturan pelarangan kantong plastik. Ini menunjukkan betapa perjuangan untuk menjadikan Indonesia bebas dari kantong plastik tidak mudah. Padahal sejak lebih dari satu dekade pegiat lingkungan melakukan advokasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya plastik terhadap lingkungan dan kesehatan.
Karenanya, peringatan Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia di hari ini, 3 Juli 2023, seharusnya bisa menjadi momentum untuk memperkuat komitmen Indonesia mengendalikan penggunaan plastik dan menyelamatkan planet bumi.
Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia diinisiasi Bag Free World, sebuah gerakan global yang bertujuan mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai. Kampanye Bag Free World diluncurkan pada 2008, dimotori sekelompok organisasi dan individu peduli dampak lingkungan dari kantong plastik. Tujuannya untuk menghilangkan penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong masyarakat mengganti kantong plastik sekali pakai dengan alternatif yang berkelanjutan seperti tas dari bahan kapas atau goni.
Dorongan untuk mengurangi penggunaan kantong plastik sekali pakai tentunya bukan tanpa alasan. Kantong plastik merupakan penyumbang polusi yang signifikan, terutama di lingkungan laut. Dalam akun Instagram Direktorat Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) @ditps.klhk, pada Juli 2021, dinyatakan bahwa setiap sampah plastik baru bisa terurai dalam waktu berbeda-beda. Kantong plastik baru bisa terurai sekitar 10 hingga 500 tahun. Sedangkan sedotan plastik dan gelas plastik masing-masing baru bisa terurai dalam kurun waktu 20 dan 50 tahun.
Peneliti mikrobiologi laut dari Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ariani Hatmanti menyampaikan, setiap tahun laut Indonesia diperkirakan mendapat kiriman dari darat 70-80 persen sampah plastik bekas konsumsi manusia. Jumlahnya antara 480 ribu-1,29 juta ton sampah plastik dari total 3,22 juta ton sampah yang masuk ke laut dan pesisir. Hal ini disampaikan Ariani pada seminar International Conference on the Ocean and Earth Sciences yang berlangsung pada 9 November 2020),
Butuh waktu ratusan tahun sebelum sampah plastik itu bisa terurai sempurna. Dalam perjalanannya menuju laut, sampah plastik akan hancur menjadi partikel-partikel kecil (mikro pastik) dan menyebar di lautan. Mikro plastik ini tentu saja dapat membahayakan hewan atau biota laut yang tanpa sadar memakannya. Dan tak hanya biota laut. Manusia pun bisa terdampak racun dari mikro plastik ini ketika  mengonsumsi ikan dan produk dari laut.
Dari data dan fakta di atas kita menyadari bahwa Pekerjaan Rumah (PR) untuk upaya penyelamatan lingkungan dari sampah plastik masih banyak dan berat. Sangat dibutuhkan lebih banyak lagi pejuang lingkungan yang mengampanyekan gaya hidup ramah lingkungan dan bebas plastik. Mereka yang tidak hanya melakukan edukasi bahaya sampah plastik, tapi juga mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membuat kebijakan preventif untuk penyelamatan kesehatan dan lingkungan.
Salah satu komunitas yang aktif mengadvokasi Pemerintah dan menyuarakan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai adalah Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP). Komunitas ini dimotori Tiza Mafira, yang sejak 10 tahun lalu, tepatnya pada Januari 2013, membuat petisi kantong plastik berbayar #pay4plastic di Change.org. Ia mendesak pasar swalayan berhenti memberikan kantong plastik secara gratis kepada pelanggan sebagai langkah awal untuk mencegah sampah yang kebanyakan berasal dari plastik.
Petisi ini mendapat banyak respons positif. Dari sinilah Tiza bertemu dengan sekumpulan orang yang punya kepedulian yang sama, dan bergerak bersama menggaungkan petisi lebih kencang ke masyarakat. Dari kolaborasi bersama ini akhirnya terkumpul 70 ribu tanda tangan dalam kurun waktu tiga tahun. Komunitas pemrakarsa petisi inilah yang kemudian dikenal sebagai GIDKP.